05 - Berlabuh di Hati yang Sama

Setelah hari pertemuan itu, Florain pulang kembali ke Desa. Meski sempat sehari menginap di rumah singgah karena hari sudah terlalu larut untuk pulang. Sesuai janji Radel, pria itu benar-benar mengantarkan sahabatnya pulang, meski sempat ditolak oleh Florain.

Berbulan-bulan berlalu, hubungan Florain dan Freya membaik. Florain yang masih tetap tinggal di desa sesekali mengunjungi Freya di sekolah saat ia mengantarkan sayuran ke pasar induk di kota. Begitu pun Freya, saat akhir pekan sering menghabiskan waktu di desa tempat Florain tinggal. 

Seperti saat ini, Florain sedang mengajak Freya berjalan-jalan di kebun milik Abah. Semua orang di kota pasti menganggap Florain anak kampung yang miskin, tapi nyatanya Florain adalah cucu dari juragan sayur di Desa. Kekayaannya bahkan sudah ada sejak kakek buyutnya dan menurun hingga sekarang, bahkan bisa sampai ke anak cucu Florain nantinya.

"Aku enggak pernah bosen kalau kamu ajak jalan ke sini, Flo," ucap Freya sambil merangkul lengan kekar Florain. Sejak tadi tangannya tidak pernah lepas dari sang kekasih, takut hilang lagi katanya, bila ditanya oleh Florain mengapa wanita itu enggan sekali melepaskan tautan tangan mereka.

"Aku mah malah bosen, sepuluh tahun kerjanya cuman bolak-balik, mantau sayuran sama para petani. Sesekali ikut manen."

"Siapa suruh mengasingkan diri ke sini. Kan kamu bisa tuh ke rumah singgah di Kota, padahal sesekali bisa  tingal di sana biar ga bosen di sini terus." Florain hanya terkekeh mendengar penuturan Freya dengan nada kesal namun tetap terdengar lucu di telinganya.

"Fre, kamu mau gak nikah sama aku?" tanya Florain sambil terus berjalan menyusuri kebun.

"Bol-- Eh! Apa?" Freya terkejut dengan pertanyaan Florain yang tiba-tiba. "Nikah?"

"Iya, nikah. Mau enggak?"

"Dih, kamu ngajak nikah kaya mau ngajak anak orang main ke pasar malam. Enggak ada romantis-romantisnya."

"Hehe, tau kan aku mah enggak bisa romantis-romantisan."

"Iya, deh, iya!" Freya kembali merangkul tangan Florain, kepalanya disandarkan di bahu kekasihnya itu. Keduanya kini tengah duduk di saung, berteduh sambil melihat para petani yang sedang menyiram sayuran. "Jadi kapan mau ketemu Mama sama Cece?"

~~~

Dua bulan berselang dari ajakan Florain pada Freya. Kini mereka berada di Jakarta, di rumah milik Fiony -kakak Freya- yang tinggal bersama suaminya.

Florain yang duduk di sebelah Abah terlihat gugup. Di hadapannya Freya sedang duduk diapit oleh ibu juga kakaknya. Kedua tangan Florain saling bertautan, meremas satu sama lain, niatnya untuk sedikit meredakan perasaan gugup yang sedari tadi menyerang. Namun apa yang ia lakukan sama sekali tidak berefek apa pun, jantungnya berdebar kencang, napasnya tercekat, lidahnya kelu, rasanya ia ingin kabur dari tempat itu. Lebih baik berhadapan dengan para preman pasar yang sering memalak saat ia bersama Abah mengantarkan sayuran daripada berhadapan dengan ibu dan kakak dari pujaan hatinya.

Abah yang duduk di sebelahnya menyadari apa yang dihadapi oleh cucunya, pria tua itu membelai lembut punggung Florain. "Jang, jangan tegang kitu."

Florain menoleh ke arah Abah, tersenyum tipis sambil mengangguk.

"Selamat sore, Ibu. Niat saya ke sini hari ini mau melamar anak ibu, Neng Freya untuk cucu saya," ucap Abah menyampaikan maksud dan tujuan mereka datang ke Jakarta, yaitu untuk melamar Freya. "Kiranya Ibu menerima permintaan kami."

Ibu Freya tersenyum, meski ada air mata yang mengalir dari pelupuk matanya. Ia tidak menyangka, anak bungsunya sudah akan menyusul sang kakak untuk berumah tangga. Sambil menyeka air matanya, ibu Freya mengangguk mantap.

"Saya menerima permintaan bapak. Tapi, untuk selanjutnya, apakah lamaran cucu bapak diterima atau tidaknya, saya serahkan kembali pada anak saya." Ibu Freya menoleh pada anak bungsunya. "Bagaimana, Dek?"

Freya mengangguk, lalu terdengar ucapan syukur dari Florain juga Abah. Setelah itu, Florain mengeluarkan kotak cincin dari dalam saku celananya, mengajak Freya berdiri dari posisi duduknya untuk memasangkan cincin yang ia bawa. 

Acara dilanjutkan dengan makan-makan keluarga kecil itu sambil merencanakan waktu yang tepat untuk melaksanakan pernikahan Florain dan Freya. Hingga akhirnya diputuskan jika di awal tahun nanti, pernikahan Florain dan Freya akan dilaksanakan.

Setelah menginap selama semalam, besoknya, Florain dan Abah pulang dari Jakarta, namun mereka tidak langsung menuju desa, melainkan singgah sebentar ke salah satu kompleks pemakaman megah di pinggir kota.

Florain berjalan di depan diikuti oleh Abah di belakangnya. Pemakaman ini asing bagi Florain, ia baru pertama kali menginjakkan kaki di kompleks pemakaman yang tidak terlihat seperti pemakaman, terlihat sangat rapi dan tertata, hamparan rumput hijau dan corak nisan yang sama membuatnya terlihat seperti taman biasa.

"Nah, ini!" Florain lalu duduk bersimpuh setelah menemukan makam yang ia cari. Makam yang nisannya bertuliskan nama Sanjaya Kusumanegara.

"Selamat siang, Om. Maaf saya baru menemui Om setelah sekian lama menghilang. Sesuai permintaan Om waktu itu, saya benar-benar pergi dari hadapan Freya. Tapi, Tuhan sepertinya memang sudah mengatur  alur kisah kami, saya dan Freya berjodoh. Maaf, saya tidak bisa mengelak dari takdir Tuhan yang sudah dituliskan, maaf juga saya kali ini tidak bisa menuruti permintaan Om." Florain mengusap nisan milik ayah dari Freya. "Kali ini, saya mohon ijin untuk meminang anak Om, saya tidak bisa berjanji untuk selalu membuat Freya tersenyum bahagia, tapi saya akan berusaha menjadi lelaki terbaik untuknya."

Florain mengakhiri pertemuaannya dengan Om Jaya dengan memanjatkan doa lalu menaburkan bunga, dan menyirami makam itu.

~~~

Minggu, 23 Februari 2025

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau, ananda Florain Varsha Armadi bin Damar Armadi dengan ananda Freyana Shinta Tania Kusumanegara binti Sanjaya Kusumanegara dengan mas kawin emas 15 gram dibayar, tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Freyana Shinta Tania Kusumanegara binti Sanjaya Kusumanegara dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai!"

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah!"

Ucapan lantang dari para saksi dan tamu undangan yang menyaksikan prosesi sakrla akad nikah antara Florain dan Freya menjadi pertanda keduanya resmi menjadi sepasang suami istri.  

Freya mencium punggung tangan Florain yang langsung dibalas dengan kecupan lembut di dahi Freya, tidak terasa tetesan air mata haru mengalir dari sepasang anak manusia yang baru saja menjadi suami istri itu.

"Tuhan terima kasih sudah mempertemukan kembali aku dengannya, si pecinta hujan yang kini resmi menjadi imam ku."

END

27/12/2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top