01 - Tentang Rasa

Hujan di bulan Juli bukanlah sesuatu hal yang lazim terjadi, karena di bulan Juni seharusnya sudah memasuki musim panas. Namun cuaca saat ini memang sudah tidak bisa diprediksi. Alam seakan-akan sesuka hati mengeluarkan hujan atau pun panas.

Sedari subuh tadi, hujan turun dengan sangat deras, hingga saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 05.45 pagi langit masih tetap menurunkan rintik-rintik hujan. Freya yang baru saja selesai bersiap, menatap ke luar jendela, ia mendesah lemah memikirkan hari pertamanya bekerja, mengajar di tempat ia dulu menimba ilmu. 

Freya lalu berjalan keluar dari dalam kamarnya menuju meja makan untuk sarapan. Dua lembar roti tawar dengan selai coklat sudah cukup untuk mengisi perut Freya, sederhana tapi ia tetap menikmatinya. Sudah tiga tahun Freya tinggal sendiri di rumahnya yang cukup besar. Sejak ayahnya meninggal lima tahun yang lalu. Dua tahun kemudian, ibunya dibawa oleh sang Kakak yang sudah menikah ke Ibu Kota, mengikuti suaminya.

Freya mempekerjaan seorang asisten rumah tangga yang akan membersihkan rumah setiap seminggu dua kali dan seorang tukang kebun yang akan merapikan pekarangan rumahnya yang dipenuhi tanaman. Sementara untuk memasak, sehari-hari Freya lakukan sendirian atau membeli di luar.

Jam di dinding ruang makan sudah menunjukkan pukul enam pagi, Freya langsung bergegas berangkat menuju sekolah, menerobos hujan yang perlahan mulai mengecil.

Jalanan senin pagi ini tidak terlalu ramai, mungkin karena hujan yang mengguyur sejak subuh membuat orang-orang menunda untuk berpergian, biarlah hujan yang nanti akan menjadi alasan terlambat datang bekerja atau pun sekolah. Suara gemericik hujan beradu dengan suara deru mesin mobil dan wiper yang menghapus bekas-bekas rintik hujan di kaca depan mobil yang dikendarai Freya. 

Langit kelabu dan udara yang dingin membuat suasana terasa sendu, lagu-lagu yang berputar dari radio dalam mobil yang Freya nyalakan pun seakan-akan mengamini keadaan saat itu. Tiba-tiba penyiar mengatakan bahwa setelah ini, lagu yang selalu menjadi memori indah Freya akan diputar. Benar saja, saat intro lagu itu terdengar, hati Freya merasakan sesak.

Tentang Rasa dari Astrid, adalah lagu yang menemani kisah cinta Freya bersama seorang pemuda yang ia cari, pemuda pecinta hujan melebihi cintanya pada Freya, Florain Varsha Radika.

~~~

"Kamu kenapa suka banget sama hujan, Flo?" tanya Freya pada Florain saat keduanya sedang asik duduk di undakan kecil samping lapang basket sambil menatap hujan yang masih belum reda sejak jam pulang sekolah tadi, sambil mendengarkan lagu Tentang Cinta dari Astrid melalui earphone dan menyenandungkannya bersama.

"Kayanya emang udah takdir, sih, Fre. Nama aku aja ada dua unsur hujannya, Rain dan Varsha, ditambah kata almarhumah bunda, waktu dulu aku dilahirin, hujan lagi deras-derasnya. Bahkan almarhum ayah waktu itu bonceng bunda ke bidan pas mau lahiran sambil nerobos hujan." Florain terkekeh mendengar betapa lucunya ekspresi sang bunda saat menceritakan kisah  beberapa jam sebelum kelahiran Florain.

"Hmmm, gitu ya!" Freya mengangguk-anggukan kepalanya. "Kalau harus milih, antara aku, sama hujan, kamu milih mana?"

"Ya sudah jelas!" Florain melepas earphone dari telinga sebelah kirinya lalu berlari menuju ke tengah lapang, menengadahkan kepalanya ke atas, menikmati hujan membasuh wajahnya. "Sesuka-sukanya aku sama seorang gadis bernama Freyana Misha Putri, aku lebih suka hujan dari apapun!"

Freya bersenandung lirih, mengikuti lirik yang terdengar dari radio. Tiba-tiba bayangan sosok Florain ikut bernyanyi bersamanya, pun bayangan pemuda itu duduk di kursi penumpang yang berada di sisinya, dalam perasaan yang sendu Freya tersenyum tipis menikmati suara merdu Florain dalam benaknya yang sekarang berbentuk bayangan pemuda itu. Hingga tiba-tiba gelegar suara petir menyadarkan Freya. Seiring dengan berakhirnya lagu Tentang Rasa, hilang juga suara Florain di dalam mobil Freya.

Setelah perjalanan yang menyesakkan dada Freya, akhirnya ia sampai di sekolah. Wanita itu turun dari dalam mobil, sambil memayungi kepalanya dengan tas kerjanya. Akhirnya, hujan sedikit mereda, kini hanya tersisa gerimis kecil hingga Freya tidak perlu mengeluarkan payung untuk melindungi dirinya dari tetesan air hujan.

Terlihat para siswa baru dengan seragam putih biru berlarian dari pintu gerbang menuju lorong hujan yang terlindung dari hujan, lalu mereka diarahkan oleh anggota OSIS menuju aula sekolah untuk melaksanakan upacara penerimaan siswa baru. Awalnya, upacara penerimaan siswa baru akan dilaksanakan di area lapangan, namun karena hujan yang mengguyur sejak subuh membuat acara terpaksa harus dipindahkan.

Freya jadi teringat satu kejadian bodoh di awal masuk sekolah. Hari itu, benar-benar hari sialnya Freya, ia terlambat bangun dan mengakibatkan dirinya harus berlarian dari gerbang sekolah menuju lapang, saat sudah mendekati lapang, kedua kaki Freya saling beradu mengakibatkan dirinya jatuh tepat di depan kakak OSIS yang sedang memarahi dua siswa baru yang sama-sama terlambat. Dua siswa yang melihat Freya terjatuh langsung tertawa terbahak-bahak, hingga lupa kalau sejak tadi keduanya hanya tertunduk takut dihadapan kakak OSIS galak yang memarahi mereka.

Dua siswa yang bertahun-tahun lalu menertawakan kesialan Freya, kini sedang asik berbincang di depan pintu aula.

"Freya!" seru salah satu teman Freya semasa sekolah begitu ia melihat kedatangan Freya. Mendengar seruan itu, Freya langsung berlari kecil menghampiri temannya yang sedang merentangkan tangan menyambut Freya.

"Jessi, kangen!" Kedua sahabat yang sudah lama tidak berjumpa itu saling berpelukan melepas rindu. Sejak Jessi bekerja, wanita itu semakin sibuk, ditambah beberapa bulan lagi ia akan melangsungkan pernikahan yang membuat keduanya sulit bertemu.

"Kamu apa kabar, Fre?" tanya Jessi begitu pelukan keduanya terlepas.

"Baik, Jess. Alhamdulillah, kamu sendiri gimana kabarnya?"

"Puji Tuhan, aku juga baik, Fre!" balas Jessi sambil tersenyum melihat sahabatnya yang kini terlihat semakin dewasa. "Liat kamu lari-lari pas MOS gini, bikin aku inget sesuatu."

"Stop ngomongin kejadian paling memalukan di masa sekolah aku, Jess! Mana di depan Kak Gita pula. Udah malu, kena damprat, bener-bener bad day, deh, hari itu tuh!"

Jessi tertawa keras begitu juga seorang pria yang sejak tadi berdiri di dekat keduanya sambil menyimak obrolan dua sahabat yang lama terpisah.

"Lah, ini anak satu ngapain ada di sini?" tanya Freya sambil menunjuk lelaki tinggi yang berada di dekat mereka.

"Gue kapten tim basket paling berprestasi di sekolah ini kalau lo lupa, Fre!" ucap pria itu sambil membusungkan dada menyombongkan dirinya.

"Siap kapten Radel!" Freya dan Jessi melakukan sikap hormat lalu diakhiri dengan tawa.

Ketiga teman semasa sekolah itu berbincang-bincang ringan, sebelum nantinya mereka dipanggil ke dalam aula untuk mengikuti upacara penyambutan siswa baru. Sesekali mereka bersalaman dengan guru-guru yang pernah mengajar mereka. Tahun ajaran kali ini terbilang sangat spesial karena sekolah sedang merayakan hari jadi yang ke-50 juga sekaligus menyambut siswa baru. Maka dari itu, sekolah mengundang para alumni berprestasi, diantaranya Radel sang kapten basket yang berhasil membawa sekolah ke Kejuaraan Nasional, juga Jessi ketua ekstrakurikuler dance yang berhasil meraih banyak piala dan penghargaan. Freya juga termasuk salah satu siswa berprestasi, dan pernah meraih juara 2  FL2SN tingkat Nasional.

"Seharusnya Florain juga dateng ke sini," ucap Radel lirih sambil menatap lorong yang masih dipenuhi para siswa. Freya juga Jessi mengikuti arah pandang Radel. Mereka, apalagi Freya sangat berharap kalau hari ini Florain akan datang.

"Masih belum ada kabar dari dia, Del?"  Radel menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Freya. Wajah Freya seketika menjadi murung saat mendengar jawaban darinya.

"Gue udah minta bantuan Papa sama orang-orang kepercayaannya buat nyari Flo. Tapi, sampai detik ini, gue atau pun orang-orang suruhan Papa sama sekali belum nemuin kebradaan Flo. Bahkan orang-orang di Rumah Singgah pun bungkam saat gue tanya ke mana Florain." Radel menghela napas, ia pun tidak tahu keberadaan sahabatnya, yang juga kekasih Freya. Bertahun-tahun ia mencari keberadaan sahabatnya itu. Hampir ke seluruh penjuru Kota, bahkan hingga ke kota-kota di sekitarnya, namun pencariannya masih belum membuahkan hasil.

Jessi merangkul tubuh Freya, mengusap bahu sahabatnya itu untuk menenangkan Freya yang terlihat akan menangis. "Aku yakin, Fre, enggak lama lagi Florain pasti balik ke sini."

~~~ 

Florain tengah bersandar di bawah pohon mangga di halaman rumahnya. Siang hari yang biasanya terasa panas menyengat, hari itu terasa sejuk akibat hujan yang membasahi bumi tadi pagi. Pemuda itu memejamkan mata, telinganya disumbat earphone yang disambungkan melalui ponsel pintar kentang miliknya.

Satu lagu yang terus menerus ia putar tanpa bosan, lagu yang menjadi kenangan bersama gadis pujaan hatinya.

Dapatkah, selamanya kita bersama. Menyatukan perasaan, kau dan aku.

Sepenggal lirik favorit Florain dan Freya. Sebuah harapan agar keduanya bisa tetap bersama. Namun takdir tidak berpihak pada mereka, di akhir masa sekolah mereka keduanya harus terpisah, tepatnya dipisahkan oleh sesuatu yang tak kasat mata.

"Jang, rencangan* Abah ka Kota!"  seruan dari luar pagar kayu rumah Florain menyadarkan pemuda itu. 

"Enya*, Bah. Hayu!"

Hari itu, untuk pertama kalinya Florain akan kembali ke Kota, setelah sepuluh tahun berdiam dan mengasingkan diri di Desa tempatnya tinggal saat ini.

==========

Catatan

Rencangan = Temani
* Enya = Iya 

==========

Bandung, 19/08/2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top