7

Jemima hanya mengangguk. Ia tidak terlalu suka dengan dunia seperti itu. Mengurus pekerjaan, bunda, dan panti saja waktunya seolah tidak cukup.

"Menurut lo gue harus terima?"

"Ya, wajiblah. Ini kesempatan bagus. Biasanya tamu mereka memang benar-benar diseleksi. Mereka nggak akan mau sama yang pansos apalagi seleb dadakan."

Jemima hanya mengangguk.

"Siapa tahu ini waktunya lo bisa menunjukkan sama Dito, kalau lo terlalu berharga untuk dicampakkan seperti dulu."

"Nggak usah nyebut nama dia."

"Bu bos, jadi perempuan jangan terlalu pasrah. Ingat, lo punya segalanya. Cantik, pintar, berpendidikan. Sampai-sampai tim Azka aja melirik lo sekarang. Nggak masalah kalau sesekali menunjukkan sama dia, tentang kehebatan lo yang sekarang. Biar dia nyesel abis-abisan. Dan lo juga bisa sukses tanpa harus dekat dengan dia. Lo mau, kan? Jangan lupa bayaran mereka gede. Dan kalau sampai akun lo ikutan centang biru? Udah, resign aja dari sini. Endorse-nya bukan kaleng-kaleng."

"Gue nggak berpikir sejauh itu. Buat gue kalaupun menerima tawaran wawancara ini, cuma agar bisa memberi inspirasi buat orang lain. Supaya mata mereka terbuka tentang bagaimana panti asuhan sebenarnya. Tapi sampai sekarang heran, kenapa gue yang terpilih?"

"Makanya lo omongin aja sama timnya, diskusi tentang pertanyaan yang akan diajukan. Sekalian tanyain kenapa lo dipilih. Gue yakin lo akan menerima bayaran besar."

"Gue bukan siapa-siapa. Angka sama sekali bukan tujuan gue."

"Jangan ngomong begitu. Lo pasti istimewa makanya mereka mau nawarin. Ayolah, ini kesempatan yang bagus. Siapa tahu jadi cara Tuhan untuk membuat lo terkenal. Dan satu lagi, siapa tahu abis wawancara ada yang naksir terus langsung ngajak kawin."

"Sembarangan banget, sih, lo! Gue tanya dulu, deh, nanti. Dan tolong jangan bilang sama siapa-siapa dulu. Kalau nggak jadi nanti gue malu."

"Iya, janji! Banggalah dengan semua hal positif yang lo punya. Supaya lo bisa bantu anak-anak lebih banyak lagi. Gue yakin lo bisa lebih sukses dari yang sekarang."

Jemima akhirnya tersenyum lalu mengangguk.

***

Akhirnya Jemima menerima tawaran dari Azka setelah mereka sepakat tentang beberapa hal. Wawancara dilaksanakan di studio milik pria itu. Ada banyak kru yang sudah hadir. Saat memasuki ruang rias, Jemima dibuat kagum. Rosa benar, di sini seluruh tim sangat profesional. Ia cukup duduk diam, seorang kru yang bertugas mendampingi kembali memberitahukan tentang pertanyaan yang akan diajukan. Ia menyetujui. Selesai dirias, Jemima diminta mengganti pakaian. Untuk yang satu ini dia meminta hanya perempuan yang membantu. Benar-benar merasa spesial.

Jemima hampir tidak percaya melihat penampilannya dikaca. Begitu selesai mereka melakukan sesi foto. Kini ia duduk di sebuah ruangan dengan latar belakang berwarna hitam. Sehingga mereka berdua terlihat lebih bersinar.

"Duduk yang nyaman saja." Perintah Azka dengan suara ramah.

"Terima kasih."

"Ada yang mau kamu sampaikan sebelum kita mulai? Selain beberapa pertanyaan saya yang kamu tolak?"

Ya, ia memang tidak ingin ada pembicaraan yang berbau politik. Selain tidak menguasai, ia juga tidak suka. Akhirnya lampu mulai menyala, Jemima meremas jemarinya. Azka menaikkan tangan sambil berkata.

"Dia keringatan, coba perbaiki dulu." Pria itu kemudian menatap ke arahnya. "Bersikaplah senatural mungkin. Jangan gugup. Tidak ada yang perlu kamu takutkan di sini."

"Masih tidak percaya."

"Tidak hanya kamu, saya juga. Karena itu kita harus menggali lebih dalam supaya pembicaraan ini berguna bagi banyak orang. Hidup tidak hanya tentang menjadi terkenal dan banyak uang, tetapi juga bagaimana kita bisa berdampak bagi dunia. Seperti janji sebelumnya, kalau ada sesuatu yang akan merugikan diri kamu, kami akan mengedit vidio dengan persetujuan kamu."

Jemima mengembuskan nafas panjang kemudian mengangguk. Sampai kemudian ia merasa benar-benar siap. Pria di depannya terlihat sangat tenang dan dewasa. Dan aura positif itu kini menjalar padanya. Akhirnya wawancara dimulai.

Azka : "Selamat pagi, kebetulan di sini masih pagi. Apa kabar kalian semua, saya harap baik. Sebelumnya saya yakin tidak banyak yang tahu tentang tamu saya kali ini. Pada awalnya saya pun tidak mengenal dia. Kami bertemu di sebuah acara, ketika dia sedang menyiapkan anak-anak panti asuhan yang dipimpinnya untuk tampil pada sebuah acara besar. Yang menjadi poin penting di sini adalah, selama ini kita disuguhkan pada pemandangan tentang anak-anak panti asuhan yang terlihat harus dikasihani karena tidak punya orang tua. Bahwa mereka tidak beruntung dan segala macam hal miris lainnya. Dengan mata sedih menatap orang lain. Berpakaian seragam, lalu tampil di depan donatur dengan berdiri berjejer untuk menyalami sambil mengucapkan terima kasih. Saya kebetulan mendapat kesan yang berbeda ketika anak-anak itu sedang bersama Jemima. Mereka tumbuh menjadi anak-anak yang penuh percaya diri dan sangat natural. Terlihat jelas mereka berada di tempat di mana seharusnya anak-anak tumbuh. Saya benar-benar salut, dalam hati bertanya, bagaimana caranya menjadikan anak-anak yang jauh dari orang tua bisa tumbuh seperti itu. Karena itu hari ini saya mengundang beliau kemari. Perkenalkan, Jemima Andriana. Halo apa kabar?"

Jemima : "Baik Mas Azka, terima kasih."

Azka : "Nama panggilan kamu, Ima, ya."

Jemima : "Iya, Mas."

Azka : "Senang bisa bertemu di sini. Ketika ada pagelaran itu, saya melihat kamu di belakang panggung dan cukup lama memperhatikan."

Jemima : "Maaf, saya tidak tahu karena sibuk mempersiapkan anak-anak. Itu adalah panggung besar mereka yang pertama."

Azka : "Saya yakin kamu memang tidak tahu, karena sibuk mengurus mereka. Kalau boleh cerita, sudah berapa lama berkecimpung dalam bidang ini, Jemima?"

Jemima : "Sepertinya hampir seusia saya, sih."

Azka : "Boleh diceritakan dari awal?"

Jemima : "Panti asuhan itu dibangun oleh orang tua saya yang kebetulan karena sesuatu hal tidak bisa memiliki anak lagi. Lalu ketika itu ada orang yang mengantarkan anak atau keluarga mereka untuk diasuh. Lama-lama jadi banyak. Akhirnya tercetuslah ide untuk membangun panti asuhan. Karena tidak mungkin semua diadopsi. Dan untuk mengadopsi juga, kan, jalurnya panjang banget. Sementara nggak mungkin juga kalau dikembalikan pada keluarga. Kalau diambil panti sosial yang berwenang juga kasihan, karena kadang mereka juga sudah overload."

Azka : "Kalau boleh tahu anak-anak itu berasal dari mana saja?"

Jemima : "Ada yang ditinggalkan oleh ibunya di bidan saat melahirkan. Ada juga yang awalnya dititipkan pada nenek atau keluarga lainnya. Kemudian orang yang dititipi tersebut meninggal sementara orang tua kandungnya tidak tahu berada di mana. Ada juga yang, maaf korban kekerasan atau pelecehan seksual. Banyak, sih, latar belakang mereka."

Azka : "Yang paling menyedihkan?"

Jemima : "Korban kekerasan dan pelecehan seksual. Karena selain luka fisik, ada luka batin yang proses sembuhnya jauh lebih lama. Atau ada yang pernah ibunya meninggal karena dibunuh ayahnya di depan mata anak-anaknya. Ayahnya masuk penjara dan anak-anaknya tidak ada yang mengurus. Keluarga tidak mau tahu, akhirnya tetangga melaporkan pada kami. Lama banget anak-anak itu takut ketemu orang dan lebih suka diam di kamar. Kemudian mengalami mimpi buruk tengah malam seolah-olah ibu mereka datang untuk minta tolong. Keesokannya mereka bisa menangis sepanjang hari."

Azka mengembuskan nafas panjang sambil menatap Jemima penuh prihatin.

Azka : Bisa separah itu ternyata. Selama ini saya mengira mereka hanya sekadar tidak memiliki orang tua."

Jemima : "No, kadang orang tua ada tetapi tidak bertanggung jawab. Misal kedua orang tua, bercerai lalu meninggalkan anak-anak begitu saja dengan orang lain, misal nenek atau paman. Yang terakhir kalau perempuan cenderung lebih mudah untuk mendapatkan kekerasan seksual dari orang sekitar. Awalnya dengan iming-iming makanan, akhirnya berubah jadi ancaman."

Azka : "Ada yang sampai seperti itu?"

Jemima : "Ya, ada beberapa kasus."

Azka : "Tidak lapor pada pihak yang berwenang?"

Jemima : "Mas tahu sendiri bagaimana ujungnya. Sulit sekali untuk mendapatkan tanggapan. Apalagi kadang tidak ada saksi dan keluarga takut menanggung malu."

Azka : "Kalau untuk korban kekerasan, apa yang kalian lakukan?"

Jemima : "Biasanya pendekatannya lebih sulit karena mereka tidak mudah percaya pada orang lain. Butuh waktu untuk mengembalikan kepercayaan diri. Yang masih bayi, biasanya lebih mudah."

Azka : "Caranya?"

Jemima : "Menyediakan waktu untuk mendengar. Baik itu tentang masa lalu atau keseharian mereka. Butuh waktu memang agar mereka juga percaya pada kita. Kalau waktunya sudah tepat, kita ajak bicara tentang masa lalu supaya luka yang tersimpan itu keluar. Berdoa bersama sebelum tidur dan pagi hari sambil memberi nasehat dan berbagi pengalaman. Menanamkan pada mereka, bahwa mereka berharga, dan kehadiran mereka di dunia pasti sudah ada dalam rencana Tuhan. Tidak ada ciptaan Tuhan yang tidak berguna. Mereka tidak mungkin melupakan masa lalu yang pahit, tapi tetap bisa membuat mereka merasa berharga. Tidak semua orang sukses memiliki masa lalu yang baik, 'kan?"

Azka : "Apakah itu sulit?"

Jemima : "Sangat."

Azka : "Kenapa?"

Jemima : "Karena banyak yang sudah membentengi diri sejak awal. Mensugesti diri bahwa mereka adalah anak pembawa sial yang tidak layak bahagia dan tidak disukai orang. Sepertinya orang di sekitar mereka sering mengatakan itu. Bahwa masa depan mereka akan susah karena kutukan. Padahal sebenarnya orang lain tidak berhak mengatakan itu."

Azka : "Apakah mereka menjadi anak pemberontak?"

Jemima : "Ada yang seperti itu, ada yang tidak. Ada juga yang jadi pandai memanipulasi. Semua harus kita perhatikan satu-persatu."

Azka : "Anda juga bekerja?"

Jemima : "Ya,"

Azka : "Masih punya waktu untuk mendengarkan mereka?"

Jemima : "Ya, bergantian dengan mami. Kebetulan beliau sudah pensiun sekarang. Kalau dulu mami bekerja di pemerintahan. Kita akan berkumpul saat malam."

Azka : "Biaya panti asuhan, keluar dari saku anda berdua?"

Jemima : "Waktu papi masih hidup, papi membiayai. Setelah beliau tidak ada, beruntung selalu ada donatur."

Azka : "Apakah mereka selalu memberi?"

Jemima : "Ada yang tetap dan sampai sekarang masih memberi. Ada yang sifatnya memang musiman, misal menjelang hari besar keagamaan. Biasanya banyak yang datang berkunjung."

Azka : "Ada yang membuat tidak nyaman tentang itu?"

Jemima : "Banyak yang datang hanya untuk selfie, memberi bantuan lalu langsung pergi tanpa sempat berbincang."

Azka : "Berarti ada yang datang hanya untuk sekedar status di sosial media saja?"

Jemima : "Ya,"

Azka : "Ada pengalaman menarik tentang Donatur? Misal yang mengecewakan."

Jemima : "Banyak, sih, sebenarnya. Kalau boleh bercerita pernah sekali dalam sebuah acara sosial, ada yang berulang kali menyampaikan agar hubungi dia saja jika suatu saat kami butuh bantuan. Saya tahu beliau memang sangat kaya. Itu diucapkan berkali-kali. Sayangnya ketika kami benar-benar butuh bantuan, telepon kami tidak diangkat dan pesan tidak dibalas. Bahkan akhirnya nomor kami diblokir."

***

Happy reading

Maaf untuk typo

291024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top