Siapa

“Eila, Ayah dengar akhir-akhir ini kamu sering keluar malam, benar?

Aku mengernyitkan dahi, kebingungan. Ini sudah pagi ketujuh sejak Ayah mengatakan hal yang sama.

Tidak baik kalau anak perempuan keluar malam, bahaya. Setidaknya, jaga nama baikmu dan Ayah. Hati-hati, Il. Akhir-akhir ini, sudah tiga orang gadis dari kampung kita yang hilang. Kabarnya, ada penculik yang bekeliaran, belum tertangkap.”

Lagi. Kalimat itu lagi.

Ayah, Ila kan sudah bilang, Ila tidak keluar malam sama sekali. Kembali, jawaban sama yang dilayangkan adikku. Wajahnya tampak jengkel karena dituduh terus-terusan. Aku mengangguk mantap, mengiyakan untuk membelanya. Ila bersamaku sepanjang malam, Ayah. Aku membantunya mengerjakan tugas. Setelahnya, kami bermain kartu lalu merebahkan diri di kasur. Aku bahkan mengawasinya dalam tidur. Anak ini tidak pergi ke mana-mana.

Kini, giliran Ayah yang mengernyitkan dahi keriputnya. Terus, siapa yang pergi keluar setiap malam? Mang Supri, yang bertugas ronda tadi malam, bilangnya lihat kamu jalan ke arah makam.

Aku dan Ila bertukar pandangan. Mungkin Mang Supri salah lihat, Yah. Lagipula buat apa Ila pergi ke makam malam-malam?”

Ayah terdiam, tak lagi menyangkal. Ya sudah, sana berangkat sebelum terlambat. Hati-hati di jalan.

Aku dan Ila bergantian mencium tangan Ayah, kemudian berangkat ke sekolah.

Kenapa ya, Teh? Ayah nuduh Ila keluar malem terus seminggu ini. Ila berteriak dari jok belakang.

Entahlah, Teteh juga bingung, timpalku sembari mempertahankan fokus pada jalanan. Aku harus menjawab apa lagi? Aku sendiri tidak tahu jawabannya.

***

Ila mengajakku bertemu di taman belakang sekolah, tidak seperti biasanya. Biasanya, bocah ini akan menyeretku ke kantin, tepat ke depan Mang Mahmud, penjual bakso di kantin sekolah kami.

Kenapa, Il? Tumben. Bosen makan baksonya Mang Mahmud, ya?

Ila tersenyum. Tersenyum aneh.

Iya, Kak. Ila maunya makan yang lain. Kak?

Kak? Aku memandangnya heran. Ila selalu memanggilku Teteh sebelumnya.

Yahh, ketahuan, ya?

Aku makin bingung, mulai merasa ngeri ketika mendengar suara Ila berubah. Ketahuan apanya, Il? tanyaku, berusaha berpikir positif. Ila tak segera menjawab. Gadis itu hanya tersenyum. Makin lebar, makin lebar. Ila, ada apa dengannya?

Teh!

Hari ini  Ila mau makan Teteh. Memakanku? Anak itu berujar dengan nada gembira. Dengan sebuah seringaian lebar di wajahnya. Tawa melengking terdengar jelas.

Makanan kemarin enggak ada yang enak. Yah, tapi, untungnya Ila udah lihat Teteh baik-baik seminggu ini. Ila yakin, Teteh  rasanya manis! Daging termanis yang pernah Ila makan!

Aku merinding, ngeri mendengar suara aneh dan menyaksikan seringaian lebar itu. Pada saat gadis itu mencengkeram leherku, aku tahu, dia bukan Ila. Aku harus lari!

________

Cermin by maev_exzth

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top