Penyembah Jeritan

Sudah tiga hari belakangan ini, aku selalu pulang malam akibat pekerjaan yang tiba-tiba menumpuk. Orang-orang sedang membicarakan penguntit yang mengganggu mereka ketika melintasi salah satu jalan. Kebetulan aku juga melewati jalanan yang sama setiap malam, tapi aku tidak pernah merasa diikuti oleh seseorang. Selama tiga malam, aku selalu pulang hampir lewat tengah malam, namun aku selalu menjadi satu-satunya pengendara yang melewati tempat itu.

Malam ke empat ini rasanya berbeda. Aku merasa sedang diikuti, tapi aku tidak melihat siapa-siapa ketika melirik sekilas kaca spion. Aku pun melewati jalanan yang sedang menjadi buah bibir. Telingaku tidak sengaja mendengar suara jeritan perempuan. Aku mematikan mesin dan melepaskan helm. Suara jeritan itu semakin jelas. Aku turun dan menemukan motor matic terbaring beberapa meter di depanku. Aku mencari-cari orang yang menjerit itu dengan lampu flash ponsel.

“Hallo?!” tanyaku. Namun tidak ada jawaban. Aku masuk ke dalam semak-semak dan terkejut bukan main, ketika menemukan seorang perempuan yang tidak sadarkan diri. Tubuhnya dipenuhi oleh tusukan benda tajam, darah memenuhi sekujur tubuhnya seolah dia disiram cairan tersebut. Aku meraih tangannya untuk merasakan denyut nadi. Untunglah aku masih mengenakan sarung tangan, tidak lucu jika aku dituduh sebagai pelaku atas kejadian ini hanya karena sidik jari. Dia masih hidup.

Aku buru-buru menelepon pihak berwajib dan melaporkan kejadian ini pada mereka. Ketika selesai menelepon, aku menyorot kembali ke arah perempuan itu, dan dia menghilang. Aku melirik ke sana kemari dan meneriakkan, “Hallo?!” beberapa kali. Namun nihil. Aku baru menyadari sesuatu dan buru-buru pergi dari tempat itu. Manusia bisa lebih menyeramkan dari hantu.

Aku naik ke motorku, mengenakan helm, memutar kunci. Sebelum aku bersiap menyalakan mesin, aku merasakan seseorang naik ke boncenganku dan melingkarkan tangannya ke perut. Aku menunduk dan melihat kaca spion. Perempuan itu. Ada pisau tajam di tangannya yang sedang menyusuri jaket sampai menyentuh leher bagian bawahku. Aku menelan ludah dan mulai berkeringat. Memikirkan bagaimana caranya melarikan diri di tengah-tengah ketegangan ini.

“Aku udah merhatiin kamu lewat dari tiga hari yang lalu,” katanya, berbisik sangat dekat. “Aku ingin dengar kamu menjerit.” Dia menusuk perutku dengan tangannya yang lain. Aku menjerit kesakitan. Kukira dia hanya membawa satu pisau.

“Nah! Begitu,” bisiknya. “Suara kamu enak banget pas jerit.”

Aku berpikir cepat, mati tanpa perlawanan bukanlah ide yang bagus. Aku meronta dan membuatnya terjatuh dari motor. Dengan cepat, aku melemparkan pisau yang masih menancap di perutku. Meninggalkan posisi netral dan mulai memasukkan gigi, lalu tancap gas menjauh dari jalanan sepi yang jaraknya sekitar satu kilometer. Aku merasa pusing di tengah-tengah berkendara. Aku menunduk dan menyadari jika lukaku cukup dalam. Darah mengalir deras bahkan membasahi bagian pahaku dan menetes ke jalanan. Aku berdoa agar dapat keluar dari tempat ini sebelum benar-benar kehilangan kesadaran. Namun doaku tidak terkabul, aku terjatuh karena badanku terasa lemas, motorku terpelanting dan aku menabrak trotoar.

Perempuan itu kembali dengan tubuhnya yang dipenuhi darah. Dia mengangkat pisaunya tinggi-tinggi dan mulai menusukku berkali-kali. Aku berusaha melarikan diri dan melawan tapi ....

_______

Cermin by Gabrielmalaikatagung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top