Mad (Never) Here

“Kau masih bisa berubah pikiran, Harper.”

Harper menggeleng dan memantapkan dirinya untuk menggeser rolling door berkarat dari sebuah panti yang lama ditinggalkan. Noah sahabatnya sempat ragu, tetapi lebih tidak punya hati untuk meninggalkan Harper sendirian.

“Aku yakin dengan mimpiku: Madeleine sungguh memanggilku kembali ke tempat ini.” Harper  bicara. Ia menyalakan senter pada ponselnya, lantas melangkah menuju tangga panti yang selalu diingatnya.

Ketika sampai di ujung tangga, keduanya berhenti menatap plat nomor ruangan beserta nama penghuninya yang berjajar di ujung koridor. Terdapat lima anak penghuni lorong tersebut, keduanya termasuk. Tidak ada anak bernama Madeleine di antara tiga nama yang lain.

“Obsesimu terhadap Madeleine ini sungguh meresahkan. Baiklah supaya kau puas.”

“Dia nyata.” Harper menatap Noah, seakan sahabatnya sudah mengira dia telah kehilangan kewarasan.

Pintu koridor terbuka. Tempat ini tidak terlihat seperti sehabis dilahap api. Bahkan, tidak banyak yang begitu berubah dari terakhir kali Noah dan Harper ‘lulus’ dari panti. Lorong tempat keduanya tumbuh dan pulih memang bukan tempat paling ceria, tetapi penampilan terbengkalai ini membuat kesan semakin horor di mata keduanya. Ditambah lagi, adanya warna mencolok aneh yang sudah mereka perhatikan semenjak menginjakkan kaki di pekarangan panti.

Tempat ini dipenuhi bunga mandevilla semerah darah.

“Ini pemandangan yang sama di mimpiku.”

Seakan tidak ditakuti dengan intuisi tersebut, Harper melangkahkan kaki. Semakin dalam, semakin lebat pula tanaman rambat hingga akhirnya bersarang pada knop pintu di ujung. Sebuah papan kayu yang terukir kasar masih terbaca tulisannya, terlepas telah dimakan usia.

'JANGAN DIBUKA'
'Noah, silakan'

Keduanya membeku. Noah bingung sendiri soal ketakutannya yang mampu menulari Harper. Perintah di papan itu terlalu spesifik. Sepertinya Noah yang masih belia juga belum terlalu pandai membaca sampai-sampai tidak mengingat peringatan sespesifik itu.

Noah menggapai lengan Harper, menyadarkannya untuk segera pergi. Harper tidak mengatakannya tetapi ia demikian setuju. Namun, baru saja keduanya hendak berbalik, mendadak saja pintu yang ditumbuhi tanaman tersebut terbuka.

Hanya pemandangan gelap di ruangan tersebut. Noah-lah yang menyorotkan senter ponselnya ke arah ruangan tersebut. Disanalah mereka melihatnya perlahan. Sebuah sosok tubuh gadis berambut ikal panjang yang tergantung di antara bunga yang merambat. Ia tidak mengenakan busana, sehingga sambungan kayu antar persendiannya terlihat nyata. Tubuh kayunya lapuk, ditumbuhi dengan bunga mandevilla yang berjuntai melorot bagai ceceran darah.

“Maddy ...” penampakan tersebut merupakan alarm terakhir Harper untuk cepat-cepat pergi.

Harper berbalik, menarik kerah Noah yang justru sekarang mematung. Pelariannya terhenti, berkat juluran tanaman yang seketika merambat dan berusaha menutupi jalannya. Harper merasakan sesuatu bergerak menggerayangi jemarinya yang menarik kerah Noah. Begitu ia sadari, juluran tumbuhan telah memisahkannya dengan Noah.

Noah, lebih dekat dengan posisi tubuh Maddy, nampak tidak bergeming ketika Harper memanggil-manggilnya. Tubuh Maddy mendekati Noah, tangannya menjulur.

“Mad! Akulah yang kau panggil ke tempat ini!”

Rahang kayu Madeleine terbuka lebar. Bunga merah keluar dari lubang tersebut, “Ya ....”

“Hanya saja, aku tidak tahu masih ada yang selamat selain kau, Harper.”

Bunga merah mendadak menjulur dari mulut Noah, dan sebelum Harper dapat meraihnya, Maddy mendadak menarik tubuh pemuda itu. Harper pun ditarik oleh kumpulan akar di sisi lain. Kegelapan mengisi pandangan, tetapi satu-satunya yang Harper sadari: ia telah terpisah dengan Noah.

______

Cermin by turmalin_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top