Hati Batu

Jalanan cukup sepi malam itu. Hujan baru saja berhenti dan meninggalkan jejak-jejaknya di sepanjang jalan. Seorang perempuan sedang berjalan sendirian di bawah remang-remang lampu jalanan. Tangannya memegang gawai yang mengambil alih fokus dari tatapan matanya. Ia terlihat berjalan dengan cepat. Khas wanita dewasa muda independen yang baru pulang bekerja di pukul sepuluh malam. Namun ia kurang beruntung malam itu. Serigala sedang mencari mangsanya.

Dimulai dari gawainya yang tiba-tiba kehilangan koneksi internet, lalu jalanan yang semakin sepi. Wanita itu terlihat kesal karena kehilangan semua hal yang membuatnya tidak sadar bahwa dia berjalan di tempat yang rawan. Sebuah tempat yang tidak jauh dari hutan kota. Dipenuhi pepohonan besar dan semak belukar. Ia melirikkan matanya ke sana kemari dengan awas. Waspada jikalau ada yang menerkamnya dari balik tumbuh-tumbuhan. Tapi serigala tidak menerkam saat mangsanya waspada. Mereka menunggu santapannya lengah sebelum menyerang.

Tusukan dari sebuah gunting menancap di punggung bagian tengahnya. Cukup fatal. Kalau tidak salah itu adalah ginjal. Dengan raut terkejut dan takut, wanita itu refleks berbalik dan menghantamkan tasnya ke wajah pria yang menusuk punggungnya. Sudah aku duga, dia bukan perempuan sembarangan. Dia tipe orang yang balik melawan saat diserang. Namun apa yang dia lakukan percuma saja. Pria itu buru-buru mencabut gunting dari tubuh si wanita itu dan menusukkannya lagi ke bagian leher. Darah menciprat seketika ke berbagai arah, karena memotong pembuluh darah besar yang memiliki tekanan cukup tinggi. Wajah si wanita pucat dengan mata terbelalak. Mencoba memproses semua yang terjadi pada dirinya. Ia terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kehidupan mandiri yang telah ia bangun sejak sekolah, malah berakhir karena orang lain. Padahal, ia tidak pernah menjadikan satu orang pun sebagai penghambat dalam hidupnya. Siapa sangka hidupnya akan selesai dalam sebuah kecelakaan.

Aku, yang baru pulang dari psikiater untuk menjalani terapi karena kehilangan empati terhadap sesuatu, balik arah dan menjauhi tempat perkara. Aku pikir, menelepon 911 hanya akan membuatku menjadi tersangka karena aku adalah satu-satunya saksi mata. Lebih baik aku pura-pura tidak tahu saja. Aku memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaket dan menaikkan tudung. Berjalan dengan santai.

____________

Ditulis oleh Gabrielmalaikatagung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top