Hasrat

PRIA itu kembali membawa seorang gadis setelah tiga belas bulan sejak mangsa yang sebelumnya. Semua gadis selalu berpenampilan berbeda. Terhitung ada tiga belas, termasuk dengan gadis ini——yang paling berpendidikan dan sangat menjunjung tinggi nilai yang ia anut.

Seperti semua korbannya, ia mengikat kaki dan tangan gadis itu di sebuah kursi ketika tak sadarkan diri. Aku selalu ingin memperhatikan wajah pria itu ketika melakukan ritualnya. Ia selalu terlihat tenang. Ketenangan yang mengaburkan gejolak kebahagiaan, perpaduan antara adrenalin dan endorfin yang menguar dari aura tubuhnya.

Laki-laki bersahaja. Senin sampai Jumat bekerja, rutin pergi ke tempat kebugaran tiga kali seminggu, makan-makanan sehat, tinggal di tempat dengan interaksi sosial tinggi, memiliki pertemanan yang luas, ramah, enak dipandang. Siapa sangka orang seperti dirinya memiliki kelainan mental, yang membuatnya memiliki tempat di pinggiran kota kecil indah untuk menyembah si Hasrat.

Dia menyiapkan semuanya dengan matang-matang. Menyusun setiap bahan-bahan yang dibutuhkan di atas altar. Aku selalu terpukau dengan semua yang dia lakukan. Dia bekerja sangat bersih sampai tidak ada sedikit pun cipratan di lengan bajunya, memaksa setiap orang yang mengenalnya untuk tidak memiliki satu pun kecurigaan.

Korbannya terbangun. Lalu mulai mengatakan berbagai macam jenis pertanyaan dan pemikiran, yang hanya dibalas oleh pria itu dengan sebuah kalimat, “Aku hanya ingin kamu ngomong iya ke semua permintaan yang akan aku utarakan.”

“Kamu gila!” balas si gadis. Semua orang yang ia bawa selalu menyebutnya gila. Padahal ia hanya menginginkan semua gadis, yang ia bawa ke tempat itu, untuk berkata “iya” ketika ia mengutarakan permintaan.

Perdebatan panjang terjadi. Pria itu selalu menjawab, merespons, maupun meminta, dengan ekspresi yang terbit tenggelam. Aku memuji benar kualitasnya untuk mengubah emosi secepat kedipan mata. Bahkan aktor sekalipun akan memilih menjadi pengangguran setelah melihat kemampuannya.

Pria itu mulai menyerang titik kelemahan si gadis. Membuat gadis itu tidak berdaya dan pasrah akan obsesi aneh dari seorang laki-laki yang dianggapnya sebagai pacar.

“Iya,” kata gadis itu, ketika ia mendapatkan pertanyaan, “Apakah aku boleh melihat darah di balik kulit lengan bagian atasmu?”

Tangannya sangat hati-hati ketika menggerakkan pisau tajam untuk menyayat bagian yang ia inginkan. Darah mulai mengucur dan jeritan memenuhi ruangan. Berbarengan dengan itu, kenikmatan dari keinginannya yang terpenuhi memenuhi seluruh jiwa. Membuatnya menggigit bibir.

“Terima kasih,” katanya, sambil mengecup pipi gadis di hadapannya. Gadis itu membalas dengan meludahinya.

Tidak berhenti sampai di situ. Seperti sebuah candu yang menginginkan lebih, ia kembali meminta, “Apakah aku boleh, melihat darah di belakang kedua telingamu?”

“Iya.”

Permintaan dan jawaban itu akan selalu terdengar silih berganti sampai semua kulit terkelupas dari tubuh gadis tersebut. Sampai ia berlumuran darah si gadis dan membuat si Hasrat datang untuk bercinta dengannya.

Sedangkan aku, selalu tersenyum menyaksikan setiap bagian dari sabat hitam yang rutin ia gelar hanya untuk mendapatkan kenikmatan yang diberikan si Hasrat. Aku akan tertawa sangat puas melihat rapuhnya manusia yang dapat diperdaya oleh sesuatu yang nyata tapi tidak terlihat. Aku akan menunggu, sampai ia kembali menggelar sabat hitam di dalam diriku, tiga belas bulan berikutnya.

______

Cermin by Gabrielmalaikatagung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top