18. I'm Falling
Bubur abalon, sup rumput laut, dan telur gulung sudah selesai dimasak. Kini Anna tengah menyiapkan teh ginseng untuk Jimin, berinisiatif dengan harapan pria itu segera sembuh. Sungguh memilukan melihat pria yang gila kerja kini menjadi terpuruk di atas ranjang.
Anna sudah siap dengan semua menu sarapan untuk Jimin. Namun, Kim Taejoon belum juga keluar dari kamar pria itu. Wanita itu kini mengecek jam pada dinding ruang tamu, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas dan ini sudah hampir waktunya makan siang. Ia teringat jika Jimin belum memakan apapun sejak ia sadarkan diri tadi pagi.
Berpikir sesaat, lalu Anna memutuskan untuk mengantarkan makanan ke kamar Jimin. Mengabaikan Kim Taejoon yang sedang berbicara serius dengan suaminya itu, dan ia akan pura-pura tidak peduli ketika dua pria itu merasa terganggu akan kedatangannya. Kesembuhan Jimin yang paling utama saat ini.
Tiba di depan kamar Jimin, Anna hanya diam untuk beberapa saat. Ia menyadari kesulitannya saat ini, yaitu kedua tangan yang sibuk membawa nampan berisi penuh makanan, hingga ia tidak dapat mengetuk pintu. Namun, setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk masuk begitu saja meski dengan susah payah membuka gagang pintu dengan sikunya.
Langkahnya perlahan, mencoba menginterupsi obrolan kedua pria yang tampak belum menyadari kehadirannya. Namun, belum sampai dua langkah, ia dikejutkan dengan suara tinggi Jimin yang membentak Taejoon. Anna membola, menyaksikan Jimin menjadi sosok yang berbeda di hadapan sahabatnya itu.
Entah karena terlalu marah, atau memang mereka hanya fokus pada satu sama lain, terlihat dua pria itu belum menyadari keberadaan Anna di sana. Terlihat jelas dari Jimin yang masih melanjutkan amarahnya pada adik Seojoon itu.
"Jangan pernah sekalipun menjelekkan Seraku, Tae! Aku percaya Sera enggak akan mengkhianatiku. Dan asal kamu tahu, aku enggak akan berhenti mencari Sera bahkan sampai ke ujung dunia pun." Suara serak dengan nada rendah terdengar begitu mengintimidasi. Untuk pertama kalinya, Anna melihat sosok lain dalam diri Jimin.
Wanita dua puluh lima tahun itu menghela napas. Mendengar Jimin tengah membicarakan Sera bersama Taejoon, membuat dadanya terasa sesak. Anna mencoba untuk mengatur pernapasannya. Dalam hati ia merapal mantra, aku enggak akan jatuh cinta pada Hwang Jimin. Enggak akan lagi. Satu kalimat yang diulang ulang oleh bibir mungilnya.
Ia menarik napas dalam. "Berhentilah bertengkar, dan makan sarapanmu, Kids!" ujarnya terdengar tenang. Ia tengah berusaha melerai perdebatan yang sama sekali tidak ingin ia dengar ini. Kedua pria yang tengah berseteru itu seketika menegang. Namun, Hwang Jimin si aktor terbaik merubah ekspresi wajahnya secepat sonic. Ia memberikan senyuman lebar yang justru terlihat menyebalkan di mata Annastasia.
"Sayang, ngapain repot-repot membawa makanan ke kamar? Aku bisa minta Taejoon untuk mengambilkan," katanya dengan wajah yang sengaja dibuat sok imut seraya menatap sahabatnya—Kim Taejoon yang tengah memutar bola mata, jengah.
Anna terlihat abai dengan tingkah aneh Jimin. "Ini sudah hampir jam makan siang, dan kamu belum makan apapun sejak kemarin." Wanita itu berkata santai seolah tak mendengar apapun perihal pembicaraan Jimin dan Taejoon barusan. Ia meletakkan nampan pada meja kecil di dekat tempat tidur Jimin. "Ku taruh di sini, dan minta sahabatmu itu untuk menyuapi. Pastikan kamu menghabiskan makananmu, dan berhentilah membuat ulah."
Jimin mencebik sebagai respons. "Bisa kamu aja yang sauapin aku, enggak? Aku bosan lihat wajah Kim Taejoon di sini," katanya dengan nada merajuk yang terdengar menyebalkan. Hal itu sangat kontras dengan tampang menyeramkannya saat membicarakan Choi Sera yang Anna pergoki beberapa waktu lalu.
"Enggak bisa. Aku sibuk, kalau kamu butuh sesuatu, aku ada di kamar sebelah." Anna berkata singkat, lalu meninggalkan keduanya. Ada rasa nyeri di dadanya ketika melihat pria yang saat ini menjadi suaminya begitu mencintai wanita lain. Oh, ayolah! Aku bahkan berkata ribuan kali, baik pada diriku sendiri maupun pada dunia bahwa aku tidak akan mencintai Hwang Berengsek Jimin. Aku juga tidak tahu mengapa dadaku sesak sekali hingga aku kesulitan bernapas. Aku tidak boleh seperti ini. Aku tidak boleh mencintai Hwang Jimin. Tidak lagi.
*****
"Anna ...." Suara berat milik Taejoon membuat Anna mengalihkan pandangan dari layar laptopnya. Lelaki itu berjalan menghampiri Anna yang tengah menyibukkan diri di ruang tengah. Ia berusaha mengalihkan rasa penasaran terhadap obrolan dua pria yang kini salah satunya tengah berdiri di hadapannya.
"Ada apa, Tae? Jimin butuh sesuatu?" tanyanya merespons. Yang ditanya justru menggeleng. Pria itu menjilat bibir bawahnya dengan wajah bingung. Terlihat ragu akan hal yang hendak ia sampaikan.
Kini Anna memutar posisi tubuhnya agar menghadap ke arah Taejoon—menunggu pria itu berbicara. Taejoon berdehem sebelum berkata ragu-ragu. "A-apa kamu ... me-me—"
"Kamu mau pulang, ya? Kayaknya aku butuh bantuanmu lebih lama lagi untuk temenin Jimin, karena sebentar lagi aku harus pergi." Anna berkata panjang lebar memutus ucapan Taejoon. Wanita itu tahu ke mana arah pembicaraan sahabat suaminya itu, dan ia tak ingin membahas lebih jauh perihal perasaan Jimin.
Maka yang Taejoon lakukan hanya mengangguk dengan mata berkedip beberapa kali. Ia terlihat bingung dengan situasi di hadapannya. Bukannya Anna tidak mau mendengar pendapat Taejoon tentang itu, tapi ia merasa cukup tahu diri. Ia tidak pantas untuk tahu bahkan ikut campur perihal hubungan Jimin dengan kekasihnya mengingat status pernikahan mereka hanya sementara. Bahkan sejak awal mereka sepakat agar Anna menerima hubungan Jimin dan Sera. Maka apapun yang terjadi antara Jimin dan Sera, ia merasa tidak berhak untuk tahu.
"Maaf merepotkanmu, Tae. Aku ada rapat mendadak dan harus pergi sekarang." Taejoon hanya mengangguk, memperhatikan Anna yang tengah bergerak tidak beraturan. Terlihat gugup dengan tangan meraih dokumen secara acak yang tercecer di atas meja. Ia tidak bisa lebih lama lagi berada di situasi ini.
*****
"Nona, mau sampai kapan anda duduk diam di sini dan menghabiskan alkoholku?" Kalimat menyebalkan itu milik Jaemin. Namun, hal itu sama sekali tidak mengusik kegiatan Anna yang tengah menikmati segelas wine di tangannya. Alih-alih menjawab, Anna memilih menenggak habis sisa cairan di dalam gelasnya.
"Annastasia, bisa dengarkan aku sekali ini saja? Pulang, dan rawatlah suamimu yang sedang sakit!" Jaemin yang meninggikan suara terdengar frustasi. Pria yang lebih muda itu tampak lelah. Sejak pengangkatan jabatan barunya, Anna justru mengambil libur dua hari karena Jimin yang jatuh sakit. Sebagai asisten, Jaemin lah yang bertanggung jawab untuk menangani macam-macam pekerjaan Anna.
Tawa hambar lolos dari bibir mungil Anna atas ucapan Jaemin barusan. Suami katanya? Suami macam apa yang masih saja mengejar wanita lain, saat di rumah, istrinya begitu khawatir menunggunya pulang?
"Dia enggak butuh aku, Jeon! Yang dia butuhkan cuma si sialan Taejoon dan juga wanita itu."
Jaemin mengerutkan kening mendengarnya. Menduga saat ini Anna sudah mulai mabuk. "Wanita itu? maksudmua Choi Sera?" tanyanya tertarik. Pemuda itu bahkan menarik satu kursi lebih dekat dengan Anna.
"Memangnya siapa lagi? Si Budak Cinta, Hwang Jimin tidak bisa hidup tanpa Choi Sera! Kamu tahu itu, kan?"
Kini Jaemin menatap Anna prihatin. Ia mencoba untuk bersikap tenang, meski perasaan di dalam dadanya tengah berkecamuk. Merasa iba sekaligus bersalah karena entah mengapa. Ia merasa seharusnya Anna bisa bahagia atas pernikahannya. Bukan seperti ini yang ia harapkan.
Tidak ingin mengorek lebih dalam lagi luka pada wanita yang ia sayangi ini, Jaemin memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Ia hanya duduk dengan tenang menemani Anna menghabiskan satu botol wine dan empat kaleng soju di rumahnya. Ia bahkan tidak protes saat Anna mendiamkannya. Terlihat mabuk, kini Anna hanya melipat tangan di atas meja, lalu menunduk—meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan.
"Jeon, sepertinya aku mulai mencintai Hwang Jimin. Apa aku udah gila? Aku enggak boleh kayak ini, Jeon! Kamu tahu aku yang lebih dulu menyakitinya. Aku menghancurkannya dan kini dengan tidak tahu dirinya aku berkata bahwa aku mencintainya. Si sialan itu pasti sedang menertawakanku sekarang. Dia pasti sangat bangga telah membuatku jatuh padanya. Apa ini bentuk balas dendamnya padaku? Jika iya, dia jahat banget. Aku terluka, ini sakit sekali, Jaemin. Bisakah kamu menolongku? Kamu bilang akan menghajar siapa saja yang menyakitiku? Hajar dia, Jeon! Hancurkan Hwang Jimin untukku, i beg you!" Satu bulir air mata lolos begitu saja dari mata Annastasia. Wanita itu bahkan tidak dapat mengontrol ucapannya. Semua keluar begitu saja mengungkapkan apa yang mengusik benaknya hingga mabuk begini.
Ia mulai merasa pusing hingga tidak lagi mampu untuk duduk tegap. Sementara Jaemin dengan sigap meraih tubuhnya. Membawanya dalam pelukan hangat serta dengan lembut mengusap punggungnya. Berulang kali berkata bahwa tidak apa-apa. Mencintai seseorang bukanlah kesalahan. Karena perasaan itu datang begitu saja, tanpa sempat untuk kita menghindar.
Tbc ...
terima kasih sudah baca
Selamat menjalankan ibadah puasa💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top