07. Fireworks
Malam bersalju di akhir bulan desember selalu memberikan kesempatan bagi banyak orang untuk membuat momen manis dalam hidupnya. Tak jarang mereka kerap kali larut dalam euforia perayaan pergantian tahun di pusat keramaian kota. Seperti yang dilakukan dua insan, menikmati minuman hangat bersama sang kekasih, diiringi embusan udara sejuk dipadu dengan pemandangan indah tepi Sungai Han.
Terdengar sempurna bagi sepasang kekasih. Menunggu waktu berlalu dan merayakan pergantian tahun dengan pesta kembang api yang sangat indah. Jimin yakin Sera pasti menyukainya. Gadis berambut sebahu itu selalu suka kembang api, ia suka berada di keramaian, merayakan banyak pesta dan berakhir dengan senyuman ceria. Jimin telah menyusun banyak rencana untuk membuat kekasihnya bahagia. Namun, satu kalimat tanya yang lolos dari bibir mungilnya membuat pria itu meremang seketika.
"Jadi ... tiga hari lagi pernikahannya?"
Oh Tuhan, jadi ia masih sangat memikirkannya?
Jimin hanya dapat mengangguk pasrah sebagai jawaban. "Begitulah yang telah direncanakan."
Sera menunduk dengan pandangan sendu. Oh, lagi-lagi aku membuatnya bersedih. Jimin ingin sekali memaki dirinya sendiri yang tidak berdaya akan keadaan. Ia selalu membenci ketikia ia dihadapkan pada sebuah kondisi di mana dirinya tidak memiliki pilihan lain.
Sera mengangkat kepala untuk menatap Jimin. Ada senyuman pilu yang dipaksakan dari bibir mungilnya. Pandangannya sarat akan keputusasaan. Kedua maniknya terlihat berembun yang diyakini ia tengah sekuat tenaga menahannya agar tidak menjatuhkan bulir air bening dari sana.
"Jim ... ini adalah malam pergantian tahun. Mari mulai kisah yang baru dengan tahun yang baru. Ayo, kita—"
"Enggak!" Jimin buru-buru menyela ucapan Sera. Ia sudah tahu ke mana arah pembicaraan ini. Lubuk hatinya benar-benar tidak bisa melepaskan Sera. Baginya gadis itu adalah separuh dari hidupnya. Ia sudah terlalu bergantung pada kekasihnya. Rasanya Jimin tidak akan bisa hidup tanpanya meski ia sudah menikah dengan wanita lain.
"Kamu sudah mau menikah, Jim. Kita enggak mungkin melanjutkan ini," sahut Sera berusaha meyakinkan. Ia bertahan pada keputusannya.
Jimin meraih tangan gadisnya. Ia mengusap lembut kulit mulus itu. "Sera, kamu tahu aku sangat mencintaimu, 'kan? Aku enggak mau berpisah."
"Aku tahu itu dengan jelas, Jim, tapi ketahuilah bahwa aku juga enggak bisa mencintai suami orang!" ujarnya penuh penekanan di setiap kata meski ia berucap sangat lirih.
Jimin mengusap wajahnya kasar. Dipegangnya kembali tangan gadisnya lalu mengusapnya lembut. "Sera, kumohon, kita sudah membicarakan ini sebelumnya dan kamu tahu Anna sudah setuju untuk merahasiakan hubungan kita, 'kan?"
Satu bulir air bening melesak dari pelupuk matanya. "Ia mungkin setuju untuk merahasiakan hubungan kita, tetapi bagaiman dengan perasaannya? Aku perempuan, Jim. Aku enggak akan sanggup ngebayangin kalau suamiku menjalin hubungan dengan gadis lain," ucapnya disela isakan. Jimin turut terluka menatapnya. Ia benci melihat Seranya menangis.
Dipegangnya bahu Sera, menatap lurus pada manik matanya. "Sera, aku dan Anna enggak saling mencintai. Kamu tahu itu, 'kan?"
Sera menarik tangan Jimin dari bahunya. Digenggam erat tangan itu, seolah mencari kekuatan. "Lalu bagaimana dengan perasaanku, Jim? Bagaimana perasaanku ketika melihat semua orang bahagia atas pernikahanmu, tetapi bukan aku sebagai pengantin wanitanya?"
Seketika Jimin terdiam. Ia merasa tertampar akan ucapan Choi Sera, gadis yang sudah beberapa tahun ini dipacarinya. Ia termangu, memikirkan segala hal yang Sera katakan. Gadis itu benar, Jimin baru menyadari dirinya terlalu egois. Ia memaksakan kehendak tanpa memikirkan perasaan orang lain. Lagi-lagi ia menyakiti Seranya.
Ia terlalu naif untuk percaya jika cinta itu kuat. Bahkan dirinya kerap menyombongkan diri bahwa ia mampu menangani ini semua sendiri? Seharusnya Jimin bisa mempertahankannya. Seharusnya Jimin lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Seharusnya ia tidak mudah tergoda dengan tawaran murahan itu.
Jimin tidak ingin kehilangan semua yang telah dimiliki. Segala yang telah ia perjuangkan. Namun, kini ia harus memilih salah satunya. Bagaimana bisa aku merelakan salah satu dari yang kusayang untuk mempertahankan yang lainnya? Memikirkan aku akan segera menikah saja, rasanya aku hampir gila. Lalu sekarang aku dituntut untuk memikirkan rencana lain. Ini gila! Pernikahanku di depan mata. Setelah tiga bulan lamanya, mengapa baru sekarang Sera menyatakan keberatan?
Kini ia berjalan seorang diri di tengah keramaian pesta perayaan tahun baru. Setelah berdebat tanpa ujung, Sera memilih pulang dengan alasan lelah dan tidak tertarik lagi dengan pesta kembang api. Padahal Jimin sangat tahu jika gadisnya teramat menyukai hal semacam ini. Gadis itu bahkan menolak saat Jimin menawarkan untuk mengantarnya pulang. Maka yang bisa ia lakukan haya membiarkan. Jimin cukup peka untuk menyadari bahwa Sera sedang ingin sendiri.
Tengah berjalan dengan perasaan kacau, netranya menangkap sosok yang tak asing baginya di dalam sebuah kedai kopi. Annastasia Swan, gadis cantik dengan hidung mancung dan mata bulat kecokelatan. Gadis blasteran yang selalu terlihat cantik meski tanpa polesan make-up. Jimin menatap kagum pada sosoknya di balik kaca besar yang tengah menikmati secangkir minuman hangat di dalam kafe.
Tanpa menunggu, langkahnya ia bawa untuk menghampiri. Si gadis yang tengah termenung tampak belum menyadari kehadirannya. Tatapannya terlihat kosong dengan mata sayu. Sekali lagi, Jimin menyadari bahwa di sini tidak hanya dirinya yang terluka. Tidak hanya ia yang kesulitan menghadapi pernikahan ini.
Jimin menarik satu bangku di hadapan Anna. Gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali guna mengais kesadaran. Ia bahkan menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran aneh di dalam benaknya. Jimin yang melihatnya, dibuat tersenyum tipis, menggemaskan. Sangat berbanding terbalik dengan sikap yang selama ini ia tunjukkan di hadapan banyak orang.
Anaa selalu menunjukkan sikap angkuh yang menyebalkan di hadapan orang lain. Ia kerap bertingkah tegas dan sok berkuasa pada orang-orang di sekitarnya. Namun, di balik sikap dinginnya itu, ia adalah gadis yang hangat dan menyenangkan saat seseorang berhasil menjadi teman dekatnya, dan Jimin sudah mendapatkan itu—dulu. Bagaimana bisa gadis penuh pesona itu akan segera menjadi istriku?
Oh, ayolah ... lelaki mana yang dapat menolak ketika diminta menikahi gadis secantik Annastasia Swan? Namun, Hwang Jimin? Ia merasa tidak pantas untuk kesempatan itu. Ia sudah terlalu mencintai Choi Sera hingga bergantung padanya. Karena sejak saat itu—hari di mana Jimin sangat terpuruk—Sera yang datang menyelamatkan. Maka untuk itu lah, Jimin mati-matian mempertahankan hubungannya dengan Sera.
Ia bahkan tidak mengerti. Ketika dengan kurang ajar, dirinya meminta Anna memberi izin menjalin hubungan dengan gadis lain, wanita itu hanya mengangguk penuh pengertian. Kini Jimin merasa dirinya terlalu berengsek, tetapi juga tidak bisa mengelak. Ia teramat mencintai Choi Sera, hingga rasanya tidak ingin hidup tanpa gadis itu, atau ... ia hanya terlalu bergantung dan terbiasa? Apapun itu, yang jelas, Hwang Jimin tidak mau melepaskan Choi Sera.
"Kenapa menikmati momen tahun baru sendirian? Kamu terlihat menyedihkan, Annastasia," tanyanya menyapa si gadis yang termenung di hadapannya.
"Hwang Jimin? Kamu ngapain di sini?" Anna balik bertanya dengan alis bertaut, kebingungan. Sementara Jimin hanya menjawab seadanya. Ia enggan menceritakan apa yang baru saja ia alami bersama Sera, tetapi juga tidak ingin mengakhiri obrolan. Maka Hwang Jimin dan segala ide gilanya memutuskan menarik pergelangan Anna untuk keluar dari kafe, dengan alasan konyol; kencan. Sementara Annastasia, gadis angkuh yang hanya bisa luluh di hadapan pria manis penuh pesona—Hwang Jimin—hanya diam dan menurut saat dirinya dibawa entah ke mana oleh pria itu.
*****
Jimin membawa Anna ke tepi sungai di mana banyak pengunjung yang menantikan momen pesta kembang api. Tak jarang pula orang-orang menyalakan petasan kecil untuk memeriahkan suasana. Namun, bagi Anna yang tidak menyukai keramaian, hal itu cukup membuatnya tidak nyaman.
Jimin yang menyadari hal itu segera membawa ia menepi. Duduk pada bangku panjang di sebuah taman kecil yang jauh dari keramaian. Pria itu meminta Anna menunggu di sana, sementara dirinya tengah sibuk mengantri untuk membeli kudapan.
Tidak sampai sepuluh menit, Jimin kembali dengan membawa dua bungkus mandu di tangan kanan sementara tangan kirinya menenteng dua cup teh kamomil. Ia menempatkan dirinya untuk duduk di sebelah Anna lalu membuka bungkusan mandu dan menyodorkannya pada gadis itu.
Anna menerima dengan senang hati. Dua potong kukis saat di kafe dirasa kurang untuk mengganjal perutnya yang lapar. Mereka menikmati makanan gurih itu dalam keheningan bersama teh kamomil yang dipercaya sebagai penenang pikiran.
"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Anna membuka obrolan.
Jimin tersenyum antusias dan menjawab penuh semangat. "Kami sedang menggarap film animasi baru untuk remaja tingkat akhir." Ada pancaran rasa bangga dari binar matanya. Anna dapat merasakan itu.
Setiap kali membicarakan soal pekerjaan, Jimin akan selalu bersemangat. Pria itu sangat mencintai pekerjaan yang digelutinya sejak remaja. Sebagai pembuat film animasi, Jimin tergolong orang yang penuh perjuangan. Sebab dulu ayahnya tidak mendukung pekerjaan tersebut.
Tuan Hwang—sebagai rekan bisnis Tuan Kim—selalu menuntut Jimin untuk bergabung pada perusahaan mereka yang bergerak di bidang fashion. Namun, sebagai orang yang penuh pendirian, Jimin memiliki dunianya sendiri. Ia bahkan sudah membuat beberapa animasi sejak masih kuliah, meski itu bukan jurusannya. Tentu saja Tuan Hwang tidak akan mengizinkan putra tunggalnya itu mengambil jurusan selain manajemen bisnis.
Kegigihannya mampu meluluhkan hati sang ayah pada akhirnya. Meski ia sempat kabur dari rumah dan bekerja di stasiun televisi, tetapi pada akhirnya Jimin mampu membuktikan kesuksesannya. Hingga kini ia berhasil membangun rumah produksi untuk film animasinya sendiri.
Duar! Duar! Duar!
Terdengar riuh suara pengunjung taman saat kembang api mulai dinyalakan. Kedua insan yang tengah sibuk berbincang itu mendongak hampir bersamaan. Menikmati keindahan dari percikan api yang gemerlap. Diam-diam Anna melirik pada Jimin. Melihat mata sabit itu melengkung indah bersama tawa bahagia yang terbit dari bibir pria itu. Di dalam hati ia merasa senang melihatnya. Ada persaan lega karena Jimin kini tampak lebih senang dari beberapa saat lalu.
Kuharap, ia dapat selalu menujukkan senyum itu. Senyuman hangat dari wajah menggemaskanya. Senyuman yang selalu mampu menghipnotis setiap mata yang memandang untuk turut tersenyum bersamanya.
Tbc ...
Terima kasih sudah baca 💜
Aku kangen Yoongi :(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top