06. First Ever Meet
Malam pergantian tahun memang momen yang selalu dinanti-nantikan bagi banyak orang. Wajar saja jika tempat-tempat wisata di kota menjadi sangat ramai bahkan dua kali lipat. Seperti saat ini, Sungai Han menjadi tempat yang paling banyak dikunjungi oleh warga Seoul.
Annastasia tengah berjalan seorang diri menyusuri tepian Sungai Han. Ia menjadi salah satu di antara keramaian orang yang merayakan pergantian tahun. Pikirannya berkelana sementara netranya mengamati hiruk pikuk tersebut. Beberapa orang terlihat ceria dengan berbagai jajanan di tangan, sambil berjalan bersama orang terkasih. Sesekali mereka akan tertawa lalu berbincang seadanya.
Anna tidak terlalu tertarik, tetapi juga enggan untuk beranjak dari sana kendati dirinya tidak menyukai keramaian. Ia bahkan tidak tahu apa yang membawa langkahnya menuju tempat ini. Hanya ingin berjalan menikmati udara segar sekedar melepas penat. Namun, pusing mulai mendera saat dirasa dirinya mulai tidak nyaman dengan semakin banyaknya orang di sana.
Ia berjalan memasuki sebah kafe secara acak. Hanya melihat dari luar jendela, tempat itu tidak terlalu ramai pengunjung. Pada malam seperti ini, orang-orang lebih memilih duduk di tepi sungai, menantikan momen pergantian tahun dengan pesta kembang api yang diadakan pengelola tempat, alih-alih menikmati secangkir kopi di dalam kedai.
Memesan satu cangkir latte dan beberapa potong kukis almond, ia segera memilih tempat duduk paling nyaman. Sepasang bangku berhadapan di dekat jendela menjadi pilihan tepat. Karena dari sini ia dapat menikmati pemandangan di luar tanpa harus repot berada di tengah keramaian. Suasana kafe yang hangat di tengah dinginnya malam bersalju membuat Anna betah berlama-lama di dalamnya.
Ia hanya duduk termenung, memikirkan banyak hal. Dalam kepalanya membayangkan rangkaian kejadian yang akan ia jalani beberapa hari ke depan. Sebuah kehidupan baru bersama orang yang banyak menyimpan kenangan di masa lalu. Hwang Jimin, pria berjuta pesona yang membuat Anna kebingungan akan sikapnya.
Bagaimanapun juga, Anna tidak pernah dapat melupakan Jimin di masa lalu. Pria itu menoreh banyak kenangan yang tergambar jelas dalam pikirannya. Bahkan momen pertama mereka berkenalan. Ia ingat betul saat itu usianya masih menginjak empat belas tahun. Dua minggu sejak ia tinggal di Korea bersama Tuan Kim Yeonsung, Seojoon mengenalkannya pada Jimin.
Pikiran Anna kembali pada hari itu. Hari di mana ia merengek pada Seojoon untuk diajak jalan-jalan, meski sepupunya itu sudah lelah seharian mengajarinya bahasa Korea. Seojoon ditugaskan oleh Tuan Kim untuk menjaga dan mengajari Anna. Karena itu, pria yang satu tahu lebih tua darinya itu tidak dapat mengelak setiap kali gadis kecil itu meminta sesuatu.
Flashback
"Joon, what is this? Why everyone put this in here?" tanya Anna. Ia menunjuk deretan gembok yang tergantung pada kawat pembatas di atas Namsan Tower.
Seojoon merespons malas dengan merotasikan mata seraya melipat tangan di dada melihat sepupunya yang sangat rewel sejak tadi. Sepulang sekolah, ia sudah diminta menjadi guru pribadi Anna belajar Bahasa Korea. Meski cepat mengerti, tetapi Anna sangat cerewet bagi Seojoon yang pendiam. Terlalu banyak tanya dan merepotkan. Seojoon tidak suka, tetapi juga segan menolak saat Kim Yeonsung—pamannya—meminta ia menemani, mengajari, sekaligus menjaga Anna selama gadis itu di Korea.
"Kamu ini bodoh, ya? Sudah jelas itu adalah gembok!" jawab Seojoon dengan bahasa Koreanya.
Anna cemberut sambil menghentakkan kaki. "Sure I know! But, what its mean?"
Seojoon hanya dapat menghela napas lelah. "Mereka percaya, kalau meletakkan gembok yang sudah ditulis nama mereka dan seseorang yang ia sayangi, maka hubungan yang sedang mereka jalin akan bertahan lama," jawabnya menjelaskan.
Ada binar kagum dari mata Anna saat mendengarnya. Ia menepuk tangan dengan senyum ceria. "Sounds romantic. I want do that too, Joon!"
"Itu hanya berlaku bagi pasangan!" sarkas Seojoon membuat Anna semakin manyun. "Sudah lah, kamu bisa melakukan itu nanti bersama pasanganmu," lanjutnya.
"Nope. I don't wanna do something cheesey like that!" sahut Anna dengan ekspresi yang berubah secepat kilat, lalu berjalan meninggalkan Seojoon. Ia menghentakkan kaki saat mendapati sepupunya itu masih berdiri di tempat—sedang mencoba terbiasa dengan sikap Anna yang mudah berubah. "Let's go home, Joon! I'm tired!" ucapnya setengah berteriak.
Sekali lagi Seojoon menghela napas panjang. "Bisa enggak sih, kamu panggil aku Oppa? Aku itu lebih tua darimu, lagipula kamu juga harus membiasakan berbicara bahasa Korea, tahu!" protesnya seraya berjalan menyamai langkah Anna.
Anna mencebik. "Ya ya ya, araseo!" jawab Anna dengan Bahasa Korea seadanya. Seojoon melipat tangan. "Apa hanya itu yang kamu pelajari selama hampir satu bulan tinggal di sini?"
"Kamu ini cerewet banget, Kim Oppa! Ayo, kita pulang, aku lelah." Anna menarik pergelangan Seojoon untuk kembali berjalan. Ia tidak mau lagi mendengar ocehan yang lebih panjang dari pria jangkung itu.
Namun, Seojoon dengan mudah menghentikan langkah membuat gadis itu berbalik. "Enggak mau! Kamu bilang mau teratktir aku makan es krim kalau aku mau menemanimu jalan-jalan, kan?"
Anna memajukan bibir lagi. "Dasar pamrih! Ya sudah, ayo kita makan es krim, lalu pulang!"
Seojoon tersenyum penuh kemenangan. Ia dengan senang hati menggandeng tangan Anna dan berjalan bersama. Keduanya terlihat akrab saat mengobrol dan sesekali tertawa akan suatu hal. Meski tak jarang juga bertengkar karena berdebat untuk masalah kecil.
*****
Anna tengah sibuk memilih berbagai topping untuk es krim. Tangan mungilya menunjuk tumpukkan cokelat warna-warni serta irisan kacang yang dicincang kasar untuk ditaburkan di atas es krim rasa vanila pesanannya. Sementara Seojoon dengan sabar menunggu di samping. Pria itu sudah menyelesaikan pesanannya sejak tadi. Tidak banyak permintaan, hanya es krim pistachio dengan lelehan cokelat di atasnya.
"Seojoon Hyung?" sapa seseorang yang baru saja memasuki kedai es krim tersebut. Merasa dirinya terpanggil, Seojoon menoleh untuk menatap sosok yang baru datang.
"Hwang Jimin? Lama enggak ketemu, apa kabar?" Seojoon segera menghampiri pria muda bernama Jimin itu. Keduanya bersalaman lalu berpelukan dengan akrab.
"Seperti yang kamu lihat, Hyung. Aku baik-baik aja. Hyung ke mana aja, sih? Aku udah lama enggak bertemu Hyung di sekolah," protes Jimin saat mereka mengurai pelukan.
Seojoon terkekeh. "Kamu berlebihan, Jim! Aku ada kok, memang lagi sibuk sama persiapan ujian aja," kilah Seojoon. Sebagai siswa tingkat akhir, pemuda itu memang kerap disibukkan dengan beragam kegiatan akademik untuk menunjang nilainya di ujian akhir nanti. Jimin yang memahami itu, hanya mengangguk penuh pengertian.
"Joon, I'm done. Let's go home!" Anna datang menginterupsi obrolan dua pria itu.
Jimin melirik sekilas, lalu bertanya, "Dia ... siapa, Hyung?"
Seojoon berdehem. "Ah, kenalkan, ini Annastasia, Jim. Dia sepupuku dari Boston, putri Paman Yeonsung," ucap Seojoon seraya memegang lembut bahu Anna.
Jimin mengerutkan kening. "B-bukankah Paman Yeonsung ...." Ia tidak dapat melanjutkan ucapannya. Namun, Anna yang cepat tanggap segera menyahut, "Iya, aku hanya anak asuh Paman Kim yang ia bawa dari Boston karena kasihan!"
"Anna, jaga ucapanmu! Paman Yeonsung enggak begitu," bela Seojoon. Ia merasa suasanya mulai memanas di antara Anna dan Jimin.
"Ah, maafkan aku. Aku enggak bermaksud begitu. Salam kenal, Annastasia. Aku Hwang Jimin," ucap Jimin buru-buru memperbaiki suasana. Ia menyodorkan tangan kanannya pada Anna. Namun, gadis itu tidak merespons.
"Kamu sudah tahu namaku, 'kan?" ucapnya lalu berlalu meninggalkan dua pria itu.
"Anna, tunggu aku! Emangnya kamu tahu jalan pulang?" Seojoon setengah berteriak lalu berpamitan pada Jimin. Ia segera menyusul Anna, sementara pria muda itu memandang kepergian dua orang itu dengan senyum tipis.
Menarik.
*****
Flasback off
"Kenapa menikmati momen tahun baru sendirian? Kamu terlihat menyedihkan, Annastasia." Satu suara menghantarkan Anna pada dunia nyata. Mengembalikan kesadarannya dari lamunan panjang tentang ingatan masa lalu yang tak pernah ia lupakan.
"Hwang Jimin? Kamu ngapain di sini?" tanyanya dengan raut bingung menatap pria yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
Jimin tersenyum manis. "Enggak ada. Aku cuma jalan-jalan aja, lalu melihatmu melamun di sini sendirian," jawabnya terdengar santai.
"Kamu sendirian? Di mana kekasihmu?" Anna bertanya spontan, lalu segera menyesali pertanyaannya. Sungguh, ia tidak ingin terlihat peduli akan hubungan pria itu, tetapi juga ingin tahu di saat yang sama.
Jimin mengangkat bahu acuh. "Bukannya kamu yang minta aku untuk merahasiakan hubungan kami pada banyak orang?" sindir Jimin yang seketika membuat Anna bungkam.
Gadis berwajah blasteran itu abai dan memilih menghabiskan latte di cangkirnya. Ia beranjak untuk pergi dari sana. Namun, satu tarikan dari Jimin pada pergelangannya membuat ia kembali duduk. Mata cokelatnya menatap tajam pada pria di hadapan yang terlihat tidak kalah kacau dengan dirinya.
"Kenapa buru-buru? Kamu enggak mau kencan sebelum hari pernikahan kita?" tawar Jimin yang seketika membuat Anna mendelik kesal.
Anna segera melepas paksa pegangan tangan Jimin pada pergelangannya. "Aku sama sekali enggak berminat. Jadi, permisi!"
Buru-buru Anna memalingkan wajah. Ada desiran aneh di dalam dada saat pria itu memegang tangannya. Namun, ia segera menyadari bahwa dirinya tidak boleh jatuh begitu saja pada pesona seorang Hwang Jimin. Setidaknya, tidak lagi.
"Sebentar saja ... temani aku, Anna," lirihnya denga suara serak.
Ada degupan jantung di atas normal yang Anna rasakan. Pikirannya kacau hanya mendengar lirihan pilu dari seorang Hwang Jimin. Betapapun ia mencoba terlihat tangguh di hadapan banyak orang, tapi kenyataannya ia hanya akan luluh pada satu rengekan dari pria tampan yang akan segera menjadi suaminya ini.
"Apa kamu baru aja dicampakkan?" sarkasnya, menutupi rasa canggung yang menggelora di dalam dada. Jimin cemberut, tidak suka mendengarnya.
"Anna, bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan? Kamu mau, 'kan? Baiklah, ayo!" Tanpa aba-aba, Jimin berdiri dan meraih tangan Anna. Ia menarik tangan itu dan membawanya keluar kafe. Alih-alih protes, Anna hanya diam dan menurut ke mana Jimin pergi membawanya. Ia hanya menikmati momen yang teramat jarang ia dapatkan sejak ia kembali ke Korea beberapa bulan lalu. Terlebih saat ia dapati Jimin mengabaikannya dan baru-baru ini ia ketahui pria itu telah memiliki kekasih
Tbc ....
Terima kasih sudah baca💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top