03. Selfish
Anna masih tertidur lelap saat Jaemin memarkirkan mobil di halaman depan restoran milik Sejin. Pria itu mendengkus saat menatap kursi penumpang, lalu melepas sabuk pengaman. Tangannya terulur untuk mengelus kepala gadis yang tengah terlelap di sampingnya, bermaksud untuk mebangunkan dengan cara yang paling halus yang ia tahu. Sebab Jaemin hafal, si gadis keras kepala ini sangat benci jika dibangunkan saat sedang tidur.
"Anna ... ayo, bangun. Kita sudah sampai," panggilnya dengan suara selembut alunan lagu hanya agar Anna merasa rileks dan tidak kaget saat terbangun. Ia tahu penyakit Anna adalah ketika ia merasa terganggu tidurnya dan berakibat pada sakit kepala berkepanjangan selama sehari penuh. Jika itu terjadi, Jaemin bersumpah hidupnya tidak akan pernah tenang. Karena Anna akan berubah menjadi sangat menyebalkan ketika ia merasa pusing yang disebabkan tidurnya terganggu.
Perlahan Anna melenguh merasakan usapan lembut di kepalanya. Ia membuka mata saat mendengar panggilan ke dua dari pria yang bersusah payah membangunkannya. Untuk sekian detik, keduanya diam saat mata mereka bertemu dan saling bertatapan dengan jarak yang teramat dekat. Namun, detik setelahnya yang terdengar adalah teriakkan gaduh dari Anna saat Jaemin menyentil dahinya sedikit keras.
"Berhentilah menjadi bayi besar, dan hentikan kebiasaanmu menunda-nunda bangun tidur hanya karena cahaya!" ucap Jaemin kemudian berbalik untuk membuka pintu mobil. Ia keluar meninggalkan Anna yang masih berusaha mengembalikan kesadaran usai bangun tidur.
Jantungnya berdegup tidak karuan usai bertatapan dengan gadis yang selama ini selalu ia perhatikan diam-diam. Ia merasakan wajahnya menghangat dan menjadi gugup tidak menentu hanya dalam hitungan detik saat Anna menatap lurus pada mata bulatnya. Kini pria bergigi kelinci itu tengah mengatur napas yang tertahan sejak tadi di depan mobil yang sudah ia parkirkan. Kemudian berbalik dan memasang wajah kesal ke arah Anna yang masih diam di kursi penumpang.
"Anna, kamu mau makan atau enggak, sih?" kesalnya di depan Anna, padahal itu hanyalah trik untuk menutupi gugup yang ia rasakan.
Gadis di dalam mobil hanya merotasikan mata. Ia membuka sabuk pengaman dengan malas lalu keluar menghampiri. Mereka berjalan masuk hampir beriringan, dari sudut pandang orang lain, akan terlihat seperti pasangan serasi yang tengah memesan makan siang di restoran mewah.
"Annastasia Hwang, lama tak bertemu," sambut sang pemilik restoran yang terlihat sangat ramah saat keduanya membuka pintu masuk. Namun, Anna justru membalas dengan tatapan malas sambil merotasikan mata. "Long time no see, Mr. Kim, tapi namaku masih Annastasi Swan asal kamu tahu," ketusnya.
Tawa renyah terdengar dari Kim Sejin, menanggapi jawaban sinis Anna. Pria itu terlihat humoris tanpa sedikit pun tersinggung akan apa yang ia dengar. "Kukira kamu akan segera menjadi Nyonya Hwang," sahutnya tanpa rasa bersalah.
Malas menanggapi lelucon menyebalkan dari kakak tertua Kim Brothers itu, Anna lebih memilih menyudahi acara basa basi tersebut. "Sudahlah, aku lapar dan ingin buru-buru makan," ucapnya yang tentu saja mendapat anggukan setuju dari Jaemin dan juga Sejin.
"Baiklah, ayo, masuk! Aku akan segera menyiapkan masakan enak untuk kalian berdua," kata Sejin seraya mempersilakan kedua tamunya untuk masuk menuju ruang khusus VIP yang ia siapkan di restoran ini. Anna juga Jaemin hanya menurut dan mengikuti langkah sang pemilik restoran.
Mereka melewati lorong yang berada di lantai dua, untuk menuju beberapa ruang khusus yang sengaja dibuat untuk para tamu spesial. Biasanya ruangan ini dipesan untuk acara rapat perusahaan besar, atau makan malam para pejabat yang tidak ingin diketahui publik. Namun, Sejin tahu bahwa Anna tidak begitu menyukai keramaian, maka ia menggiring mereka menuju ruangan yang lebih berprivasi.
"Duduklah dengan tenang di sini. Aku akan turun lansung ke dapur dan menyiapkan hidangan terbaik untuk kalian," ucap Sejin sebelum berlalu meninggalkan kedua tamunya.
***
Usai menikmati makan siang, Anna memutuskan untuk segera kembali ke kantor sebelum kembali menerima panggilan protes dari Seojoon. Sejin mengantarnya hingga di ambang pintu. Pria itu benar-benar melayani pelanggannya dengan baik. Tidak heran jika restoran yang ia kelola sejak lama itu selalu saja ramai pengunjung.
Begitu tiba di ambang pintu, ketiganya menghentikan langkah serempak. Anna terlihat sangat terkejut, sementara dua pria di sebelahnya diam mematung, tidak berani berkomentar. Tatapan mereka tertuju pada sepasang orang yang baru saja akan memasuki restoran.
"Hwang Jimin, ngapain kamu di sini?" tanya Anna begitu tatapan mereka bertemu. Jimin tampak sama terkejutnya, tetapi ia berusaha bersikap senormal mungkin dengan senyum ramah di bibir plumnya.
"Tentu saja makan siang, Anna. Ini masih jam makan siang, 'kan?" jawabnya santai. Menutup perasaan tidak enak di dalam dirinya.
"Kita harus bicara!" Tanpa aba-aba, Anna menarik lengan Jimin sementara pria itu hanya menurut tanpa protes. Meninggalkan tiga orang di sana yang hanya diam mematung menyaksikan keduanya berperang ekspresi sejak pertama kali bertemu pandang.
"Kenapa?" tanya Jimin dengan wajah datarnya. Anna membawanya ke lorong kecil yang berada di samping restoran. Sebuah koridor yang menghubungkan halaman parkir dengan pintu masuk karyawan. Pada jam ramai restoran, tempat ini memanng terlihat sepi karena seluruh karyawan tengah sibuk bekerja. Sementara para pengunjung tidak berkepentingan untuk ke tempat seperti ini. Jadi mereka dapat leluasa berbicara tanpa terganggu lalu lalang orang lain.
"Apa kamu sama sekali enggak merasa bersalah?" tanya Anna sarkastik.
Jimin menghela napas. "Apa yang salah dengan makan siang di jam makan siang, Anna?" Ia balik bertanya, terlihat memutar-mutar pembicaraan.
"Enggak ada yang salah dengan itu, tapi harus banget ya, kamu makan siang sama dia? Choi Sera? Kekasihmu itu?" Anna memberikan tatapan nyalang pada Jimin. Ia merasakan dadanya sesak hanya dengan membayangkan Jimin menikmati makan siang bersama Sera, kekasihnya. "Kita akan segera menikah, Jim. Bukannya aku udah bilang untuk sembunyiin statusmu, ya? Gimana kalau ada yang lihat kalian? Gimana kalau—" ucapan Anna terhenti dengan satu jari telunjuk Jimin yang berada di atas kedua belah bibirnya.
Hal itu sontak membuat Anna bungkam total. Jantungnya berdegup tidak karuan dengan gejolak asing di dalam dada, saat menyadari posisinya sekarang terlalu dekat dengan si calon suami. Dari jarak ini, dapat ia lihat dengan jelas bulu mata Jimin yang lentik, tapi tidak terlalu panjang, hidung mancung, tetapi kecil yang terlihat menggemaskan, juga ... bibir plum yang selalu telihat ... seksi. Anna seratus persen terpesona.
Jimin menurunkan jari telunjuknya dari bibir Anna lalu berkata, "Bisakah mengatakannya perlahan dan satu-satu? Aku khawatir kamu tersedak dan kehabisan napas kalau berbicara cepat begitu." Intonasi yang kelewat santai membuat Anna kebingungan sendiri.
Jimin selalu terlihat tenang dalam hal apapun. Ia hampir tidak pernah melihatnya panik, gelisah, apalagi marah saat menghadapi banyak hal pelik. Sejak itu, Anna meyakini bahwa Jimin adalah pria dengan sejuta pesona yang selalu menyembunyikan perasaannya. Tidak pernah gagal membuatnya jatuh hati sejak dulu, hingga sekarang.
"Terserahmu saja!"
Menyerah. Anna berbalik, bermaksud meninggalkan pria itu sendiri. Rasa kesal mendominasi di antara letupan degup jantung yang memburu. Ia tidak suka melihat Jimin bersama wanita lain, meski itu adalah kekasihnya sendiri.
Namun, baru berjalan dua langkah, Jimin menarik tangannya cukup kencang hingga membuat tubuhnya otomatis berbalik. Anna menatap tajam pada kedua bola mata Jimin seolah bertanya mau apa lagi?
"Dengarkan aku dulu! Aku ngerti kamu khawatir soal pernikahan kita, tapi percayalah aku juga memikirkannya, Anna." Jimin menatap lurus pada kedua hazel cemerlang milik Anna. Seolah meyakinkan bahwa ia tengah serius dan sungguh-sungguh. "Karena itu lah aku membawanya ke restoran Sejin Hyung. Ia sudah tahu perihal pernikahan kita dan juga hubunganku dengan Sera. Jadi aku yakin ia akan menjaga privasi kami."
Anna hanya diam menunduk tanpa niat menyahuti ucapan Jimin. Diam-diam ia merasakan matanya memanas dan siap melesakkan bulir air bening dari sana. Ia meyadari statusnya yang hanya sebatas calon istri dalam sebuah perjanjian yang dibuat oleh orang-orang berkepentingan.
Ia benar, Choi Sera lebih berhak atas Hwang Jimin. Karena ia lah yang dicintai oleh pria itu. Sedangkan aku hanya menjalin hubungan yang saling meguntungkan dengannya.
Lantas Anna segera berbalik dan pergi dari sana tanpa sepatah kata pun. Ia tak lagi melihat ke arah Jimin karena tidak mau terlihat menyedihkan. Baginya, menangis dalam sebuah kekalahan sangat memalukan apalagi itu di hadapan Hwang Jimin. Anna tidak suka itu terjadi.
Sementara di tempatnya, Jimin terdiam melihat punggung Anna yang semakin menjauh. Ada rasa bersalah di dalam dadanya telah menyakit hati banyak pihak. Dapat ia lihat dengan jelas mata calon istrinya yang memerah dan siap menangis. Meski gadis itu kerap bersikap cuek dan sok kuat, tetapi Jimin tahu betul bahwa Anna memiliki hati yang rapuh.
Tbc...
Terima kasih sudah baca 💜
Love
~Rizkita yang ngaku-ngaku istrinya Min Suga
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top