Verso #7

Laraku
by penuliskelabu

"Maaf sayang, aku tidak bisa," tutur Ronal di tengah derasnya hujan. Dia menepikan mobil, lalu menatapku.

"Kenapa tidak bisa?" Kubalas dengan wajah kesal. "Kamu sudah bosan denganku, ya?"

"Jangan berpikiran seperti itu, sayang." Wajah Ronal tampak pucat.

"Jangan panggil aku sayang! Jemput saja kamu tidak mau."

"Baiklah, besok aku jemput. Janji."

"Giliran sudah seperti ini, baru setuju," sahutku malas. "Kenapa tidak dari tadi? Harus, ya, kita adu mulut dulu?"

"Iya. Aku minta maaf." Kudengar nada menyesal dari suaranya. "Aku cuma tidak mau kamu marah."

"Oke. Besok jemput aku jam tiga sore. Kalau tidak, kita putus!"

Keesokan harinya aku menunggu Ronal di depan kedai, tempatku bekerja. Waktu sudah menunjukkan jam tiga lebih dua puluh menit. Kakiku sampai pegal karena mondar-mandir.

"Ronal ke mana, sih? Mana teleponnya nggak aktif," gumamku sambil menghubungi Ronal. "Ya, Tuhan … hujannya makin deras. Aku bisa benar-benar terlambat kalau begini!"

Maka setelah menunggu hingga satu jam, aku memutuskan pulang dan tidak jadi ke pesta ulang tahun sahabatku. Tak lupa, kukirimkan Ronal sebuah pesan.

KITA PUTUS!!!

Pada hari-hari berikutnya, pesan itu tak kunjung dia baca. Tanda centangnya tak berubah warna. Ronal seperti menghilang, lalu tepat di hari ulang tahunku, tiba-tiba seseorang memberikan sepucuk surat berwarna merah. Saat membacanya, dadaku sesak. Begitu saja, wajahku basah oleh air mata.
 
Dear, Sasa.

Maaf, kalau aku tidak bisa menepati janji untuk selalu bersamamu. Saat kamu mendapat surat ini, berarti aku sudah pulang ke tempat paling abadi. Maaf pula karena tidak pernah jujur tentang penyakitku. Jangan menangis, ya. Sungguh aku mencintaimu sampai akhir hidupku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top