Verso #14
Gelyas Si Raja Musim Kemarau
by asta12di
Raja Gelyas menghampiri Ratu Alina di pesta perayaan terjadinya Musim Hujan di Negeri Angkasa. Hatinya masih resah dan gelisah gara-gara sudah tidak bisa bebas bertualang lagi seperti dahulu. Di sekeliling mereka, semua penghuni negeri larut dalam suasana kebahagiaan pesta.
Sebelum terpilih dan diangkat menjadi raja, bersama dengan Nageb, dia selalu bepergian ke mana-mana. Mereka itu makhluk arbisto.
Kini, Nageb juga menjadi salah satu pemimpin Negeri Angkasa. Dialah Raja Kerajaan Cahaya.
"Alina, kau punya ide dari mana bisa menciptakan Musim Hujan?" tanya Gelyas pada ratu yang dikenal dengan tatapan mata meneduhkan ini.
Gelyas tidak pernah melupakan momen bersejarah baginya tersebut. Rasa penasaranlah yang membuatnya ingin berbuat sesuatu daripada terus uring-uringan di istananya. Sekali lagi, gara-gara merasa terkurung oleh perannya sebagai raja.
Sewaktu terpilih dan sekaligus diangkat oleh dewa langit teragung, Gelyas cuma memikirkan pengabdian pada dunia langit.
Arbisto itu makhluk langit yang menjaga semesta sejak diciptakan. Mereka sudah terbiasa melayani dengan setia berabad-abad lamanya.
Namanya juga penjaga semesta yang wilayahnya luas sekali, tentu saja para arbisto ini bergerak ke sana kemari. Tubuh mereka dilengkapi dengan sayap, sehingga bisa terbang.
Gelyas tidak menyangka pengabdian sebagai raja mengharuskan dirinya untuk sebagian besar berada di istana. Ikut serta membantu kaum dewa dan dewi mengatur kehidupan makhluk hidup di permukaan bumi.
Ditanyai begitu, hati Alina dipenuhi bermacam perasaan. Diperhatikannya ekspresi wajah temannya ini cukup lama. Terbersit rasa sedih di situ sebagai tanggapannya.
"Apa yang kau inginkan sebenarnya, Gelyas?" tanyanya lembut.
"Aku bertanya padamu, tapi kau malah balik bertanya," kata Gelyas kecewa. Dia hendak berpaling, namun Alina menjawabnya.
"Seorang anak yang tersesat di Negeri Angkasa. Namanya Tiara."
Gelyas jadi teringat lagi kejadian beberapa hari yang lalu di negeri mereka.
"Oh, anak perempuan itu. Dia bertualang juga di sini. Semua kerajaan di sini didatanginya. Lucu sekali dia. Aku suka padanya."
"Ternyata dia juga mampir ke kerajaanmu?" tanya Alina menyelidik.
"Dinding istanaku yang terbuat dari api membuatnya penasaran. Dia bilang padaku kalau Kerajaan Api yang dipilihnya untuk didatangi pertama kali. Aku juga sempat bilang bahwa ada juga Kerajaan Air."
"Dia malah mengejek kerajaanku beserta istananya habis-habisan."
Gelyas tertawa kecil spontan. "Mungkin dia cuma tidak menyukai istanamu saja," komentarnya.
Alina seakan mau menangis. Gelyas buru-buru membujuknya, "Maafkan aku, Sahabat. Memang aku ini orangnya spontan. Lagi pula pesta ini milikmu juga, karena kaulah yang menciptakan Musim Hujan. Masa kau mau menangis?"
"Lihat, kau yang lebih mengerti Tiara ketimbang aku yang juga perempuan. Itulah kelebihan dirimu, Gelyas. Lalu kenapa kau marah-marah di istanamu sendiri? Bukankah dia lebih menyukai istanamu?"
"Dari mana kau tahu kalau aku suka begitu?" tanya Gelyas kaget.
"Dari mana lagi kalau bukan dari penghuni kerajaanmu sendiri. Aku dan Kayla suka berjalan-jalan ke taman Negeri Angkasa. Namun begitu, mereka menyukai watakmu yang keras ini loh," ungkap Alina berterus terang. Dia tidak jadi menangis.
"Aku tidak peduli istanaku disukai atau tidak oleh manusia bumi, sahabatku Alina. Aku hanya ingin menjadi Raja Api yang berarti juga bagi makhluk hidup di bumi. Sama seperti sewaktu aku masih sering bepergian ke dunia bawah sana."
"Tadinya aku juga merasakan hal ini. Tapi, bukan hanya Tiara saja yang memberiku ide untuk menciptakan Musim Hujan. Apakah kau jadi lupa kalau aku tadinya anak manusia bumi?"
"Oh, tentu saja kau sudah tahu bagaimana keadaan cuaca di bumi sebelum adanya musim itu," Gelyas langsung memahami maksud Alina.
"Ya, ketidaktentuan cuaca membuat manusia bumi sulit menanam tumbuhan dengan baik. Itu terjadi selama masa kami hidup di sana," kata Alina lagi.
Percakapan yang cukup singkat ini teringat terus dalam pikiran Gelyas. Dia harus berbuat sesuatu, tapi entah apa itu yang harus dilakukannya.
Kemudian, dia sempat tertidur sebentar di atas singgasananya. Saking kelelahan mengurus segala sesuatu dari situ.
Tiba-tiba Gelyas merasakan dirinya sedang berada di atas permukaan bumi. Hidup sebagai manusia biasa, bersama dengan manusia bumi lainnya.
Hujan turun dari langit tanpa henti. Semua makhluk hidup bersuka ria menyambut datangnya Musim Hujan. Satu hari berlalu tanpa adanya sinar matahari dari langit.
Demikian juga dengan hari berikutnya. Tumbuhan masih tertawa segar. Namun manusia dan hewan sudah kedinginan. Matahari masih malas untuk bersinar di atas sana.
Malam harinya terjadilah bencana. Sungai tidak mampu lagi menampung air yang tumpah begitu banyaknya dari langit. Airnya meluap menggenangi daratan tempat manusia dan hewan tinggal. Mereka berusaha untuk menyelamatkan diri, namun akhirnya sia-sia saja.
Banyak sekali hewan yang tenggelam dan akhirnya mati. Ada beberapa manusia yang berhasil naik ke daratan yang lebih tinggi. Orang-orang dengan fisik yang lebih kuat. Selebihnya, ikut tenggelam dan mati bersama hewan-hewan peliharaan mereka.
Tidak semua jenis hewan mati. Hewan yang bisa terbang mampu mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Gelyas baru menyadari kalau dia juga ikut selamat berkat punya sayap. Keprihatinan yang dialaminya kini adalah bagaimana dengan makhluk hidup yang tidak memiliki sayap.
Sebuah suara berisik membangunkan Gelyas dari tidur singkatnya. Ternyata Nageb datang untuk bertemu dengannya, melepas rasa rindu.
"Bagaimana kabarmu, Sobat? Maafkan aku yang jadi membangunkanmu dari mimpi indah barusan," Nageb menyapa dengan ceria.
"Bukan mimpi indah, Sobat. Terima kasih telah meluangkan waktumu dengan berkunjung ke sini,"Gelyas merasa bersyukur.
"Apa kau masih ingat mimpimu tadi? Siapa tahu aku bisa bantu memecahkan misteri artinya," kata Nageb menawarkan diri.
Gelyas menceritakan semua yang terjadi di bumi dalam mimpinya itu. Nageb menyimak dengan penuh perhatian. Dia ikut berpikir.
"Jika sampai terjadi, peristiwa itu sungguh mengerikan untuk disaksikan. Tidak hanya bagi manusia saja," ujar Gelyas menutup cerita mimpinya.
"Sekarang apa yang kau pikir dan rasakan, Sobat? Bukankah selama ini kau punya bakat merasakan kejadian hebat di masa depan?"
"Aku merasa takut sekali kejadian hebat dalam mimpiku itu bisa terjadi di dunia nyata di bawah sana,"dengan keringat bercucuran Gelyas menjawab.
"Jadi, apakah ketakutanmu sekarang ini bisa dianggap juga sebagai bakat unik yang kau miliki sedari dulu?"
"Aku tidak tahu pasti. Justru aku yakin sekali kalau sekarang juga diriku harus melakukan sesuatu yang berarti." Gelyas berkata dengan mantap. Tanpa ada rasa ragu lagi dalam hatinya.
"Ya, itu yang lebih baik daripada masih marah-marah tak karuan di sini," Nageb mengingatkan sikapnya selama ini.
"Sobat, menurut pendapatmu, mimpi itu berkata apa padaku?" Hati Gelyas dipenuhi rasa ingin tahu.
"Mimpi itu memang bilang kalau kau harus berbuat sesuatu."
"Maksud pertanyaanku itu adalah isinya. Kejadian menakutkan tersebut bicara apa ya padaku?"
"Mimpimu tadi memberi pertanda padamu untuk segera bertindak mencegah bencana ini sampai terjadi di permukaan bumi."
"Bencana air meluap dari sungai yang sudah terlalu penuh isinya. Aku merasa manusia akan punya istilah yang lebih tepat. Harus ada musim untuk mencegah peristiwa menakutkan ini terjadi. Kau memang benar, Sobat."
"Jadi, satu musim lagi harus terjadi di daerah Ratu Alina menurunkan Musim Hujan. Musim yang berguna untuk menyeimbangkan musim ciptaan teman baru kita ini," kata Nageb menyumbangkan pemikirannya.
"Kau telah menyempurnakan ideku dengan manfaatnya, Nageb. Terima kasih, Sobat," Gelyas mengajukan telapak tangannya untuk ditepuk.
Nageb bergerak menghampiri, dan menepuk kencang telapak tangan sobatnya. Dia ikut merasa bahagia akan keberhasilan sang sahabat menemukan solusi dari semua permasalahannya selama ini.
Bencana yang terjadi dalam mimpi Raja Gelyas kita kenal dengan istilah banjir. Tidak hanya sungai, banjir juga bisa terjadi akibat naiknya permukaan air laut sehingga menggenangi daratan.
Akhirnya Raja Gelyas menciptakan suatu musim untuk menyeimbangkan Musim Hujan. Apalagi kalau bukan Musim Kemarau. Lebih banyak panas dan sinar dari matahari untuk memberi kehangatan bagi kehidupan di bumi.
Konon kabarnya pula, Musim Hujan akan menguasai delapan bulan dari dua belas bulan saat itu. Sebuah keputusan bulat dari Ratu Alina.
Untunglah belum sampai separuh lamanya musim itu berjalan, Raja Gelyas sudah menetapkan Musim Kemarau. Dia segera menemui sang Ratu Kerajaan Air di istana airnya.
Maka terjadilah diskusi pembagian waktu yang tepat untuk kedua musim mereka. Tentu saja Alina mendengar cerita musibah dalam mimpi temannya ini. Untunglah dia juga punya sifat rendah hati. Dia mau belajar banyak tentang keputusannya menurunkan Musim Hujan.
Akhirnya, Alina mengerti dua hal. Sesuatu yang dipastikan berguna pada saat ini, belum tentu mendatangkan kebaikan untuk waktu yang lama. Selain itu, dia juga harus rela mengalah demi kebaikan serta kepentingan yang lebih besar.
Maka, daerah yang terkena Musim Hujan dari Ratu Alina mendapat Musim Kemarau dari Raja Gelyas sebagai perimbangannya. Sama-sama enam bulan lamanya untuk kedua musim. Daerah ini kemudian dikenal dengan istilah daerah tropis. Negara Indonesia termasuk salah satu wilayah di antaranya.
Berkat jasanya ini, Raja Gelyas kemudian dikenal di Negeri Angkasa sebagai Raja Musim Kemarau. Oh ya, musim ini juga tercipta dengan bantuan tongkat sakti Kerajaan Api.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top