jangan
•
•
•
HARKASA membenarkan posisi duduk Berlian. Menyiapkan makanan yang sudah diatur oleh perawat rumah sakit untuk perempuan hamil itu. Selama itu juga, Berlian tidak mau memandang ke arah Harkasa. Setiap Harkasa memandangnya dari sisi kanan atau kiri, Berlian akan memalingkan wajahnya ke arah berlawanan. Ketika posisi sejajar begini, Berlian memilih menunduk.
"Makan, Lian."
Bukannya tidak mau makan, hanya saja, Berlian tidak suka dengan aroma dan penampilan makanan yang tersaji. Dia benci dalam keadaan begini, mual-muntahnya masih sering kambuh.
"Kenapa? Mau ganti menu? Kamu enggak suka?"
Berlian menggeleng pelan. "Bukan aku yang enggak suka, tapi..."
Harkasa kembali tertohok. Anaknya banyak berulah ternyata. Bagaimana bisa Berlian bertahan dengan itu? Sedangkan uang saja pasti sudah pas-pas'an. Bagaimana dengan susu hamil? Cek kandungan rutin? Vitamin lainny? Dan apa pun itu yang perempuan hamil butuhkan. Apa Berlian melakukannya?
Tidak banyak bicara. Harkasa menghubungi seseorang untuk dia mintai tolong. Untungnya, setelah lepas dari les dikeluarga Cokro, usaha rumah makannya berjalan lancar.
"Bayinya... suka rewel?"
Setelah memastikan orang yang diminta membawa menu pesanan Berlian, Harkasa duduk di depan perempuan hamil itu.
"Kadang," jawab Berlian pendek.
Harkasa mendesah kecewa. Jawaban super pendek Berlian tidak membuatnya puas mengetahui keadaan bayinya.
"Seberapa sering?"
"Enggak pernah ngitung."
"Bukan begitu, Lian. Maksudnya––"
"Saya boleh pulang, Pak?"
Kembali ke mode baku. Padahal, tadi Berlian sudah memakai aku seperti biasa Berlian bersikap ceria.
"Belum. Masih harus diobservasi sama dokter. Kesehatan kamu memengaruhi kondisi bayi, apa kamu masih tega menyakitinya?"
Harkasa melihat kepalan tangan Berlian menguat. Sudah dipastikan, perempuan itu marah.
"Saya enggak pernah berniat menyakiti siapa pun. Apalagi anak saya sendiri!"
"Anak kita, Lian! Anak saya dan kamu! Bukan hanya kamu sendiri yang memilikinya. Saya juga!" geram Harkasa.
"Kenapa bapak sok tahu sekali, sih! Memangnya bapak tahu kalau saya tidur dengan bapak saja? Bapak pikir bayi ini anak bapak???" Berlian mendengkus. "Bapak salah! Anak ini, bukan anak bapak!"
Harkasa tidak terkejut. Justru dia malah semakin yakin.
"Semakin kamu meyakinkan saya untuk membenci bayi itu, semakin saya yakin kalau dia adalah anak saya. Darah daging saya!"
Kemudian, diam. Benar-benar tidak ada yang mampu keduanya ucapkan dalam keadaan emosi yang mudah naik turun.
"Kenapa kamu enggak bila––"
Berlian melirik layar ponsel Harkasa. Ada nama panggilan yang begitu romantis menurut Berlian. Bagaimana bisa, dia tega mengatakan pada guru les-nya sendiri mengenai kehamilan itu, jika dengan jelas Berlian memergoki lelaki itu sudah memiliki calon pendamping hidup.
Berlian merasa bersalah sekali, ketika tahu wujud dari rasa penasarannya pada hubungan laki-laki dan perempuan bisa mendorongnya sedemikian rupa. Dia menyesal. Juga semakin merasa bersalah ketika harus mengandung bayi dari laki-laki yang sudah memiliki kekasih.
"Sebentar," ucap Harkasa pada Berlian.
Harkasa meninggalkan Berlian sendiri, sementara itu Harkasa mengangkat panggilan dari Laras.
"Kenapa, Ras?"
"Mas, aku enggak sengaja kenal sama kakak iparnya mantan murid les kamu. Ternyata Berlian itu dicari sama kakaknya."
Harkasa tidak tahu harus bersikap bagaimana. Senang? Bagaimana dia bisa senang, kalau Berlian yang ditemukan, berarti bayinya juga akan dibawa. Lega? Tentu. Karena bagaimana pun Berlian butuh keluarganya.
"Mas???"
"O-oh. Iya. Terus gimana, Ras?"
"Mereka pengin ketemu, tapi aku enggak langsung bilang Berlian ada dimana. Aku rasa, kakak dan orangtua Berlian masih berdebat. Kalau kita gegabah, Berlian bisa shock, Mas. Kasihan. Jangan sampai pertumpahan emosi malah bikin bayinya lahir prematur."
Harkasa begitu bersyukur karena memiliki Laras yang baik hati. Namun, sisi lain dirinya pun berkata bahwa Berlian juga sama baiknya. Sebab kalau tidak, perempuan itu pasti memaksa Harkasa bertanggung jawab, tidak peduli Harkasa memiliki calon istri atau tidak.
Harkasa benar-benar dilema sekarang. Hidupnya dikelilingi wanita yang baik. Tetap saja, Harkasa harus memilih. Dia tidak boleh egois. Apalagi sampai menyelakai anaknya sendiri.
Tunjukkan jalanmu, Tuhan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top