TS 4 - MAKHLUK VISUAL
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Tak perlu susah payah menyangkal, netra manusia memang sudah didesain menyukai keindahan.
🍁TEMAN SEPELAMINAN🍁
kataria.byidria
Hanya akan ada rasa kecewa kala harap yang seharusnya ditujukan pada Sang Pencipta diletakkan pada sosok tanah bernyawa bernama manusia bergelar hamba. Tidak akan ada habisnya, tidak akan ada ujungnya, justru akan berkawan dengan kesakitan yang tiada terkira.
"Kamu terlalu perhitungan, sebetulnya bukan sesuatu yang buruk juga tapi kamu harus ingat kalau nggak ada dua ratu dalam satu kerajaan."
Cakra menoleh saat mendengar penuturan Shaqeena.
Perempuan yang sudah berada di penghujung usia 20-an itu terlihat begitu menawan dalam balutan blouse serta rok berbahan jeans dan pashmina yang menutupi kepala.
Shaqeena Nazmi Assyifa begitulah nama lengkapnya. Sulung dari tiga bersaudara yang juga merupakan tulang punggung keluarga, yang saat ini menjadi staff di salah satu perusahaan ternama di bagian personalia.
"Maksud?"
Shaqeena lebih memilih untuk menyesap kopi sebelum akhirnya berujar, "Kamu itu cukup effort, bukan cukup lagi tapi udah kelewatan. Tapi, setelahnya kamu suka mempertanyakan diri sendiri terkait apa yang kamu perbuat. Sesederhana kamu ngasih sekilo jeruk ke gebetan misalnya, kamu suka mikir, kan untuk apa kamu ngelakuin itu sedangkan sama ibu kamu sendiri nggak kayak gitu. Terbukti sebelum pulang, kamu mampir lagi tuh ke toko buah buat beli sekilo jeruk yang akan kamu jadikan sebagai oleh-oleh untuk ibu kamu."
"Kamu nggak bisa berbuat lebih ke perempuan, sebelum kamu memastikan kalau kamu udah melakukan itu sama ibu kamu. Bukan maksud aku untuk men-judge tapi kamu itu kalau beli buah tangan buat ngapel pasti yang murah dan ekonomis, nggak berani tuh keluar banyak uang hanya untuk perempuan yang belum pasti akan jadi jodoh kamu. Sepakat atau nggak? Itu fakta yang harus kamu akui," terang Shaqeena panjang lebar.
"Nggak juga, aku kalau ngopi atau jalan sama cewek pasti aku yang bertindak sebagai provider. Aku meng-cover apa yang seharusnya cowok lakukan, untuk ngopi aku ada budget khusus," sanggahnya tak terima.
Shaqeena mengangguk paham. "Tahu banget aku kalau soal itu."
"Ya terus?"
"Sadar atau nggak sadar kamu itu suka men-judge orang lain yang terlalu royal sama pacarnya. Kamu suka spontan bilang kayak gini, 'Ngeluarin uang dengan mudah dan sukarela cuma buat perempuan yang belum tentu akan dinikahi, tapi cukup mikir-mikir untuk membelikan sesuatu sama ibu kandung sendiri'. Bener nggak apa yang aku bilang?"
Cakra berdecak pelan. "Aku ngomong kayak gitu nggak sembarangan kali. Itu karena emang ada kenalan aku yang effort banget sama pacarnya sampai bela-belain minjem sana sini tapi kebutuhan ibunya nggak mampu dia penuhi. Judgment aku mendasar, nggak asal!"
Shaqeena tersenyum lebar. "Nah itu dia pointnya, kenalan kamu mungkin akan jadi tipikal suami yang mendahulukan kebutuhan istri nantinya. Sebetulnya cukup keliru kalau dilakukan di saat belum ada ikatan pernikahan. Dan harus aku garis bawahi, tahu apa sih kita sama kehidupan orang lain. Yang kamu bilang belum mampu mencukupi kebutuhan ibunya itu nyatanya bisa mencukupi kebutuhan perempuan yang dia pacari. Kita nggak pernah tahu lho, Cak di belakang kita dia udah se-effort apa sama ibu dan keluarganya. Kacamata kita itu penuh akan keterbatasan."
Cakra terdiam mendapat ultimatum dari sang kerabat.
"Sekarang aku tanya sama kamu, seandainya kamu hanya punya selembar uang yang cukup untuk membeli sebungkus nasi, tapi yang membutuhkannya ada dua orang yakni ibu dan istri kamu. Siapa kira-kira yang akan kamu dahulukan?" seloroh Shaqeena.
Pertanyaan mudah, yang nyatanya tidak mampu Cakra jawab dengan cepat. Pria itu justru diam membisu, dengan pandangan lurus yang sulit untuk diterjemahkan.
Terdengar tawa renyah Shaqeena. "Pesan aku, jangan lagi kamu mempertanyakan kenapa Allah belum kunjung mengizinkan kamu untuk menikah. Jawabannya sesederhana keputusan kamu yang sangat amat kesulitan dalam menjawab pertanyaan aku."
Shaqeena menepuk pundak sang kerabat. "Nggak mungkin ada dua ratu dalam satu kerajaan. Selagi kamu merasa belum memberikan yang terbaik untuk ibu kamu, maka lakukan yang terbaik dulu. Kamu belum selesai dengan diri kamu sendiri, Cak. Nggak usahlah terlalu diambil pusing."
Melihat bungkus rokok yang tergelak di meja dengan pekanya dia menyerahkan benda tersebut pada Cakra. "Sebat dulu nggak sih? Pecah tuh kepala lama-lama kalau dipake mikir terlalu keras."
Cakra tak menolak, dia pun dengan senang hati mengambil sebatang rokok dan mulai menyesapnya.
Satu kelebihan Shaqeena dibanding Zayna ialah, perempuan yang kini duduk di sampingnya tak merasa keberatan menemani dia dalam kondisi asap yang mengepul. Justru selalu menawarkan lebih dulu.
"Ibu kamu gimana sekarang?" tanya Cakra memilih untuk mengambil pembahasan lain.
"Masih sering bolak-balik ke rumah sakit buat check up," terang Shaqeena begitu santai.
"Tunangan aman?"
Untuk kali ini Shaqeena tidak langsung menjawab, dia memilih untuk menikmati makanannya terlebih dahulu. Cukup lama sampai akhirnya berkata, "Kenapa?"
"Lumrahnya kalimat tanya itu dijawab, kan ya bukan malah balik mengajukan pertanyaan?"
Shaqeena tertawa hambar. "Bahas yang lain bisa?"
Cakra berdecak dibuatnya. "Menasehati orang lain itu emang perkara paling mudah ya."
Shaqeena memutar bola mata malas. "Nggak gitu konsepnya. Nggak ada sesuatu yang wah juga dari hubungan aku sama dia. Malah makin hari berasa makin hambar aja."
Cakra geleng-geleng kepala. "Definisi hidup segan mati tak mau. Disuruh mengakhiri ogah, diminta lanjut kayak nggak ada minat. Mau kamu apa sih, Sha?"
"Terlalu jahat dan nggak berperikemanusiaan kalau aku yang lebih dulu menyudahi. Gini-gini aku juga tahu caranya balas budi dan berterima kasih. Emang aku nggak minta, dia sendiri yang sukarela, tapi ya gimana udah terlanjur juga. Mau nyebur takut basah kuyup, mau menghindar udah kepalang basah. Serba salah."
"Perempuan tuh emang aneh, diseriusin panik giliran dimainin seolah paling tersakiti. Heran!"
Shaqeena mendelik tajam. "Bukan seolah paling tersakiti, tapi emang udah pernah jadi korban kali!"
"Itu mah kamunya aja yang bego. Udah diselingkuhi, harta dikuras habis-habisan, disakiti secara fisik dan mental masih aja bertahan. Dodol emang. Move on dong!"
Shaqeena merapatkan matanya beberapa saat. Kilasan masa lalu masih terbayang-bayang, terlebih kala ada yang mengingatkan.
Dua tahun lalu dia pernah diperbudak oleh yang namanya 'cinta'. Disakiti dan dikhianati berulang kali pun masih terima-terima saja, sampai akhirnya berada di tahap lelah dan mundur hingga mengasingkan diri sampai harus mengungsi ke kota orang.
Sekarang di saat ada sosok yang benar-benar serius, dia justru terkesan ogah-ogahan. Menjalani hubungan sekadarnya, sebatas ikatan tanpa ada perasaan.
Cakra menempelkan minuman dingin di atas punggung tangan Shaqeena untuk kembali menarik perhatian perempuan itu yang tertangkap basah tengah melamun. "Mau sampai kapan keinget sama tuh manusia kentang? Sembuhin yang bener dulu tuh hati baru buka buat orang baru. Nggak kasihan apa sama diri sendiri?"
"Manusia kentang, seenak jidat banget itu mulut kalau ngomong. Dia punya nama kali!"
"Lha emang bener, namanya Mustofa, kan? Salah satu olahan dari kentang. Nggak salah dong?"
Shaqeena melempar wajah Cakra dengan tissue. "Nggak salah tapi nggak bener juga!"
Cakra memusatkan pandangan ke arah Shaqeena. "Saran aku sebagai bestai yang baik dan penuh akan pengertian. Sehambar apa pun hubungan kamu sama tunangan, jangan pernah berpikir untuk bertahan hanya karena rasa nggak enak dan balas budi. Kalau mau lanjut ya lanjut, kalau mau mundur ya mundur, jangan kayak sekarang. Ngegantung!"
"Dia mapan, kerjanya juga di penerbangan. Minusnya mungkin kurang tampan. Masih bagusan urang, kan?"
Shaqeena menonyor kening Cakra hingga kepala lelaki itu sedikit mundur. "Emang, masih cakepan maneh ka mana-mana!"
Tawa Cakra menguar dengan begitu kencang. "Perempuan selalu bilang kalau laki-laki itu makhluk paling visual, padahal perempuan juga sama aja. Fisik masih berada di urutan teratas bukan?"
🍁BERSAMBUNG🍁
Padalarang, 12 Januari 2025
Nah sekarang bisa ketemu langsung sama Shaqeena, nggak cuma dari cerita Zayna dan Cakra aja. Gimana? Lebih cocok Cakra-Shaqeena atau Cakra-Zayna nih? 🤔😚 ... Bisikin coba 👂🤫
Mau dilanjuttt?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top