teman kencan.

Yang L ingat; oleh kematian Raye Penber bersama kesebelas rekan FBI-nya bertepatan pada tanggal 14 Desember lalu— sejak itu, ada begitu banyak alasan bagi L buat memusatkan perhatian pada seseorang : yang anggaplah, kita sebut sebagai cahaya tak terdefinisi itu.

Raito Yagami. Light. Penyebutannya adalah demikian; cahaya secara harfiah yang diambil dari dasar kata bahasa Inggris serta dalam bentuk tertulis menggunakan kanji bulan sebagai penggambaran. Jika kita menelaah namanya lebih lanjut, yang menarik yaitu marganya memiliki arti sebagai Dewa Malam. Yoru no Kami ... orang yang paling pantas untuk menandingi; berada di sisi, dan menjadi bukti bahwa seseorang yang nyaris sempurna selaiknya di dunia ini, menyerupai Tuhan itu— tetaplah ada, hidup menemaninya, bersamanya selamanya.

Ya. Menemaninya secara sebenarnya. Frontal, tepat sasaran. Terhitung dari hari di mana L yang memberanikan diri dengan mempertaruhkan nyawa, tamat sudah riwayatnya jika dia memiliki kemampuan seperti Kira Kedua— pada penerimaan resmi mahasiswa baru Universitas Touou; mereka bertemu untuk kali pertama. Hideki Ryuga alias yang dia gunakan; bersebalahan kursi mereka bercakap ringan sepasca turun dari mimbar penyambutan. Tatapan langsung yang mengarah tanpa beban : dia takut menantang kematian tapi itu berbeda jika memang praduganya hanya semata kebetulan. Sebelum mereka terikat dalam belenggu tangan dan hidup bersama selama 4 bulan, ada begitu banyak perihal dari Light yang harus lebih lagi L cermati.

Serta yang kini Light lakukan padanya adalah temaram nadi, menporakporanda isi kepala— memutuskan suara. Campur aduk. Lantas apa itu juga menjadi perihal? Atas sikap nekatnya waktu itu? Setelah sejauh ini dan Dewa Kematian yang dikhawatirkan dapat kapan saja membahayakan nyawanya ...

"Kau adalah pengecut yang tidak mau turun langsung pada suatu kasus yang membahayakan nyawamu,"

"Aku takut akan kematian, Light-kun." Dia menggigit ibu jari dari lengan yang masih terjuntai, belum ditahan. Tercekat, dia tahan suaranya. "Sudah pernah kubilang, nyawa kita akan bahaya jika terus-terusan mengejarnya ..."

"Aku tahu," gerakan tangan turun menelusur engsel bahu; semakin ke bawah, pemberhentian terakhir di rongga dada. Light sentuh kulitnya, menekan secara sengaja di puncak di mana dalam bagian tubuh terpampang telanjang manusia, itu menjadi pusat perhatian utama. Meskipun hal itu menjadi sebuah ungkapan yang meluncur dari pengakuan L, mereka berdua juga tahu semuanya terlanjur terlambat, bukan? "Bahkan seorang detektif terhebat dunia juga tidak mau mati karena alasan konyol, kan? Itu tindakan yang manusiawi, Ryuuzaki ..."

Pucat. Dingin. Namun jantungnya berdetak. L menahan pada dada bidang laki-laki yang dari tadi terus meniti bagaimana tubuh ringkih itu dapat menahan begitu banyak beban sebegini beratnya. Dia hanya menyuplai makanan manis sepanjang hidup demi stok gizinya, mencemooh kepada Misa Amane tentang jika dia bisa gunakan otaknya lebih baik, kegusarannya pada obesitas itu tak akan terjadi. Kesimpulan tentang kelemahan itu pernah Light katakan terus terang di hadapannya; soal L, yang usai terjerebam panik dari tempat duduk kala dia dengar jawaban dari tape recorder Kira Kedua. Rasa cemasnya ... di tengah peraduan yang membuat mereka sama-sama menarik napas dan saling tenggelam makin rapat itu, L jadi teringat sesuatu.

Dulu bersamaan oleh pengakuan tersebut; transaksi video yang sampai di tangannya sebelum diserahkan pada stasiun televisi, sebuah petunjuk yang antar Kira pahami terterka secara bodohnya. Aoyama, Aoyama. L tahu benar waktu itu sesuatu yang penting telah terlewat dari penciumannya.

"Fokus pada apa yang kau lakukan sekarang. Sejenak bersantai tak akan mengikis seluruh waktumu yang panjang, loh." Light memberi saran tapi dari nadanya, L mengerti itu berupa ejekan. Dia menyindir permasalahannya yang terlalu membuang-buang waktu pada sesuatu yang tak perlu dia tahu. Light sibak fabrik terakhir L yang menghalangi, basah pakaian itu akan membuat mereka terkena flu jika tidak segera ditangani. Badannya belum kering. Lembab. Begitu banyak air yang terperangkap di rambut; akibat dari kegiatan main hujan-hujanan siang tadi. Light menyentuh wajahnya— membuat laki-laki di bawahnya memejamkan mata, menikmati bagaimana kemudian telunjuk Light menggaris tulang pipi. Samar-samar dengung lonceng gereja itu masih terngiang dalam benaknya.

L cengkram apa yang bisa dia raih dengan tangannya, suara zipper diturunkan paksa menyusul setelahnya. Ini tidak benar. "Bukan begitu, Light-kun. Tunggu sebentar— akh!"

Apakah selama ini yang mempermainkan L adalah kekuatan mistis belaka? L tidak bisa menerima saran terhadap sebuah pengujian ilmiah yang Light sempat ajukan, di hari kematian Higuchi dan keteledoran besarnya. Dia pasti yang berikutnya mati, L berpikir terlampau panjang. Praduga yang dilandaskan atas energi itu, meski memang Dewa Kematian yang memiliki; yang bersanding bersamanya selama inilah pencipta asli sebutan itu, bukan? Kira, Kira ... sampai dia sendiri yang menyadari kunci petunjuk dari diari itu bukanlah dari lokasi; tetapi buku— Shinigami, mengapa mereka berbuat seolah-olah dikendali?

Bukan. Ada lagi. Penjahat sebenarnya adalah;

"Jika buku itu tak pernah turun di tangan manusia, kau tidak bisa menyimpulkan ini sebagai perbuatan kejahatan karena Shinigami yang melakukan— bukankah begitu?"

"Ya,"

Ya, benar, Light. Seperti itu. Meskipun pekerjaan Dewa Kematian tak ada arti, itulah yang menjadi alasan mereka tercipta di dimensi ini. Mari kita pikirkan kembali, jika mengakui dirinya gundah sama saja bendera kekalahan yang dia kibarkan— mungkin kemampuan membunuh itu bisa berpindah-pindah, namun Kira Sang Pencipta hanya ada satu di dunia, bukan? Kira dan idealismenya ... inilah mengapa, manusia tak pantas mendapatkan suatu daya yang besar; keadilan bagi Kira adalah bertolak belakang dan L tidak mungkin mengesampingkan hak asasi penjahat meskipun hanya sekelas teri di bawahnya.

Mereka manusia, seluruhnya manusia ... bahkan L tidak mempedulikan Light yang mulai membentuk tubuh beku mereka semakin jauh mendidih ini. Light lucuti semuanya; tanpa ada lagi sedikit pun penghambat yang membuatnya dapat mengekspos diri L secara leluasa; dan kita lihat bagaimana Light mengarahkan laki-laki kurus itu agar berkali-kali menahan desah yang nyaris keluar dari bibirnya. "Catatan kematian ... Light-kun— apa menurutmu, namaku yang selanjutnya ditulis di sana?"

Udara menghentikan sebagian aliran darah mereka. Remang; tapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bagaimana cara pria itu memperlakukan. Light genggam tangannya yang gemetar. L tidak akan beranjak tenang sebab panasnya juga berpusat pada bagian selangkang— apalagi ketika, saat Light juga; mempermainkannya lebih pekat di bawah sana. Terjerat perasaan bukan berarti dia tidak diperkenankan memberikan stimulus apa-apa. Sebaliknya ... setelah banyaknya hal yang terjadi antara mereka; dia tidak bisa mengomentari apapun bahkan ketika Light melecehkannya sekarang. Pikirannya mengambang : kesadaran L mengawang, dia melayang di antara kelestial panjang. Mari kita anggap ini sebagai sikap denial atas kewarasan yang menolak tindak non rasional; tapi apapun yang dia lakukan, memang sedari awal segalanya adalah permainan tak berakar.

Light pernah menyemangatinya, salah satu permasalahan yang menyebabkan mereka pernah terlibat pertengkaran fisik panjang. Mereka sendiri yang menguak soal kematian berantai itu menjadi sesuatu yang tidak bisa mereka cegah; sehingga diwajarkan bagi L untuk tidak memiliki motivasi serius yang dia dapatkan untuk memecahkan apa-apa. Sedikit lagi. Seharusnya sedikit lagi L akan—

( Sampai kapan pun, L yang merasa paling sering ditelanjangi olehnya. Kira dan pemikiran biadabnya. )

"Kenapa kau berbicara seakan-akan besok adalah hari kematianmu, Ryuuzaki?"

"Hampir benar. Lebih tepatnya hari ini, mungkin— adalah perpisahan kita."

Light dengan segala kepercayaan dirinya, selalu berkata dengan nada keyakinan yang tinggi terhadap apapun yang menjadi sudut pandang absolutnya. Menarik. L sangat suka bagaimana laki-laki itu berhasil memancing emosinya. Tiap L mengutarakan apa yang ada di batinnya; meski melalui kehati-kehatian, ada suatu pernyataan yang selamanya menyertai sentimen di antara mereka. Terutama kala L mengucapkan, 'teman' sebagai kata ganti yang kurang pantas untuk Light terima lapang dada. Dibanding teman; mereka hanyalah kompetitor yang secara tak langsung bekerjsama untuk saling menjatuhkan : barang siapa tidak bisa bertahan, dia yang akan dijatuhkan terlebih dahulu. L yang sekarang mendasari dirinya terlalu membawa-bawa perasaan; bukan begini benar yang dinginkan.

( Light itu ... )

"Aku bukan Kira. Tidak mungkin aku iseng menulis namamu di buku itu ... percayalah sedikit,"

"Begitu, ya." L menarik garis senyum. "Kau benar ... aku mengerti. Maaf."

Mana mungkin dia akan percaya. Meskipun dia bilang bukan, dan ada bukti mengenai 13 hari di sampul buku belakang; bisa jadi itu digunakan sebagai perandaian benar dan cuma bualan.

Posisi yang tidak membuatnya nyaman. Baik. Apakah dia perlu memutarbalikkan keadaan dengan membuat Light yang berada di bawahnya? (Yang tidak suka kalah itu; bukan Light saja.) Tidak ... L menggeleng, menggertak gigi, otot dan jenjang kaki yang menegang. Ini tidak akan bagus. Pikirkan keselamatan bokongnya, bagian tubuhnya yang lain, apalah itu. Pikirkan. Dia tidak berencana menambah bantal lain pada kursi saat duduk atau Matsuda akan mempertanyakannya mengapa dia berjalan sedikit lebih mengangkang. Sakit ... separuh napasnya hilang; terputus di tengah. Light nyaris benar-benar menghisap habis dirinya, sendat, mengeratkan pegangan. Di tengah perasaan yang membuatnya tertelan makin ke dalam, L merintih. Bagi L kini; apapun yang akan dilakukan, tidak ada pilihan baik sama sekali. Dia ingin—

"... Light-kun ..."

"Ya, Ryuuzaki?"

"Kau menyayangkan kematian yang telah kuprediksi ... lantas jika begitu; perasaanmu— apa yang sebenarnya kau lakukan padaku sekarang?"

Butuh waktu lama bagi Light untuk mencerna maknanya, sementara L menyerahkan segala kemungkinan jawabannya. L tidak akan hiraui— Light pegang bahu-bahunya, menghentikan aktivitas yang seharusnya berlabuh lebih jauh ke dalam sana. Light penasaran bagaimana membayangkan L yang tunduk di bawahnya. Tapi,

"Apalagi?" Dia mengatakannya seolah tanpa maksud apa-apa. Sesuatu yang dianggap wajar antara manusia, pria dan wanita; maupun pria dan pria. Atau, kita anggap memang Light tulus memaknai pernyataannya. "Mengencanimu,"

Light membuat bagian di bawah sana mengarah ke hadapan wajahnya. Sesuatu di balik celana L, panas yang membuatnya memberontak. Saat Light dengan berani menjulurkan lidahnya dan membuat dia menelan semua itu sampai ke pangkal-pangkalnya; L tidak tahu harus menanggapinya bagaimana. L jelas malu. Rasanya seperti terbakar. Membayangkan bagaimana seorang Light Yagami melakukan hal semacam ini padanya, apakah dia patut mengabadikan momen gila ini dengan kamera pengintai di ujung ruang sana? Ereksi yang diarahkan ke mulutnya ini tidak dapat membohongi apa yang L amat hendak keluarkan. Rasionalitas ... persetan dengan itu semua.

"Sebentar—!" L memaksa Light berhenti sejenak. Liur menetes turun dari sudut bibir ranumnya; Light terdongak dan penisnya sama sekali belum selesai berdenyut. Menahan ejakulasi itu sama tak baiknya. "Hal semacam itu tak higienis, Light-kun."

"Sudahlah." Light bersikeras akan perilakunya, "lagipula kita ... sama-sama tidak bisa berhenti, kan?"

L tidak mengerti. Dia, di tengah napas memburu yang tak sanggup mengintip lebih jauh bagaimana Light kulum privasinya sejauh itu; memutuskan untuk memejamkan saja matanya. Sedia kala seperti yang biasa L lakukan ketika hendak kabur dari apa yang membayangi penat kepalanya. Bagaimana lidah itu mulai menghapus harga dirinya ... jujur saja, di sisi lain ini menyenangkan. Nikmat, sesuatu yang tertidur dalam alam bawah sadar yang terpuaskan. Apa yang tak harusnya pernah dia salurkan. Orang cerdas memiliki kecenderungan untuk tak melakukan onani terlalu sering, candu yang membuat mereka cuma akan berpikiran makin dangkal dan menyusutnya kemampuan atrofi otak. L dan Light muasalnya sama-sama tidak tertarik. Tapi ketika salah satu dari mereka yang terlebih dahulu memulai; dalam artian di sini adalah Light— apakah dengan begitu pertahanannya serta merta runtuh begitu saja? Light, Light ... dia berkata, ini hanya sekadar pelepasan yang baik bagi kesehatan mental mereka berdua.

L menggigit bibir bawahnya. Satu dua lenguhan yang lolos, bukan menjadi keteledorannya juga. "Ah ... aku memuji bagaimana kau bisa melakukan ini dengan begitu hebat, tapi... akh!" Sesuatu akan keluar. "Apakah aku sama dengan wanita yang selama ini kau kencani, Light-kun?"

Light bergeming sebentar, dia arahkan jarinya untuk menutup lubang dari cairan yang belum keluar di pangkal kelaminnya, sehingga L berjengit. Dia meremas rambut Light untuk membimbing laki-laki yang mengarah di selangkangannya secara tak terhormat itu; agar terdongak. Mengadu antara tatapan paras mereka. "Bicara apa kau ini, Ryuuzaki? Kau bukan perempuan,"

Bukan perempuan. Pernyataan yang hebat dan kentara. Benar, Light. Itu bukan menjadi alasan sebenarnya dirimu melakukan ini padaku, kan. Apakah ini dilakukan karena ada dasarnya? Atau hanya main-main saja? Tidak, tidak begitu ... L bertaruh semua tindakan yang Light lakukan pasti ada tujuannnya, dan barangkali ini salah satu taktik yang menyeretnya untuk jatuh terlena. Perasaan yang dimanipulasi, sampai di sini Light mungkin akan membuat L menuruti kemauannya dan ... jangan berharap, untuk membuatnya jatuh cinta.

"Tapi biasanya Light-kun selalu menolak kencan bersama Misa. Apakah karena Light-kun mencari kesempatan untuk melakukannya bersamaku?"

"Jangan bicara macam-macam,"

Light membuat tubuh L berbalik : kondisi tengkurap. Membelakangi torso Light, yang sudah mempersiapkan diri dengan membuatnya lebih licin di bawah sana. Benda panas yang masih bersiap-siap dengan beradu kulit dengan luaran bokongnya. ... Aahh. Light menggesek masuk, L dia biarkan terjerebam menghadapkan mukanya di atas bantal dan Light tantang laki-laki itu untuk tak berguling terlalu banyak. Light menekan lehernya untuk tetap berposisi kaku di bawah kurungannya, sesuatu tidak bisa mereka tahan lagi. L tidak sanggup meniti lebih lanjut bagaimana Light yang waktu itu mengawali penetrasi dengan langkah pelan— tetap berupaya bersikap tenang dan tidak menyakitkan. Light mengernyitkan alisnya, menarik napas menetralkan debaran nadinya : sebab dia telah sempat membuat bagian itu lebih terbuka dengan jemarinya. Satu dorongan kuat yang tak diduga; L terkesiap. Mengatur napas. Mari kita mulai adegan pembuka ini dengan pikiran sederhana ...

"Aku,"

"Light-kun— berhenti—"

L berusaha lepas dari cekikan di lehernya.

"... juga tidak mengerti perasaanku,"

Kasur yang berderit itu bertambah basah bukan karena keringatnya saja. Light tidak mengeringkan badan L dengan benar; setelah dia basuh kaki itu kala mereka menenggelamkan diri dalam terjangan hujan badai di atas atap sana. Serintik dua rintik air itu beriring mengalir bersama air mata, yang diam-diam juga tak kuat menahan perlakuan Light yang cukup brutal menghancurleburkan konsistensinya. Ah, bukan oleh perkara Light. Cuma dirinya; yang terlalu lama tercenung di tengah lebatnya hujan yang menenggelamkannya dalam keputusasaan. Light hanya datang, menghampirinya di dalam kepedihan : menyiratkan rasa kasihan yang dapat diartikan sebagai empati dan perasaan sama-sama saling paham. Bukan. Bukan itu ... L tidak ingat, apa yang pernah dia tujukan.

Masih ada pigmen lain yang menetes selain air matanya, segala sesuatu yang terpendam di bawah sana; pejuh yang mengalir sedikit demi sedikit bersama darah sebagai bentuk kettidakpuasannya. L senyap, ingin terkapar dan lenyap. Tetapi tak berarti Light menyerah terhadap permintaan egoisnya yang ingin memutuskan seluruh momentumnya.

"Light-kun ... sakit,"

L meremas sprei di bawahnya, semrawut; tak beraturan. Kalau boleh berterus terang, dia juga lupa apa yang sebetulnya membawa mereka ke sana. Hanya barangkali keinginan buta semata ... mereka melangkahkan kaki dengan sendirinya, tanpa alasan dan tujuan; tahu-tahu sudah menjadikan ruang ini sebagai pemberhentian terakhir melepaskan rasa lelah mereka. Terkadang penat itu perlu disudahi dengan sesuatu yang lebih manusiawi, bukan? Lagipula, Light juga terlanjur tidak mengerti. Afeksinya ialah ...

"... kenapa? Baru pertama melakukan hal seperti ini?" Light tahu L sudah tidak tahan menahan sakitnya. Lihatlah bagaimana L kemudian berusaha untuk bersikap lebih tenang, tapi Light yang tidak mampu dibohongi memberikan kelonggaran dengan menunda sebentar geraknya. "Rileks ... kau terlalu sempit di bawah sini, Ryuuzaki."

Saran itu sebetulnya L dengarkan. L memahami sekali, dia yang sedari awal bersikap paling tidak wajar. Penyampaiannya memang masuk akal. Di tengah jeda itu, setidaknya L diberikan ruang untuk dapat sejenak menarik napas. "Bersama— laki-laki, ya ..." selagi ada kesempatan, di saat-saat seperti ibu jari digigit. Agak repot memang, tapi L kemudian bangkit dan membuat mereka berganti posisi. Dia yang di atas, sesuai dengan rencana awal. "Pose tadi sejujurnya membuatku tidak nyaman, jadi ... mohon lanjutkan saja, Light-kun. Semenyakitkan apapun, aku berjanji untuk menahannya."

Light tersenyum simpul, siratnya maklum. Tangguh, dan keras kepala sekali. Light meraih pinggang L yang duduk di pangkuannya. "Baik, dengan senang hati. Ngomong-ngomong ... kau juga laki-laki pertamaku loh, Ryuuzaki."

L kelepasan dengan suaranya. Komentar dihiraukan, tidak diindahkan. Satu hentakan berhasil menusuk titik terdalam. Berkali-kali : bertubi-tubi. Penuh dan panas.

Laki-laki pertama. Pernyataan yang jelas apa maknanya. Apakah Light berucap untuk menyenanginya? Melupakannya dari seluruh ratapan yang membuat L; ingin menyerah saja? Atau memang— dia hendak diam-diam; membuatnya menjadi bimbang dan bersalah hingga seterusnya? Setelah sejauh ini yang mereka lakukan dengan berupaya menangkap Kira berdua?

L bertaruh hari ini merupakan akhir dari hidupnya, tak ada lagi matahari menyapa kantung mata hitamnya; dan makanan manis yang larut di pencernaannya. Mengesampingkan seberapa dia merasa nyawanya berharga; L menutup pengelihatannya untuk kemungkinan positif yang pernah ada. Tidak akan ada lagi hari esok. Meski L tak siap menghadapi kematian— hanya Watari, Watarilah : seorang perantara harapan satu-satunya, sebab dia menebak dengan benar apa yang akan terjadi ke depan. Data-data itu dihapus menyisakan rumpang yang begitu dalam. Jika sesuatu datang membahayakan ...

L telah menghadapi maut itu berkali-kali. Cukupkan kebohonganmu sampai di sini.

Sejujurnya pula, L tidak puas bagaimana Kira yang cerdik dapat mengelabuinya. Sikap egois itu membuatnya marah dan bertingkah kekanak-kanakan, yang L jadikan samsak waktu itu adalah Light yang diduga tidak bersalah terhadap apa-apa. Satu-satunya orang yang mampu menyandingi; kandidat dari sosok keji pembunuh berantai itu, ialah seorang pendosa atas nama kebajikan yang diperantarakan Tuhan melaluinya. Catatan kematian. Mati. sesuatu disembunyikan, L dianggap bidak pengganggu yang sulit dibersihkan. Meski Light pernah menyampaikan, L yang terlampau blak-blakan itu menyebalkan— dia tahu, kalau tidak ditantang tentang adanya keberadaan konkrit Kira sebenarnya; tidak ada satu pun dari mereka yang akan sampai di titik serupa.

"Ahh ... Light-kun! A- aku..."

Kenapa? Apa permasalahannya? Dia tahu Light bukan seorang homoseks yang akan rela melakukan hal semacam ini; apalagi dirinya, terutama pada laki-laki yang ... tidak pantas dengan dirinya sama sekali? Bukankah sudah jelas Light membencinya? Lalu? Mengapa juga dia mengumbarnya— hal yang tidak diutarakan, bisa jadi sebab mereka berdua jelas berpura-pura. Andaikata memang dia itu Kira; sesuatu itu memang amat disayangkan oleh L karenanya. L kira, dia ...

"Light-kun— aaahhhhkk! AHHHH!"

Dorongan terakhir. Light memenuhi dirinya. Satu pelukan lepas, tak terkendali L meneriaki nama laki-lakinya, bersender sebagaimana lelah ini meruntuhkan pertahanannya. Light mengusap keringat yang membanjiri pelipis L sebagai bentuk apresiasi, menghormati keteguhannya yang bersikeras melakukan hal yang tak sepatutnya. Light tertawa. Kalau diingat, mereka belum menyertai ini dengan ciuman sama sekali.

"Light-kun ... kita ini teman, kan?"

Di akhir peraduan itu Light samar-samar tersenyum, tegar; dia tarik kepala L dan membuat mereka bercumbu. Puncak yang membuatnya merasakan kenyamanan serta kehangatan atas kehadiran seseorang dalam hidupnya secara tak langsung, dan mungkin pelampiasannya untuk yang pertama dan terakhir kalinya di antara kebersamaan mereka dua tahun.

"Benar ... kau— adalah; temanku yang pantas dan berharga."

Ada begitu banyak pertanyaan. Beruntut : pecah dalam benaknya. Sanubari mengarahkannya untuk coba dia dekap tubuh itu sekali lagi. Menyelaminya; siapa tahu ada makna lain yang tak bisa dijabarkan secara tersurat oleh Light kepadanya. Bukan berupa kebencian maupun kompetisi ... selamat tinggal, aku akan mengenangmu. L anggap, pengalaman menyenangkan menjadi teman kencan ini akan meluapkan seluruh penderitaannya hingga kini.

( Esok hari, mari kita sudahi seluruh benang merah yang tak beraturan ini. )

.

.

"Sudah kubilang, jika kau Kira rasanya akan sayang sekali,"

"Kenapa?"

"Karena Light-kun adalah teman pertamaku, dan satu-satunya."

.

.

.

Seluruh catatan berakhir sampai di situ. Pesan yang tertera di layar; dihadiri bersama sebuah kalimat yang merayap pelan menjadikan segala yang sesuatu terjadi hingga kini, sebagai nostalgia belaka.

Light terlampau jauh terlibat. Berderet dia baca apa yang L hendak sampaikan di penghujung hayatnya, tentang dia yang terlalu keras hati untuk terus mempertaruhkan seluruh kemampuannya demi memecahkan kasus Kira. Ciri-ciri L yang sangat Light ilhami bagaimana pola pikirnya, sama serupa dirinya; L adalah seseorang yang tidak suka dan mau mengakui kekalahannya.

Tanpa menyimak lebih detail lagi, Light tahu apa yang sebenarnya terjadi sebagai bentuk kerja keras dari ketetapan hati. Suatu pemikiran yang muasalnya dari laki-laki berkulit pucat itu, yang mengangkat nama Kira langsung ke permukaan : Light menyadari begitu banyak kekurangan yang dilakukan L terhadapnya, sayangnya Light tidak dapat mengimbuhinya lebih lanjut dikarenakan; Tuhan juga yang lucunya masih berpihak padanya dengan terus membuat Light yang hidup lebih lama.

Light mematikan komputer usai dia menerima amanat terakhir L, dihadiahinya; kepadanya. Light perlu menimbang : walaupun memang, menjadi penerus L adalah kesempurnaan yang dinantikan.

( Dengan begini kutinggalkan catatan ini sebagai, hasil dari keteguhanku. )

.

.

5 November, dua tahun sepasca pertemuan. Perseteruan yang didasarkan saling curiga dan upaya menjatuhkan lawan : di tanggal itu, L meninggal. Sepuluh hari kemudian, Light menerima penawaran dari rekan-rekan kerja sang ayah untuk menetapkan dirinya sebagai orang yang mewarisi gelar L, dan melanjutkan penyelidikan.

Selamat tinggal, L. Aku menang. []

.

.

.

finish.
— 7th June 2021, 02:50 PM

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top