BAB 4 KESURUPAN MASAL
Jihan, menatap ke bawah jendela, tubuhnya terasa tidak enak, ia merasa gerah, badannya pegal-pegal, kepalanya pusing. Ia berusaha mengendalikan dirinya dengan berdoa dalam hati. Sepanjang hari ini ia hanya berdiam diri di kelas sampai selesai, Diah kebetulan tidak masuk hari ini.
Jihan tahu malam ini adalah purnama, karena itu ia harus segera pulang. Kadang ia sulit mengendalikan dirinya. Ia harus mandi sinar bulan purnama untuk menyerap energi bulan untuk menambah kekuatan bathinnya. Ia ingat pesan Ayahnya, di tiga purnama itu kekuatannya akan semakin bertambah. Entah bagaimana sudah melewati dua purnama dengan bantuan kakeknya, tapi kali ini ia berada jauh dari rumah. Kakeknya pernah mengatakan bahwa ia akan datang jika Jihan membutuhkannya. Namun, kali ini Jihan bisa merasakan kekuatannya semakin bertambah.
Hanya saja di purnama ketiga ini, Jihan harus benar-benar memastikannya agar ia bisa melaksanakan ritual terakhir seperti yang dilakukan oleh leluhurnya. Pernah ia sampaikan kepada Ayahnya untuk melepas semuanya dan menutup ketujuh cakra yang dimilikinya akan tetapi Ayahnya mengatakan bahwa kemampuan yang dimilikinya tidak bisa dihilangkan seratus persen karena semua berasal dari leluhur. Lalu Ayahnya menjelaskan bahwa kemampuan yang dimilikinya bisa digunakan untuk menolong sesama.
"Aaaaaaaaaahhhhh,"
Teriakan dari arah bawah membuyarkan lamunan Jihan, ia melihat orang-orang berlari dan berkumpul ke satu arah.
'Wussssssshhhhh"
Jihan terdiam, ia melihat bayangan hitam terbang diatas kepala orang-orang yang ada dibawah, sosok hitam itu menoleh kearah Jihan.
Ia segera berlari keluar kelas dan menuruni anak tangga, kelasnya ada di lantai tiga jadi ia cukup lama untuk sampai di bawah. Jihan segera masuk kedalam kerumunan orang-orang, napasnya terengah-engah. Di sana ia melihat dua orang mahasiswi tengah menangis histeris sembari berteriak-teriak. Tak lama seorang mahasiswi lainnya ikut lemas kemudian menjerit histeris.
"Mundur semuanya, mundur." Teriak Jihan meminta semua orang yang berkerumun untuk menyingkir.
"Ada apa ini?"
"Mereka kenapa?"
Berbagai pertanyaan muncul dari orang-orang yang berkerumun. Namun, mereka tetap mengikuti arahan Jihan untuk mundur, Jihan merangsek maju ke tengah kemudian berkata lagi, "Jangan ada yang mendekat atau membantu yang lainnya, mereka saja cukup." Jihan menunjuk orang-orang yang sudah memegang korban.
"Apa ini kesurupan massal?" Bisik orang-orang yang menonton dan yang hendak membantu riuh setelah mendengar penjelasan Jihan.
"Menjauh kalau tidak ingin terkena." Perintah Jihan lagi. Dan iapun mulai mengobati mereka satu persatu, Jihan membacakan doa-doa sembari memegang lengannya setelahnya ia mengusap kepalanya. Ia melakukan hal yang sama kepada dua orang lainnya. Tak lama mereka sadar dan berangsur membaik.
Jihan mendengar bahwa sekarang ia menjadi bahan pembicaraan, mereka pasti terkejut mengetahui bahwa ia bisa menangani kesurupan massal seperti ini. Setelah memberitahu mereka apa yang harus dilakukan setelah sampai di rumah, Jihanpun meninggalkan kampus. Tenaganya benar-benar terkuras, kejadian ini tidak diharapkannya terjadi disaat purnama.
Menjelang Purnama energinya akan lebih banyak terserap keluar, keringat besar-besar mengalir di wajahnya. Jihan benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya ia hampir terjatuh tapi seseorang menangkap tubuhnya dengan cepat.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya khawatir.
Jihan terlalu lemah untuk melihat siapa yang menangkapnya, ia merasakan tubuhnya dipapah dan masuk ke dalam mobil. Jihan menyandarkan kepalanya ke belakang, ia masih memejamkan mata, ia butuh istirahat, sebentar saja, kemudian ia tertidur.
***
"Jihan, bangun. Ayo bangun."
Jihan gelisah dalam tidurnya, tubuhnya bergerak ke kiri dan kanan. Ia merasakan tubuhnya di guncang dan seseorang memanggil namanya.
"Hah hah hah," napas Jihan tersengal. Ia merasa asing dengan kamar ini.
"Jihan."
Mata Jihan bersirobok dengan Bara, laki-laki itu memegang kedua bahunya.
"Kamu." Kata Jihan terkejut.
Bara menghela napas lega, "Kamu mimpi buruk? Kamu nakutin aku aja." Kata Bara.
"Maaf, tapi ini dimana? Apa yang terjadi?" tanya Jihan akhirnya.
"Kamu hampir pingsan di kampus setelah mengobati orang-orang yang kesurupan. Aku terkejut kamu bisa melakukan itu. Aku jelaskan nanti saja, ayo kita ke ruang depan, kita makan sore dulu." Kata Bara.
Jihan bersandar, ia memperhatikan sekelilingnya, ia yakin ini kamar Bara dan samar ia bisa mengingat kejadian yang dilaluinya tadi. Jadi, Bara yang menangkapnya tadi di kampus. Bara tidak tahu alamatnya jadi ia dibawa kesini.
Jihan memijat kepalanya yang terasa berat, mimpi itu lagi. Siapa yang mengejarnya? Karena apa? Ah kepalanya semakin berat dan perutnya terasa lapar. Ia beranjak dari ranjang empuk milik Bara. Kalau bukan nanti malam purnama, pasti akan sangat menyenangkan berbaring disana lama-lama.
Jihan memukul kepalanya, "mikir apa sih?' gumammnya sembari keluar dari kamar maskulin itu. Jihan melihat Bara tengah sibuk melakukan sesuatu di mini kitchennya, Jihan berjalan pelan, ia ingin membantu Bara menyiapkan apapun, nggak enak rasanya dia dilayani seperti ini, tapi sepertinya Bara tidak menyadari kedatangannya, jadi saat Bara akan berbalik ia bertabrakan dengan Jihan. Hampir saja Jihan terjungkal ke belakang, dengan sigap Bara menangkap tubuh Jihan. Jihan memeluk Bara erat, takut tubuhnya membentur lantai.
Sekarang keadaannya semakin canggung, mereka berpelukan, tubuh mereka menempel satu sama lain. Jihan bisa mencium aroma parfum yang sangat segar dan maskulin. Tangan Jihan memeluk tubuh Bara erat dan ia baru menyadarinya saat mendengar suara Bara, "kamu nggak apa-apa?"
Jihan langsung melepas pelukannya, wajahnya memerah dan ia sangat malu sekarang. "Makasih, maaf tadi aku pasti mengejutkanmu." Kata Jihan meminta maaf.
"Nggak apa-apa, kurasa itu kejutan yang menyenangkan." Kata Bara membuat wajah Jihan semakin memerah.
Bara memegang Pundak Jihan lalu membawa gadis itu duduk di meja makan, "kamu duduk manis saja disini, biarkan aku melayani tamuku dengan sebaik mungkin." Kata Bara.
Jihan mengatur napas, ia tahu karakter Bara seperti apa. Laki-laki itu bersikap dingin dan kasar ke orang-orang yang baru dikenalnya dan juga orang-orang yang tidak disukainya. Ia bisa menjadi laki-laki yang baik dan manis tapi bisa kejam di lain sisi. Ada sesuatu yang gelap yang dilihat Jihan tapi ia tidak tahu itu apa, jadi sudah semestinya ia tetap waspada.
"Ayo kita makan, tadi aku memsan sate ayam paling enak, kamu pasti suka. Kamu butuh protein lebih banyak biar nggak gampang pingsan." Kata Bara.
"Terima kasih." Kata Jihan.
Mereka makan dalam diam, mereka sama-sama lapar karena makan siang yang kesorean. Jihan melihat jam tangannya menunjukkan pukul lima sore. Makanan didepannya habis tidak bersisa, dan kali ini Jihan ngotot untuk membantu mencuci piring. Jihan memasak air panas, dan membuatkan kopi untuk mereka berdua.
"Jadi, bagaimana kamu menyembuhkan mereka tadi? Apa benar mereka kesurupan?" tanya Bara.
Jihan berdehem, "Iya, dalam ilmu psikologi kesurupan itu merupakan gangguan mental yang termasuk dalam disosiatif. Gangguan ini terjadi karena kepribadian seseorang belum terintegrasi dengan baik. Dalam situasi tertentu, seperti saat stres atau sedang dalam tekanan, bagian kepribadian yang berbeda bisa muncul secara otonom dan menggantikan kepribadian asli. Dan aku berusaha menenangkan dengan membacakan doa-doa yang aku bisa, dengan begitu mereka akan merasa lebih tenang." Jelas Jihan.
Bara mendengar penjelasan Jihan dengan kagum, "luar biasa, aku nggak pernah melihat seorang gadis yang bisa melakukan itu." Puji Bara.
Jihan tersenyum lalu melihat jam tangannya kembali, jam menunjukkan pukul tujuh malam, sebentar lagi malam purnama. "Maaf, tapi aku harus pulang." Kata Jihan.
"Yah, apa nggak bisa lebih lama lagi? aku nggak ada teman ngobrol. Ternyata asik juga ngobrol sama kamu. Eits, kamu jangan geer, bukan berarti aku suka sama kamu." Kata Bara.
Jihan menggeleng pelan, "aku tahu." Kata Jihan.
"Aku akan mengantarmu pulang." Bara beranjak dari duduknya lalu mengambil kunci mobil.
"Eh, nggak usah, aku bisa pulang naik taksi. Kamu sudah banyak membantuku hari ini"' Kata Jihan. Ia su gkan dengan semua kebaikan Bara, mereka tidak seakrab itu.
"Kalau mau berterima kasih, kamu harus menerima tawaranku." Ancam Bara.
"Baiklah, sekali lagi terima kasih banyak." Kata Jihan.
Saat keluar dari apartemen Bara, Jihan mengingatkan Bara. "Jangan lupa mengunci jendelamu." Kata Jihan.
"Oh ya, aku selalu saja lupa, sebentar." Bara kembali masuk ke dalam dan memastikan jendelanya terkunci.
Mobil Bara membelah jalanan kota Jakarta, jam-jam seperti ini banyak kendaraan dijalanan. Jam orang-orang pulang kerja dan saatnya pedagang-pedagang kaki lima membuka lapak mereka. Mobil Bara memasuki sebuah gang yang tidak terlalu dalam, gang yang langsung menuju kos-kosan Jihan.
"Terima kasih tumpangannya dan juga untuk hari ini." Kata Jihan tulus pada Bara.
"Sama-sama, selamat istirahat." Kata Bara lalu memutar balik dan menjauh dari kosan Jihan. Dalam perjalanan, Bara baru teringat pesan Jihan tadi, "Darimana dia tahu kalau aku sering lupa menutup jendela?" gumamnya.
***
Vote and commentnya jangan lupa ya 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top