Picik
Niat awal ingin sekadar mengecek notif di akun instagram selepas menyelesaikan kuis dari pembimbingnya, Solar dibuat terkejut dengan banjirnya kotak DM yang masuk dan postingan yang menge-tag akunnya.
Apa-apaan ini? Bukan seperti ini cara untuk menjatuhkan Solar. Apa mereka sudah kehilangan asa sampai berbuat meresahkan seperti ini? Kompetisi sains yang tinggal finalnya saja bisa jadi adalah penyebabnya, Solar menebaknya sih begitu.
Foto Thorn tengah merokok beredar di grup kelas juga Instagram. Kejahatan digital yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Thorn adalah anak penurut dan tidak banyak tingkah. Namun mulut setiap orang tidak bisa Solar bungkam begitu saja kecuali jika diberi tembakan langsung berupa sindiran yang nyelekit.
Nafsu ingin menang yang terlalu besar membuat seseorang gila dibuatnya. Akal sehat terkikis dengan akal picik demi bisa mendapatkan apa yang ia ingin inginkan.
Thorn tidak ada sangkut pautnya dengan persaingan Solar justru ikut terlibat.
“Aku berani bersumpah, Solar. Aku tidak menyentuh barang-barang seperti itu.”
Seraya mengadu, Thorn berusaha meyakinkan Solar. Manik zamrudnya bergetar serta tangan yang berkeringat dan gemetar. Dia gugup sekaligus stres.
Jangankan memakai, menyentuhnya pun dia tidak berani.
“Aku percaya, kok.”
“Sungguh?” Thorn ingin Solar ada pada pihaknya.
“Iya. Aku ini saudaramu, tahu segala tabiatmu.”
Cara mereka terlalu pengecut dan menjijikan. Solar memilih kalah sekalian daripada kehidupan dan keluarganya terusik. Dia percaya dengan kemampuannya, kompetisi yang akan datang pasti merekrutnya lagi. Mungkin bagi orang yang tidak pedulian ketikan komentar itu tidak memiliki arti apa-apa. Sekadar lontaran pendapat tanpa pikir panjang. Namun tidakkah sadar bahwa hal sepele seperti itu juga sampai membuat mental seseorang tergoncang?
Solar ingin cepat melapor ke pihak guru agar pelaku itu kapok. Namun yang pertama adalah mencari dulu siapa pelaku tersebut juga bukti kalau dialah yang memposting foto itu.
“Tidak apa, aku pasti akan cepat menemukan para sialan itu. Bagaimana kalau sementara ini kamu jangan sekolah dulu?”
Senyuman yang terpoles di bibir Solar jelas bukanlah senyuman ramah. Itu hanyalah senyuman menahan amarah.
‘Seram!’ batin Thorn seraya mengangguk kaku. “Tapi kalau ditanyain guru–guru gimana?”
“Aku izinkan, oke?”
“O-oke.”
◁━━━━◈✙◈━━━━▷
Sepertinya tepat untuk menyuruh Thorn untuk tidak menampakkan dirinya dulu di sekolah.
“Aku enggak nyangka ternyata dia diam-diam anaknya gitu.”
“Ingat, tampilan luar bukan segalanya.”
“Benar juga, sih.”
“Apa jangan-jangan Solar lebih parah dari itu lagi?!”
Lihatlah betapa cepatnya berita hoaks tersebar. Cuitan pagi berisik dari para netizen tidak terdidik. Untuk sekarang Solar biarkan saja dulu mereka, sampai berbusa kalau bisa.
“SOLAAAAARRR!” teriakan heboh langsung menyerang begitu tas baru saja ditaruh. Rehat duduk juga belum. “THORN GAK APA-APA, ‘KAN?!”
“Gopal, bisakah kau tidak berisik? Kita jadi tontotan orang-orang,” ucap Solar.
Sorotan jengkel penghuni kelas dilayangkan kepada mereka berdua seperti menatap hama.
Gopal menampilkan deretan giginya. “Ehehe... Maaf, maaf. Habisnya aku kaget lihat grup isinya jelek-jelekin Thorn semua.”
Kacamata dinaikkan. “Kamu percaya sama berita itu?” tanya Solar penuh selidik pada sobatnya.
“Ya enggaklah!” jawab Gopal cepat.
“Aku memang sengaja menyuruh Thorn untuk tidak masuk sekolah dulu. Dia akan jadi bahan gunjingan. Lebih baik dia mengobrol dengan para tanamannya daripada menangis karena omongan orang-orang bodoh,” kata Solar tajam.
Keluarlah sikap julid sang jenius. Sangat salty untuk membuat mental sampai down.
“O-oke.”
Jelaslah ini perbuatan orang tidak ada kerjaan. Akan Solar pastikan orang itu akan menanggung segala perbuatannya. Namun, siapa kira-kira yang melakukannya?
Banyak praduga yang Solar terpikir di otaknya. Pertama, saingannya di lomba sains. Kedua, orang yang punya dendam dan kemungkinan juga iri. Ketiga, para pencari keributan.
“Solar, bisa kau jelaskan dengan keributan grup kelas semalam?”
Akhirnya sesi interogasi dimulai. Begitu jam istirahat datang Solar langsung dipanggil ke ruang BK. Solar tahu akan begini. Mereka tidak akan tinggal diam bila sudah menyangkut kasus pelanggaran murid.
“Berita hoaks, Bu,” jawab Solar singkat.
“Kamu tahu? Dengan tersebarnya foto saudaramu yang merokok dengan memakai seragam itu akan mencoreng nama baik sekolah.”
Wah, wah, lebih mementingkan kehormatan sekolah daripada keamanan muridnya. Kenapa tidak bertanya dulu sebenarnya ada masalah apa atau memastikan kebenaran dulu? Boleh tidak sih, Solar hack rekeningnya dan ambil semua uangnya? Miskin sekalian.
“Jelas-jelas itu hanya editan. Saya tahu Thorn tidak mungkin melakukan itu,” jelas Solar sekali lagi. “Kalau begitu saya permisi.”
Kasus ini belum sampai tersebar luas dan merugikan orang lain. Kalau sudah pasti Thorn sudah dapat SP (Surat Peringatan) dan sedikitnya dapat skors tiga hari.
◁━━━━◈✙◈━━━━▷
“Hoo, rupanya curut satu ini yang berani.”
Dapat! Seharian Solar mengamati murid-murid di sekolah. Kelakuan salah satu orang terlihat mrncurigakan.
Amar Deep. Rivalnya di kelas dan sering mengganggu Thorn jika saudaranya itu hadir sekolah. Sambil memandangi gawainya dia tertawa setiap menggulir layarnya.
Tidak perlu menge-hack. Manusia kadang banyak yang mudah ditebak. Manalagi rencananya berjalan mulus.
“Heh! Otaknya udah lemot, ya? Sampai licik gitu.”
Gertak Solar pada Amar. Menarik kerahnya dan memandangnya dengan hadapan hina.
“Amar, kau itu memiliki semangat juang yang hebat, aku reslect pada sikapmu itu. Tapi …,” Solar melepaskan rengutannya, lalu merapikan kerah Amar. “… kau hina sekali dengan menjatuhkan martabat orang lain. Cemen, ya?”
Kelas dalam keadaan hening. Semuanya jadi tegang, tidak berani memisahkan keduanya.
“Nah, sebaiknya kamu hati-hati sebelum aibmu kusebar semua. Tentu tanpa rekayasa.”
◁━━━━◈✙◈━━━━▷
Di rumah Thorn tidak merasa tenang. Solar bisa berlebihan kalau melabrak. Dia percaya kalau kasusnya bakalan keesokan harinya.
“Assalamu'alaikum …”
“Wa'alaikumsalam! Solar, kamu enggak ngebunuh orang, ‘kan?!” serobot Thorn.
“Iya, mayatnya udah aku awetkan loh~”
Lucu sekali melihat kepanikan yang tidak berarti. Sekejamnya Solar, dia tidak akan sampai menghilangkan nyawa orang.
“So-Solar …?”
“Bercanda~”
Thorn menarik napas pelan. Bersyukur Solar tidak berlebihan. “Jangan menakut-nakuti aku, dong.”
Ya siapa juga membiarkan saudaramu yang polos dan imut difitnah. Lindungi semaksimal mungkin. Singkirkan para hama. Tidak boleh ada mengganggu kemurniannya.
Teknologi itu hebat, tapi juga bahaya. Hanya orang bodohlah yang memakai tidak secara bijak. Thorn memang tidak sepintar Solar. Namun ia tahu mana yang salah dan benar menggunakan sosial media.
“Solar, boleh tidak aku buat akun Instagram?”
“Tidak. Kalau mau main IG pakai HP-ku saja.”
“Aku juga pengin punya akun sendiri. Aku janji enggak bakalan aneh-aneh, kok,” bujuk Thorn.
“Sekali tidak, tetap tidak boleh.”
Ada tujuan Solar tidak mengizinkan Thorn memiliki akun sosial media publik seperti itu. Dia tidak ingin kepolosan Thorn terkontaminasi dengan postingan toxic. Cukup dirinya saja yang kotor, pokoknya harus tetap suci, bersih, dan wangi.
“Oke, deh.”
◁━━━━◈✙◈━━━━▷
Akan bermanfaat suatu kemudahan bila dipergunakan secara bijak. Akan tetapi bisa menjadi kemalasan kemudahan itu dianggap segalanya.
Jadilah netizen cerdas dengan tidak sembarang menyebarkan berita yang belum tahu kebenarannya. Memilahnya sebelum diterima bulat-bulat.
Hindari toxic, berbijaklah sebelum membuat postingan. Jangan semua dipublikasikan apabila kamu tidak mau dunia
— FINISH —
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top