22. Hypnotize Me
'You know you hypnotize me always and you make it more.'
-Sleep Token-
***
Ryder menekan bel pintu apartemen Alexia sambil bersiul dan merapikan kembali setelan tuksedo Armani hitam berhias dasi kupu-kupu senada juga sepatu Ralph Lauren mengilap diterpa lampu lorong. Dia melirik jam Vacheron Constatin yang menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit yang berarti Ryder datang lebih awal dari perjanjiannya tadi siang di parkiran.
Tak berapa lama, pintu yang memisahkan dirinya bersama Alexia terbuka dan menampilkan gadis itu dalam balutan gaun classy hitam berpotongan off shoulders yang cukup rendah. Waktu rasanya berhenti berdetak manakala mata Ryder bergerak dari atas ke bawah. Tanpa sadar bibirnya setengah terbuka masih tidak menyangka jikalau ... ya ampun, Ryder tidak tahu harus bagaimana mendefinisikan si pirang di depannya ini.
Rambut panjang Alexia disanggul ke atas dan membiarkan sebagian kecil terurai di sisi kiri dan kanan, sementara ada anting mutiara bertengger manis di telinga. Kelopak matanya dipulas eyeshadow kecokelatan yang dibingkai eyeliner hitam. Lipstik merah yang mewarnai bibir penuhnya menjadikan riasan Alexia tampak begitu on point. Satu hal lagi, warna hitam menjadikan iris biru Alexia kian sejernih lautan Maldives yang dipayungi bulu mata lentik.
Damn!
"Ryder?"
Suara sensual Alexia membuyarkan lamunan panjang Ryder. Dia tergagap lalu berkata, "K-kau... cantik. Aku sampai pangling, sorry."
Yang dipuji tersipu malu sampai-sampai rona merah memudarkan bintik-bintik di pipinya. Sebisa mungkin dia menahan diri agar tidak melunglai selagi tungkainya dibalut stiletto Jimmy Choo. Namun, Alexia tidak akan menyangkal debaran dadanya mendadak bertalu-talu mendapat pujian manis itu.
Tadinya dia mengira penampilan ini agak berlebihan mengingat Ryder tidak menyebutkan secara detail pesta penyambutan seperti apa yang diadakan Lucas. Yang pasti bila menyangkut ayahnya yang notabene salah satu konglomerat Inggris, pastilah pesta formal.
"Thanks," ujar Alexia memindai penampilan Ryder di balik setelan formal dengan dasi kupu-kupu. "Kau juga," pujinya tulus.
"Cantik?" Ryder terkekeh. "Apa aku perlu ganti gaun sepertimu? Ada ukuran ekstra tidak?" candanya.
"Astaga, bukan. Maksudku... Tampan," ralat Alexia kemudian menutup pintu apartemen. "Kepalamu tidak seperti olesan cokelat cair."
"Sepertinya aku akan memanjangkan rambut supaya kau tidak mengolokku lagi, Little love," tukas Ryder memajukan bibir berpura-pura merajuk. Selanjutnya dia menyiratkan Alexia tuk melingkarkan lengan di siku kirinya. "Ayo."
Alexia menurut kemudian berjalan beriringan menuju basemen tanpa membuka obrolan lagi. Pikirannya sibuk merekam merekam wangi pria di sisi kanannya ini. Parfum yang sama, pikirnya.
Aku suka.
Sesampainya di basemen, Ryder menunjuk mobil Bentley Continental dan membukakan pintu untuk Alexia. Gadis itu mendudukkan diri di kursi depan usai mengucapkan terima kasih disusul Ryder membuka pintu satunya dan mendaratkan pantat di kursi kemudi.
"Mobilmu bagus," komentar Alexia. "Kukira kau penggila motor."
"Memang. Tapi, mana mungkin aku membawa gadis cantik sepertimu dengan motorku, Little love?" elak Ryder menginjak pedal dan melaju perlahan keluar basemen.
"Karena gaun bukan yang lain."
"Lebih tepatnya karena aku tak mau orang lain terpana setelah melihatmu," timpal Ryder lagi-lagi melambungkan hati Alexia ke langit.
"Kau merayuku?"
"Bisa jadi. Menurutmu?"
"Rayuan basi," balas Alexia dibalas gelak tawa Ryder. "Aku takkan termakan oleh godaan seperti itu. Gelagatmu mudah terbaca tahu."
"Baiklah, kubiarkan kau menang, Little love."
Jalanan cukup lengang dan lokasi hotel yang ditetapkan Lucas pun tidak jauh dari kediaman Alexia. Setidaknya hanya perlu lima belas menit, mereka sudah tiba di Montcalm Royal London yang terletak di jantung kota. Sebuah bangunan megah berkonsep abad pertengahan menyambut kehadiran Alexia dan Ryder.
Lantai marmer memantulkan cahaya kuning lembut sementara ujung heels bercumbu manja ketika Alexia mengayunkan kaki jenjangnya. Lukisan abstrak dari maestro terkenal terpajang di sepanjang koridor hotel juga tanaman-tanaman hias serta patung dewa-dewa Yunani terpampang indah. Ryder mendekap pinggang Alexia begitu posesif bagai sepasang kekasih bukan partner sebagaimana semestinya. Dia sendiri tengah berperang batin melawan hasratnya untuk tidak turun lebih jauh dari batas.
Seorang staf tersenyum ramah kala menyapa mereka. Sesaat pria itu terkagum-kagum mengamati Alexia membuat Ryder melayangkan tatapan tak suka. Otomatis si pria berompi beludru merah itu salah tingkah kemudian mengarahkan pasangan skater tersebut ke lift setelah menyebut lantai ballroom yang dipesan Lucas.
"Kau tahu?" Ryder membuka obrolan saat menekan tombol lift selagi menanti pintu besi di depannya terbuka. "Aku lebih suka di bar daripada datang ke acara ayahku."
Dan lebih suka melihatmu dengan hoodie daripada gaun, sambung Ryder dalam hati.
Kening Alexia mengerut dalam. "Kenapa?"
"Aku menyebutnya acara orang tua. Membosankan. Mereka hanya unjuk gigi prestasi dan kekayaan masing-masing. Aku tidak suka," tutur Ryder ketika pintu terbuka. Dia membiarkan Alexia masuk terlebih dahulu kemudian menekan angka lima di panel.
Alexia terkikik baru mengetahui sisi lain Ryder yang mungkin tidak banyak orang paham. "Kukira orang kaya seperti kalian suka pamer apalagi di acara sosial. Sering kali aku mengamati mereka adu harta dalam pelelangan yang menurutku tidak terlalu penting. Jikalau ingin menyumbang, kenapa tidak langsung saja ke tempat membutuhkan? Kenapa harus ada acara lelang?"
"Acara itu cuma untuk orang-orang penggila cerita di balik barang langka," ujar Ryder begitu sampai di lantai lima. Dia kembali merangkul pinggang Alexia, berharap tidak menangkap tatapan nakal dari barisan pria yang meneteskan liur saat berpapasan dengan gadis di sampingnya. Sesekali Ryder menerbitkan senyum ceria, membalas sapaan tamu-tamu yang kebanyakan kolega bisnis ayahnya.
"Dan kau sendiri?"
"Hidupku sekarang bukan untuk merenungi masa lalu," balas Ryder melambaikan tangan ke arah pria tinggi semampai berambut pompadour yang terkesan lebih manly. Ditambah bewok tipis menghiasi rahang juga sorot mata cokelat gelapnya. Bila diamati, fitur muka pria itu tidak beda jauh dari Ryder hanya saja terkesan lebih ramah meski punya iris beda warna dengan sang adik. "Itu kakakku, Guy."
Yang disebut menghampiri adiknya lalu berpelukan sebentar kemudian menyalami Alexia. "Guy De Verley."
"Alexia Ross."
"Aku mendengar ceritamu dari ayahku, Ms. Ross, kuharap kau betah dengan pria kepala batu ini," tandas Guy menepuk bahu adiknya yang dibalas sorot tajam. "Itu kenyataan, Dude. Kau hanya jinak pada orang tertentu."
"Pikirmu aku buaya?" ketus Ryder. "Mana kekasih bayaranmu?" tanyanya agak meninggikan suara membuat Guy memiting leher adiknya.
"Jangan sebut-sebut Sara seperti itu!" tegur Guy tak peduli muka adiknya sudah memerah kehabisan udara.
Alexia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan kakak-beradik tersebut sembari bertanya-tanya kenapa ada istilah kekasih bayaran kalau bisa mendapatkan cinta sejati? Atau jangan-jangan Guy adalah penyuka sesama jenis sementara tradisi keluarga De Verley haruslah hubungan straight sesuai kodrat?
Keluarga yang aneh, batin Alexia.
"Ya ampun, sampai kapan kalian kekanakan begini?" sahut seorang wanita berambut sebahu dengan kalung berlian yang berkilau menonjolkan kecantikan yang tidak lekang oleh waktu. Dua pria yang ditegur langsung melepaskan diri sembari merapikan penampilan masing-masing. Wanita itu tersenyum lebar manakala berserobok dengan Alexia. "Hei, Darling, kau pasti Alexia Ross bukan?"
"That's me, Mam," jawab Alexia membalas jabatan tangan ibu Ryder--Maddison. "Anda cantik sekali."
"Thanks, kau juga, Dear. Matamu indah sekali. Hei, aku suka warna lipstikmu, apa itu Dior?" puji Maddison dibalas anggukan Alexia. "Great, tebakanku benar. Come on, kita ke sana. Suamiku sudah menunggu. Dan kalian berdua, ayolah ... ingat umur kalian." Dia merangkul pinggang Alexia sembari menggiringnya ke tengah-tengah ruangan di mana Lucas sedang berbincang bersama beberapa tamu penting.
"Padahal usia kita belum lima puluh, kenapa Mom selalu mengingatkan tentang umur?" bisik Ryder menimbulkan gelak tawa di bibir Guy. "Sudah kubilang, aku benci acara orang tua."
"Hei, mau mabuk malam ini? Untuk penyambutanmu secara resmi, Bro," ajak Guy yang ditolak halus Ryder.
"Aku harus mengantar Alexia pulang nanti dan besok ada latihan, Guy. Aku tidak mau hangover sampai bangun kesiangan. Tom bisa menggantungku di pohon," tukas Ryder memerhatikan Alexia. "Kau sendiri bukannya harus latihan balapan?" Dia menoleh ke kakaknya sejenak lalu kembali memusatkan perhatian ke gadis itu.
Cantik sekali dirimu, Lex.
Guy melenggut membenarkan. "Benar. Tapi, lusa baru berangkat ke Bahrain untuk tes pra-musim. Datanglah ke turnamenku kalau kau ada waktu," ajak Guy mengikuti arah pandang adiknya. "Ajak Alexia juga."
"Untuk melihat pesona pembalap F1? Tidak, tidak, jangan harap," canda Ryder menghalang tawaran kakaknya. "Aku tidak mau orang mengamatinya seperti anjing. Menjijikkan."
"Wait." Guy mundur selangkah menyoroti adiknya sambil menaikkan sebelah alis. "Kau menyukai gadis itu?" tebaknya melirik Alexia yang kini berbicara bersama ibunya begitu akrab.
"Ck, tidak! Dia hanya partner, Guy. Maksudku kami punya banyak sekali PR yang harus diselesaikan untuk mengejar poin. Dad dan Tom sepakat membawa kami ke Olimpiade," kilah Ryder memandangi gadis itu cukup lama. Sialan! Kecantikannya sungguh memancar bagai berlian yang baru diasah. Bagaimana bisa gadis seperti itu dicampakkan Elliot?
Dasar bodoh!
"Berkediplah, Man!" tegur Guy menjentikkan jari tepat di wajah Ryder.
"Apa? Aku melihat Mom," elak Ryder tak ingin ketahuan. "Aku suka gaunnya yang cantik."
Terutama Bibirnya. Oke, baiklah matanya. Tidak, tidak! Rambutnya juga indah.
"Gaun Mom atau gadis di sampingnya?" Dia menyikut Ryder sambil terkekeh tahu apa yang ada di pikiran adiknya. "Akui saja, Dude. Aku pandai menjaga rahasia."
Ryder memutar bola mata. "Mom. Gaun Mom, Guy."
"Dasar sok gengsi," cibir Guy. "Meski begitu, aku senang kau keluar kandang, Man. Banyak gadis yang bisa kau kencani nanti," sambungnya mengedipkan sebelah mata penuh arti. "Termasuk dia."
"Dasar kau buaya," ledek Ryder.
###
Acara itu disambut meriah oleh para tamu ketika Ryder menggandeng Alexia di hadapan mereka. Lucas memberi beberapa kalimat tentang mimpi besarnya kalau putra keduanya itu bisa membawa kemenangan seperti dulu. Tak lupa pula, dia menyebut Alexia seraya mengucapkan terima kasih sudah bersedia menjadi partner Ryder.
Sementara itu, Guy dan si bungsu Nathan yang datang terlambat berkusu-kusu di barisan belakang. Ryder menyipitkan mata, ingin sekali menjitak kepala mereka yang berani-beraninya bergosip sembari cekikikan tanpa dosa. Manalagi dia yakin bahwa apa yang kakak dan adiknya bicarakan tak lain dan tak bukan adalah sikap Ryder yang mendadak posesif terhadap Alexia.
Lucas mengacungkan gelas sampanyenya untuk bersulang bersama diikuti para tamu sebelum menyantap hidangan utama. Selanjutnya, dia menepuk bahu Ryder lalu memeluknya sebentar dan berbisik,
"Maaf kalau Dad kemarin marah padamu."
"Kadang orang tua terlambat menyadari kesalahannya, Dad," ujar Ryder. "Aku juga minta maaf sudah membentakmu."
"Selama kau bersikap baik pada Alexia dan Thomas, akan aku ampuni," titah Lucas disertai tawa.
Beberapa saat kemudian, iring-iringan musik klasik nan romantis karya Paul de Seneville mengalun merdu memenuhi setiap sudut aula pertemuan ini. Selagi menikmati sajian makan malam yang luar biasa mewah, Ryder bercerita kalau komposer tersebut favorit Lucas dengan alasan sesama berdarah Prancis di samping lantunannya menggetarkan hati.
"Kalau kau sendiri?" tanya Alexia meneguk sampanye dari gelas berkaki.
"Rock, metal, apa pun yang mengentak gendang telinga," jawab Ryder lalu mengambil tisu dan membersihkan sudut bibir Alexia. "Sorry, ada sesuatu tertinggal di sana."
Alexia tertegun beberapa saat sebelum disadarkan bahwa dirinya berada di tengah-tengah lautan orang asing. Direbut tisu itu dari tangan Ryder agar tidak menimbulkan gosip sembari berkata," Thanks."
"Sorry, ada sesuatu tertinggal di sana." Nathan menyambar tisu dan memperagakan tingkah Ryder kepada Guy.
"Thanks," balas Guy meniru nada bicara Alexia.
Kontan, lemparan kacang polong mendarat mulus di pipi Nathan. "Shut the fuck up!" seru Ryder membeliakkan mata salah tingkah.
"Sudahlah ..." lerai Alexia meremas paha Ryder diselingi tawa lalu naik ke lengan lelaki itu.
Damn, Lex ... jerit Ryder merasakan tubuhnya menegang.
"Manis sekali kau, Lex ..." puji Nathan menyiratkan Guy untuk melakukan hal yang sama. "Tolong elus aku juga."
"Abaikan adik dan kakakku, mereka gila," bisik Ryder selagi mencuri wangi tubuh Alexia yang menggoda. Sialan! Aku bisa gila jika seperti ini terus!
"Terkadang kau sama gilanya," balas Alexia mengerlingkan mata.
Memang! balas Ryder dalam hati.
Pesta itu dilanjut berdansa atau sekadar mengobrol sembari menyesap sampanye atau wine sebagai teman bicara. Masih dari komponis yang sama, melodi romantis Mariage d'Amour berputar menemani beberapa pasangan yang menari di tengah-tengah aula.
Tak ikut meramaikan segmen tersebut, Ryder memilih berdiri di lantai dua bersama Guy dan Nathan. Mereka bertiga memerhatikan Alexia tengah menari bersama Lucas sembari mengobrol begitu asyik. Padahal Ryder tahu ayahnya hanya bertemu Alexia baru dua kali, tapi kenapa hubungan mereka terlihat begitu akrab? Kenapa Lucas tidak berdansa dengan Maddison yang notabene istri sendiri? Kenapa harus Alexia?
Mom malah asyik berbicara dengan teman-temannya! rutuk Ryder dalam hati.
"Dad sepertinya ingin istri baru," celetuk Nathan yang dibalas sorot tajam kedua kakaknya. Terutama Ryder. "Kalian bisa lihat betapa sumringah wajahnya," belanya menunjuk sosok Lucas yang mendekap erat pinggang Alexia.
"Atau dia ingin anak perempuan," sahut Guy melipat tangan di dada. "Sudah lama kan Dad tidak punya anak lagi?
"Pikirmu Mom mesin pencetak bayi? Mom terlalu tua untuk hamil lagi tahu," ketus Ryder. "Jangan gila."
"Aku tidak mau posisiku sebagai bungsu lengser," cibir Nathan bergidik ngeri membayangkan akan ada gadis kecil di tengah-tengah mereka. "Kalau dia mau jadi iparku tidak apa-apa."
Kontan Ryder menoleh, melempar pandangan sinis seperti ingin mencekik leher adiknya.
"Aku tidak salah kan? Kenapa kau menatapku seperti itu?" canda Nathan menaik turunkan alisnya kepada Guy.
"Kau bilang dia cantik kan?" goda Guy. "Gaet saja sebelum ada yang merebut. Ingat pepatah pria, Bung, siapa cepat dia dapat."
"Pepatah umum, Bung, bukan pria," timpal Nathan menumpukan lengan di pinggiran pagar pembatas. "Tapi, Alexia memang sialan cantik. Sayang, aku tidak suka wanita yang lebih tua dariku. Dia juga bukan tipikal gadis yang digilai Guy."
"Diam!" tegur Guy.
"Aku menganalisa," kilah Nathan enggan disalahkan. "Yang jelas, bukan tipe Ryder."
"Terserah kau saja," ucap Ryder tak peduli. Dia membuang muka, menyesap sampanye hingga tetes terakhir. Namun, tanpa diketahui Nathan maupun Guy, diam-diam dia mengawasi Alexia.
Bagaimana dia tertawa di depan pria dan sinar matanya begitu cerah.
Sial!
###
Alexia menguap lebar sesampainya di depan pintu apartemen di mana jam di ponsel sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Acara yang luar biasa lama sampai-sampai energinya saat ini berada di angka minus seratus. Bukan hanya pegal di betis akibat berdansa bersama ayah Ryder, melainkan harus memasang senyum ramah juga menimpali pembicaraan orang-orang yang tidak dikenal di acara penyambutan itu.
Bahu yang disampir tuxedo hitam milik Ryder setidaknya menghangatkan diri Alexia dari dinginnya cuaca di luar tadi. Dia berbalik, melepas atasan itu dan mengembalikannya kepada si empunya. "Thanks."
"No problem," ujar Ryder. "Seharusnya aku yang mengucapkan terima kasih. Kau mau datang bersamaku, Lex."
"Sebagai balas budi Mr. De Verley menyediakan fasilitas sempurna untuk kita latihan," tandas Alexia. "Aku harus tidur, Ice prince. Selamat malam."
"Lex! Wait!" Ryder menahan lengan kanan Alexia. "Ehm ... besok ... kau mau datang sejam sebelum Thomas datang? Kita bisa latihan mandiri tentang twist lift kemarin. Bagaimana?"
"Pukul tujuh?"
"Benar."
"Oke," kata Alexia tanpa ragu-ragu.
"Lex!" panggil Ryder lagi saat Alexia hampir menutup pintu.
Gadis itu menaikkan sebelah alis menanti kalimat apalagi yang harus dia dengar. Sungguh tubuhnya butuh istirahat sekarang.
"Hanya mau bilang kalau kau ... benar-benar cantik malam ini," tukas Ryder lirih namun menggaung di telinga dan kembali mendebarkan jantung Alexia.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top