Tiga

"Pokoknya, hari ini dan seterusnya kamu belajar sama Urata. Ah, kebetulan tuh kan dia tipe loli-lolian kayak kesukaan kamu. Dia juga lebih tua, tuh. Urata, mohon bantuannya! Dah ya, Bapak tinggal!"

Pesan absurd dari seorang guru absurd yang kini tengah diseret keluar oleh Pak Gero karena menimbulkan keributan kecil di perpustakaan.

Absurd sekali...

"Nama kamu Sakata kan?" tanya Urata memastikan.

Sakata mengangguk lalu mendudukkan pantatnya di salah satu bangku perpustakaan dengan malas.

Urata memperhatikan adik kelasnya itu.

Berambut merah dan kini tampak tak punya semangat hidup. Pemuda itu terus menggumam, "Pengen nge-game..."

Apa?

Game?

"Kamu main game?" tanya Urata.

Sakata mendelik kemudian mengangguk. Tak disangka, wajah Urata tiba-tiba berbinar.

"Game apa?"

Sakata agak terkejut, tapi kemudian membalas, "Yah... Aku sering ke arena game dengan teman-teman ku. Aku suka Smash Bros, Mobile Legend dan PUBG."

"Serius? Aku juga main PUBG dan Smash Bros, loh! Boleh minta -ah..." Urata tak jadi melanjutkan ucapannya. Ia teringat bahwa keberadaannya disini adalah untuk mengajari adik kelasnya itu belajar. Bukannya membahas game.

"Minta apa?" Sakata menatap Urata bingung.

"Bu-bukan apa-apa!" Urata menggeleng.

"Nah, kita kan mau belajar. Pertama kita bahas dulu pelajaran yang menurutmu sulit."

Sakata kembali bete. Padahal tadi dia sudah lumayan excited karena Urata bilang dia juga memainkan beberapa game yang sama dengannya.

"Sakata, apa pelajaran yang tidak kau kuasai?" tanya Urata. Ia sudah mengeluarkan kertas dan pensil untuk membentuk rancangan jadwal belajar.

Sakata bertopang dagu dengan malas, "Hmmm... Semua..."

"Eh?"

"Oh iya. Kemarin Bu Hanatan bikin kuis dadakan. Ini hasilnya," Sakata merogoh tas lalu mengeluarkan sebuah pesawat kertas yang sudah lecek.

Tunggu, pesawat kertas?

Sakata menyodorkan pesawat kertas itu kepada Urata. Urata menerima lalu mulai membuka lipatan-lipatan pada pesawat kertas tersebut.

Rupanya itu adalah kertas kuis milik Sakata. Dan kau tahu nilainya berapa?

"15," Urata shock melihatnya.

***

"Kita ulang dari dasarnya. Notasi sigma itu sama dengan baris dan deret yang kau pelajari di SMP," Urata membuat sebuah catatan kecil lalu menatap Sakata.

Pemuda rambut merah itu sibuk menuliskan sesuatu di bukunya. Nampaknya sangat serius hingga alisnya saling bertaut.

Urata tersenyum kecil, "Tak usah lihat konstanta nya. Analisa saja apakah ini baris atau deret."

Sakata kembali serius menulis.

Urata tersenyum lagi,"Sudah dicatat?"

Dan saat ia melihat buku tulis Sakata, mood mengajar pemuda itu langsung runtuh seketika.

Rupanya Sakata tidak menuliskan penjelasannya sama sekali. Boro-boro menulis, pemuda berambut merah itu malah menggambar macam-macam weapon dalam game. Seperti AR, SMG hingga panci penggorengan.

Urata menggeram kesal. Ditariknya buku tulis Sakata.

"Eh, kecoret! Balikin!" Sakata terkejut ketika buku tulisnya diambil. Tetapi lebih terkejut lagi ketika melihat ekspresi Urata.

Pemuda itu nampak menggembungkan pipinya kesal. Alisnya bertaut menggemaskan. Sakata cengo.

"Sudah capek-capek kujelaskan!" Urata melipat tangan. Pipinya masih menggembung.

"Maaf deh... Kembalikan kalau begitu," Sakata hendak merebut kembali buku tulisnya tetapi ditepis Urata.

Urata menyentil dahi Sakata cukup keras.

"Sakit!!" rintih Sakata sembari memegang dahinya.

Urata mendengus, "Aku tau kamu mau main game. Tapi setidaknya hargai orang yang ada di depanmu dong! Kau tahu, aku juga ingin main game! Kalau tak harus mengurusimu, aku pasti sudah santai-santai sambil ngejaga klan!"

Sakata diam.

"Eh? Jaga klan? Kamu masih main Clash of Clans?"

Urata memerah, "Me-memangnya kenapa??!"

"Itu kan udah jaman dulu banget."

"Apa sih?!" Urata tambah kesal, "Kayak gak pernah main CoC aja!"

"Aku mainnya PUBG."

"Ya aku juga!"

Hening...

Tiba-tiba Urata merasa kulit pipinya dicubit. Urata menepis tangan Sakata yang mulai mencubit pipinya.

"Apaan sih?!"

"Kamu lucu juga..."

"Gak usah gombal! Jijik!" Urata berdiri dari duduknya lalu menepuk sebuah kertas di meja dengan agak kasar, "Jadwal buat besok! Ada ID LINE ku juga disitu. Awas kalau besok nggak datang!"

Sakata cengo.

Apalagi ketika kakak kelasnya yang pendek itu berjalan keluar dari perpustakaan dengan wajah merah menahan kesal.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top