Satu

"Lagi-lagi..."

Pak Tomohisa Sako atau yang akrab disapa Pak T mengusap wajah gusar. Diperhatikannya remaja lelaki usia enam belas tahun di hadapannya.

Sibuk cengar-cengir tanpa dosa.

"Sakata, ini materi kelas satu loh! Masa nilaimu di bawah KKM lagi? Di kelas ngapain aja?" Pak T menunjuk nilai anak muridnya gusar. Dia sudah lelah bersabar.

Siang tadi Pak T lagi-lagi dihubungi Bu Hanatan, guru matematika. Katanya, Bu Hanatan sudah lelah dengan Sakata karena anak itu selalu ribut di kelas.

Ribut tapi pinter macam Mafumafu sih gak apa-apa.

Ini hampir semua nilai mata pelajarannya bobrok pake banget. Hampir gak tertolong.

Pak T bingung kenapa Sakata bisa naik kelas. Buru-buru naik kelas. Pak T lebih bingung lagi bagaimana bisa Sakata lulus tes masuk SMA.

Sakata mikir sejenak, "Saya lagi gak hoki kali pak."

Ingin rasanya Pak T membanting meja-kursi saat itu juga.

***

Sakata Akira adalah salah satu murid Pak T di kelas XI-IPA-5. Tak seperti nama belakangnya yang berarti cerdas, juga lupakan fakta bahwa anak itu berada di jurusan IPA, Sakata itu bodoh luar biasa.

Ups!

Tidak... Tidak ada murid yang bodoh...

Sakata hanya belum bisa. Anak itu sepertinya butuh tenaga pengajar khusus agar mau berjuang mendapatkan nilai di atas KKM.

Kalau nilainya terus rendah begini, Sakata terancam tidak naik kelas. Pak T tak mau anak didiknya seperti itu. Ia sudah mengajak Sakata bicara mengenai masa depan, tapi anak itu malah...

"Hmm... Tapi kan kita sudah ada di masa depan pak?"

"Maksud kamu?"

"Iya. Ini masa depan saya di masa lalu."

Apalah itu Pak T tak mengerti. Pak T capek... Pak T cuma ingin anak didiknya sukses tanpa terkecuali.

Karena sibuk memusingkan tingkah laku Sakata yang mampu membuat kepalanya hampir pecah, tak sengaja Pak T menabrak seseorang di belokan koridor.

"Maaf!" Pak T buru-buru minta maaf.

"Aaakkhhh!!!" Suara melengking karena shock, tapi itu bukan jeritan Mafumafu yang terkenal akan kecemprengannya.

Pak T segera tersadar bahwa yang ditabraknya itu adalah Urata Wataru, murid kelas XII. Meski tubuhnya pendek macam anak baru lulus SD, Urata adalah satu pengurus OSIS di divisi humas dan kesenian.

Keren kan?

Urata menatap shock ke arah lantai. Pak T mengikuti ekor mata pemuda tinggi minimalis tersebut.

Sebuah kardus besar tergeletak terbalik. Isinya, yang berupa bola-bola plastik berwarna merah dan putih berserakan kemana-mana.

"Ah maaf, Urata! Bapak bantu bereskan!!" seru Pak T sembari memunguti bola-bola plastik yang mulai menggelinding.

Pasangan guru IPA dan murid itu segera mengumpulkan bola-bola plastik dan memasukkannya kembali ke dalam kardus.

Urata mengangkat kardusnya dengan hati-hati. Pak T baru menyadari bahwa kardus itu sangatlah besar hingga menutupi setengah wajah Urata.

"Urata, bukankah bahaya kalau kau membawanya seperti itu? Memangnya bola-bola plastik itu buat apa?" tanya Pak T.

Urata memiringkan kepalanya, agar ia bisa melihat wajah sang guru IPA.

"Bentar lagi tujuh belasan pak. Ini buat dekor," jawab Urata. "Mari pak. Permisi duluan."

"Tunggu, Urata! Sini biar bapak yang bawakan kardusnya," cegah Pak T, khawatir kalau kejadian tabrakan kembali menimpa anak didiknya.

"Eh? Gak apa-apa pak?"

***

Pak T dan Urata berjalan beriringan menuju ruang OSIS. Mereka mengobrol sesekali.

Urata Wataru, murid kelas XII-IPA-3. Dia cukup terkenal karena dia merupakan salah satu anggota OSIS. Selain itu dia juga handal bermain gitar dan prestasi akademiknya lumayan. Wajahnya yang imut tentu saja menarik perhatian banyak kaum siswi.

"Cinnamon roll banget~"

"Kawaii no tanuki~"

Itulah julukan yang diberikan oleh para siswi untuk seorang Urata Wataru.

"Terimakasih sudah mau membantu saya membawakan kardusnya. Lain kali saya akan berhati-hati," kata Urata sopan.

"Tidak apa-apa. Ah, Urata!!" Tiba-tiba Pak T teringat sesuatu.

Urata yang hendak masuk kembali ke ruang OSIS menoleh bingung, "Ada apa pak?"

"Bapak mau minta tolong," ujar Pak T, "Maukah kamu mengajari anak murid bapak? Namanya Sakata Akira."

Urata mengangkat sebelah alis kebingungan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top