Dua Puluh
Senra mengamati penganan ringan yang dipajang di rak minimarket. Niat hati ingin menjenguk Urata, pemuda pirang itu memutuskan untuk mampir ke minimarket sejenak. Menjenguk lebih baik jika membawa buah tangan kan?
Tatapan Senra terpaku pada satu bungkus pocky rasa matcha yang tinggal tersisa satu. Diraihnya sekotak penganan manis tersebut.
Tap!
Senra terkejut ada tangan lain yang sama-sama mengincar pocky.
"Ah, maaf... Silahkan, eh?"
Terkejut Senra melihat sosok berambut ungu dengan tahi lalat di bawah mata.
"Shima-san?"
***
"Kapan kau tiba?"
"Baru saja. Aku mau langsung ke rumah Ura-chan setelah ini," pemuda manis berambut ungu dengan tahi lalat di bawah mata memberi tahu. Pemuda itu adalah Shima, kakak sepupu Urata.
"Oh, aku juga mau ke rumahnya setelah ini," ujar Senra.
"Kebetulan sekali!" Shima bersiul-siul, "Kalian masih bermain bersama? Kudengar kalian satu sekolah juga. Bagaimana Ura-chan di sekolah?"
Senra terkekeh, "Lucu dan menggemaskan seperti biasa."
Shima mendecih, "Jawabanmu masih sama seperti dulu, ya. Ah, kenapa badanmu tinggi begini, sih? Jawabanmu tadi jadi terdengar menggelikan!"
"Jahatnya," Senra tertawa.
Saat masih kecil dulu, Shima sering berkunjung ke rumah Urata untuk menghabiskan waktu libur musim panas. Kalau Shima datang, Urata pasti akan mengajak Senra untuk menginap. Mereka akan bermain bersama sepanjang liburan.
Namun sejak orangtua Urata mulai bertengkar, Shima pun jarang datang. Sesekali memang datang, tetapi tidak sampai menginap seperti dulu lagi.
Kedua pemuda itu pun berhenti di depan rumah bercat hijau. Shima menekan bel rumah.
Ting tong! Ting tong!
Tak ada jawaban.
Ting tong! Ting tong!
Shima menekan bel semakin sering, "Ura-chan? Kau di rumah? Ini Shima, kakak sepupu mu tercinta!"
Masih tak ada balasan.
"Apa Ura-chan tertidur?" Senra bergumam sendiri.
Shima memutar kenop pintu yang rupanya tak terkunci, "Ah, bisa dibuka!"
Shima melangkah masuk diikuti Senra.
"Ura-chan?"
Hening tak ada jawaban.
"Hmmm... Coba kita langsung cek ke kamarnya saja!" pikir Shima. Senra mengangguk setuju.
Kamar Urata terletak di dekat tangga. Kedua pemuda itu sama-sama berjalan menuju pintu kamar bercat krem yang ternyata sedikit terbuka.
"Ura-"
Terkejut kedua pemuda itu ketika membuka pintu kamar.
Nampak Urata berada dalam rengkuhan seseorang berambut merah. Pundak Urata bergetar.
"Siapa?" Shima terkejut terheran-heran melihat sosok asing memeluk adik sepupunya sedangkan Senra dengan sigap langsung melesak masuk.
"Apa yang kau lakukan disini, Sakata?!" Senra menarik tudung jaket Sakata, memaksanya menjauh dari Urata.
Senra tersentak kaget melihat noda merah di jaket abu-abu yang dikenakan Sakata, "Darah?"
"Ura-chan!" Shima merengkuh Urata. Pemuda tanuki diam tanpa perlawanan. Segera saja Shima menyadari darah yang mengucur dari luka sayatan di lengan sang adik, "Ura-chan, ini Shima. Ura-chan tak apa-apa? Kau kenapa?" Shima menangkupkan kedua tangannya pada pipi adik sepupu. Memaksanya untuk menatap kedua bola matanya.
"Shi... Shima?"
Kedua bola mata memerah dengan air mata yang masih mengalir dari sudut pelupuk mata. Hidung memerah seperti tomat lantaran menangis. Bibir kering yang susah payah menyebut namanya. Serta darah yang masih mengucur dari luka.
Urata nampak kacau.
***
Sedang mencari ide untuk chapter selanjutnya 'w')/
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top