- Satu -
Bali - Indonesia,
12 Mei 2178
Aku memejamkan mata sejenak. Membiarkan hembusan angin malam membelai wajah sebelum memutuskan untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam vila lagi.
Suara gonggongan anjing dari kejauhan sana terdengar sayup-sayup, seolah menjelma menjadi melodi indah tersendiri di indera pendengaranku.
Aku, mengarahkan jari telunjuk pada sebuah slide DNA di bagian kiri pintu vila. Dan tak lama kemudian, keluarlah sebuah jarum kecil dari sana.
Setelah secara sengaja menusukkan jari telunjukku hingga mengeluarkan hanya setitik darah kecil tak berarti, terdengarlah suara yang sangat familiar dari alat pemindai tersebut.
"DNA diterima. Selamat datang kembali, Nona Vaea."
Sekedar informasi, seluruh yang kumiliki-aku memiliki banyak vila yang tersebar di berbagai belahan dunia-memiliki sistem penguncian pintu seperti ini. Jika vila lain biasa menggunakan kode, password atau pemindai sidik jari untuk bisa masuk sebagai keamanan mereka, aku menggunakan DNA.
Dan jika kalian bertanya kenapa harus darah? Jawabannya simpel.
Karena jika menggunakan rambut, akan mudah bagi orang lain mendapatkannya.
Bagaimana dengan keringat?
Well, haruskah aku lari-lari di tempat dulu, melakukan split, salto, ongkek kanan kiri atau senam seperti orang bodoh dan tolol di depan pintu agar bisa menghasilkan sedikit keringat setiap kali akan membuka pintu?
JELAS TIDAK!
Bagaimana dengan air ludah/liur?
Haruskah aku menjawabnya karena sudah jelas jika hal itu sangat menjijikkan bagiku, bahkan bagi kalian yang membaca cerita ini?
'KLIK'
Pintu terbuka secara otomatis, dan aku pun segera melangkahkan kaki masuk dalam vila.
Tak lupa, kututup pintu itu lagi yang otomatis langsung terkunci, disusul dengan lampu-lampu vila yang langsung menyala dengan sendirinya karena kehadiranku.
Aku menuju dapur, mengambil dua kaleng minuman isotonik dari dalam lemari pendingin, lalu segera naik ke lantai dua dengan langkah santai.
Hingga sampailah aku di depan sebuah pintu berwarna putih yang ada di paling ujung lantai dua. Aku menghentikan langkah, menatap pintu itu sejenak sebelum membukanya pelan.
Ceklek!
Gelap dan sunyi. Itulah yang kulihat pertama kali.
"Aku kembali lagi, Sayang ...," suaraku lembut.
Setelah masuk dan menutup pintu, lampu ruangan itu pun menyala. Dan samar-samar, terdengar suara isak tangis tertahan dari pojok ruangan.
Menatap ke arah asal suara, aku berjalan mendekatinya.
"Hei, jangan menangis," kataku sembari mengusap air matanya. Namun, ia sama sekali tidak menghiraukan ucapanku. Gadis itu justru berusaha menjauhkan tubuhnya yang sedikit bergetar dariku.
Aku menghela napas. Lalu memberikan senyum manis paling lebar. Bukankah aku baik? Dengan ini, kuharap ia tidak menangis lagi.
"Jangan menangis, aku tidak suka orang yang cengeng," tukasku lagi.
"Minumlah ini," ucapku seraya menyodorkan satu kaleng minuman isotonik yang tadi kubawa.
Gadis itu menggeleng lemah dan suara isak tangisnya semakin terdengar keras, yang mana sangat membuatku muak.
"DIAM!!" bentakku pada akhirnya. Namun, lagi-lagi gadis itu tidak mendengarkan. Kini ia menangis meraung sembari bergumam tidak jelas. Sesekali ia menggelengkan kepala tanpa sekalipun berani menatapku.
Aku mendengus kasar, membuang kaleng minuman yang kubawa ke sembarang arah.
Selanjutnya, aku mencengkeram dagu gadis itu hingga aku bisa memperhatikan wajahnya dengan jelas saat ini.
Mata kiri gadis itu telah hancur dan tampak darah mengering di bagian kiri wajahnya. Sedangkan mata kanannya bengkak sembab karena lama menangis.
Mulut gadis itu tak kalah mengerikan. Bibirnya robek beberapa milimeter ke samping.
Hm, hasil karyaku memang sangat indah.
"Ingin bermain lagi?" tanyaku lembut tetapi ia malah menggeleng. Hal itu membuatku tak senang.
Karena kesal, aku pun menjambak rambut gadis itu dan menyeretnya ke tengah ruangan lalu membanting tubuhnya hingga jatuh tersungkur.
Dengan tak sabar, aku membalik badannya hingga telentang. Terdengar gadis itu menggumamkan kata 'ampun' padaku sembari menangis keras.
Sial! Mendengar tangisannya itu benar-benar membuatku semakin muak. Namun, aku sangat menyukai bagian ia yang terus menggumamkan kata ampun itu. Terdengar begitu ... indah.
"Teruslah meminta ampun, Sayang. Aku sangat menyukainya."
Ku amati wajahnya sekali lagi. Tersirat ketakutan, rasa sakit, keputus asaan dan permohonan dari sana tetapi aku tidak peduli. Aku hanya butuh bermain dengannya.
Aku menyeringai, lalu mencekik lehernya dengan keras dan menancapkan kuku panjangku yang berkutek semerah darah di sana. Tak kuhiraukan ia yang mulai kehabisan napas dan berusaha melepaskan tanganku darinya maupun darah yang kini mulai memancar keluar akibat tajamnya kuku jari tanganku. Sementara itu, tangan kiriku yang bebas mengambil pisau yang berada di sarung pahaku.
"Ucapkan selamat tinggal pada dunia, Sayang." Bersamaan dengan itu, aku menusukkan pisau tersebut ke mata kanannya. Darah pun langsung muncrat dari sana, mengenai sedikit bajuku.
Aku tertawa senang melihatnya. Membuatku ingin terus mengulanginya.
Maka, kembali aku menghujamkan pisauku, menusuk-nusuk wajah gadis itu hingga hancur dan tak berbentuk lagi. Tubuh gadis itu pun kaku.
Ia mati.
Puas melakukannya, aku memusatkan perhatian pada pisauku yang penuh darah. Aku menjilatnya sedikit dan merasakan rasa darah segar di mulutku. "Seperti biasa, sangat ... manis," ucapku menyeringai.
BIP ... BIP ... BIP ....
Suara panggilan masuk yang keluar dari smartwach di tanganku berhasil mengalihkan perhatianku.
"Sial, dia mengganggu kesenanganku saja," dengusku kesal setelah membaca sebuah nama yang tertera di sana.
Sedetik setelah aku menekan sebuah tombol hijau smartwach, sebuah layar LED transparan muncul di hadapanku.
"V, aku punya tugas untukmu. Aku akan kirim profile orang yang harus kau atasi, paham?" ucapnya datar.
Aku mengangkat alis. Bukan hal yang baru lagi bagiku ketika gadis berambut pirang itu tiba-tiba menghubungiku dan langsung menyuruhku melakukan sesuatu.
Cih, ia suka sekali memerintah, batinku.
"Oke, apa yang harus aku lakukan? Easy, Medium atau Hard?" tanyaku sedikit malas, enggan berbasa-basi terlebih dahulu. Ayolah, aku masih sedikit kesal karena ia tiba-tiba mengganggu kesenanganku tadi.
Adapun 3 kata yang kusebutkan tadi merupakan kode khusus untuk kami berdua.
Easy ; luka ringan, Medium ; luka berat, dan Hard ; mati.
"Terserahmu," jawabnya singkat yang membuatku otomatis menyeringai senang. Jika ia berkata demikian, berarti aku bebas melakukan apa yang aku mau. Seperti yang kulakukan pada gadis yang baru saja mati itu, misalnya.
"Lalu, siapa targetku kali ini?" tanyaku antusias.
Dari seberang layar, Gabriel menyeringai menantapku. "Ketua Organisasi Hacker dunia bawah."
To Be Continued ...
*****
Note :
Smartwach : jam tangan yang berfungsi sebagai handphone. Smartwach ini juga dilengkapi fitur video call yang langsung menggunakan layar LED transparan.
PS :
Revisi kurang maksimal karena aku ngantuk banget 😭😭😭
Jangan lupa tekan bintangnya yah! Dan juga jangan lupa comment, kritik dan sarannya! Atau kalian juga bisa memberi masukan tentang kebiasaan atau hal apa saja yang biasa dilakukan oleh seorang Psycho ....
Karena Author bukanlah seorang Psychopat, mohon maaf jika feelnya kurang berasa ... 😂😂😂
Special thank's to ;
Editor : winter_yuki & SixthLy
Mulmed by : Ram_Adhan
J. Y
Publish : -
Revisi : 300818
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top