MATI.
Seharusnya saat ini aku sudah mengalaminya karena eksekusi yang telah dijatuhkan padaku beberapa hari yang lalu.
Namun, entah kenapa justru aku masih berada di sini, masih bernapas, dan berada di sebuah ruangan serba putih dengan beberapa selang-selang yang menempel di tubuhku.
Tak jauh dari tempatku berada, ada seseorang yang duduk dengan mata yang tak lepas dari beberapa layar LED transparan di sekitarnya.
Siapa dia?
"Lari! Cepat lari! Di sini ada bom! Tinggalkan kapal! Cepat! Cepat!"
"Ahk!" erangku ketika sebuah ingatan samar merasuk ke dalam isi kepalaku yang kini berdenyut nyeri.
Apa yang terjadi sebenarnya?!
"Kau sudah bangun?"
Menoleh ke arah sumber suara, kini aku mendapati dia yang tadi sibuk dengan layar transparannya kini tengah menatapku sedikit angkuh.
"Siapa kau? Dan di mana ini?" tanyaku sembari mengamati ruangan yang hanya ada ranjang, dia, layar LED transparan yang masih menyala dan... aku.
"Yang jelas kau berada di tempat yang aman. Dan satu hal lagi, aku baru saja selesai mengatur soal kapal dan juga status kematianmu."
"Apa maksudmu?" tanyaku sembari meliriknya tajam.
Hell, apa dia bercanda?! Aku jelas masih hidup!
Beralih pada salah satu LED transparannya yang masih menyala, gadis itu menekan sebuah tombol pencarian berita terbaru.
"Vaea Ernestine, tersangka pembunuhan belasan guru di Surabaya, Jawa Timur, pada hari pengesahan dan pelantikan 10 April 2175. Ditangkap dan dituduh memiliki kelainan mental atau disorder yang membuat si pelaku tak menyangkal kalau itu adalah kesalahannya. Rencananya akan dieksekusi di pulau Bangka Belitung pada 13 Juni 2176, tetapi kapal tersebut meledak di tengah perjalanan dan sang tersangka hilang," ia melirik ke arahku sebelum melanjutkan ucapannya, " ... diduga tewas. "
Gadis itu menyeringai tipis, melipat kedua tangannya ke depan dada lalu maju tiga langkah lebih dekat padaku. "Itu kau, 'kan?"
Aku diam, tak segera menjawab. Selain karena kepalaku masih sedikit nyeri, aku pun masih menerka-nerka maksud dan tujuan gadis di hadapanku ini.
"Jika kau mau ... Vaea, aku bisa mengijinkanmu tinggal di sini dengan hobi gilamu—bermain dengan nyawa manusia—itu," sambung gadis itu lagi sembari tersenyum miring. Dan aku tau jika ada sesuatu yang mungkin dia inginkan dariku.
Tapi prsetan! Tawarannya terlalu menggiurkan untuk ditolak.
Seolah tau jika aku tidak mungkin menolak, ia tersenyum. Mengulurkan tangan kanannya padaku sembari berkata,
"Kurasa kerjasama antara seorang hacker dan psycopath tidaklah buruk."
******
Publish : -
Revisi : 140718
- Jihana Yvonne -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top