- Enam -

Pulau Tasmania - Australia.

Langit mulai berwarna oranye, angin sore bertiup cukup kencang di pantai itu, menandakan jika sebentar lagi matahari akan terbenam.

Aku tersenyum miring, memikirkan banyak hal terutama setelah panggilan video callku dengan Gabiel tadi. Setelah ini, aku sangat yakin jika gadis itu akan memberikanku banyak job yang menyenangkan. Apalagi jika bukan berhubungan dengan hobby ku? Membunuh. Karena Gabriel tak akan membiarkan seorangpun mengusik kehidupannya. Dan cyber police? Gabriel pasti tidak akan berpangku tangan, mengamati gerak-gerik penghianat itu.

Grevio.

"Hei, sexy. Wanna play with me?"

Aku menoleh, melihat siapa yang berani mengganggu lamunan indahku. Mungkin aku bisa menembaknya nanti malam.

Namun saat melihat siapa dia, aku justru tersenyum miring. Mendapati seorang pria dengan tubuh atletis. Tato bergambar abstrack memenuhi lengan kanan sampai dadanya yang membuatnya semakin terlihat menarik.

Tak hanya itu, wajahnya pun lumayan tampan—sebenarnya aku tidak tau definisi pria tampan itu seperti apa—tetapi yang jelas, ia adalah tipeku.

"Hotel?" tawarku to the point. Dan yah, karena masuk ke kategori pria yang kusukai dari postur tubuh, tentulah aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Dia tersenyum miring. "Tidak. Bagaimana jika di vilaku?" Ia mencoba bernegosiasi.

"Entahlah, Tuan, aku rasa aku tidak punya waktu untuk bertamu ke vilamu," jawabku sembari mengernyitkan dahi, mengingat jika aku memang harus segera kembali ke Indonesia karena Gabriel memintaku untuk segera datang ke mansionnya.

Pria itu mengangkat sebelah alis. "Vilaku tak jauh dari sini. Kau lihat itu?" tunjuknya dengan telunjuknya.

"Sepertinya kita tetangga," tukasku ketika melihat ternyata vilanya terletak tepat di sebelah vilaku.

Hal itu membuatnya tersenyum penuh arti. "Kalau begitu, kau ada waktu 'kan?"

Tersenyum, aku menegakkan tubuh. Lalu berdiri dan mengambil mantelku.

"Tunggu aku nanti malam. We will make the hottest night."

Aku sengaja berbisik tepat di telinganya sambil mengelus dada bidang dan perutnya yang sixpack itu. Dan itu membuatku dengan mudah bisa melihat ekspresi wajahnya yang menegang. Tampaknya dia sudah sangat turn on hanya dengan hal simple yang ku lakukan padanya ini.

Setelahnya, aku berjalan kembali ke vila. Aku sudah memutuskan akan sedikit bermain dengan pria itu nanti malam.

Dan permainan itu tentulah sangat menyenangkan.

***

Aku menatap wajah pria yang sedang terlelap tepat di sampingku. Ia memeluk tubuhku yang masih polos tanpa sehelai benangpun dengan posesif. Hanya sebuah selimut tebal-tebal yang menutupi tubuh kami berdua.

Terlihat senyuman menghiasi wajah maskulinnya, sementara ujung bibirnya tampak memar akibat perbuatanku semalam.

Siapa sangka jika pria ini tipe pria masokis?

Aku tersenyum miring, mengingat betapa panas dan menggairahkannya permainan tadi malam.

Perlahan, aku menyingkirkan tangan kekarnya dari pinggangku dan segera menyingkir, berdiri untuk memakai pakaian.

"Kau sudah mau pergi?"

Aku sedikit terkejut ketika mendengar suara berat di belakangku.

Berbalik, aku mendapati dia sudah duduk bersandar di kepala ranjang dengan melipat kedua tangan di depan dada. Rambut poninya jatuh ke bawah, menutupi kening.

Selimut yang tadi menyelimuti tubuhnya telah sempurna melorot hingga ke pinggang, menampakkan sebuah dada bidang telanjang yang kokoh.

Ia menyipitkan mata, memperhatikanku tajam.

"Aku mempunyai beberapa urusan," jawabku, kini berjalan kembali ke arahnya. Naik ke atas ranjang dan duduk di atas pangkuannya.

Ia menyeringai tipis. Kedua tangannya langsung merengkuh pinggangku hingga tubuh kami menempel satu sama lain.

"Urusan?" tanyanya sementara kedua matanya menatap fokus tepat di bibirku.

"Indonesia," jawabku singkat.

Aku bisa melihat dengan jelas luka memar dan bekas cakaran di beberapa bagian tubuhnya kini sebab permainan kami semalam. Pria itu mendekatkan bibirnya lalu menciumku lembut. Akupun membalasnya.

Ciuman kami semakin intens hingga terkesan sedikit tergesa. Hingga aku memilih untuk menurunkan ciumanku ke bawah—lehernya.

Aku mengecup dan menggigit kecil area tersebut, meninggalkan jejak sedikit basah. Pria itu mendesah menikmati, tanpa ia tahu jika aku sedang menyeringai tipis karena hal yang akan kulakukan selanjutnya.

Dengan gerakan samar, tanganku mengambil sebuah pisau yang telah terselip di pinggangku. Sebuah pisau yang selalu kubawa kemanapun untuk hari-hari seperti ini.

Pria itu mulai menggeram rendah. Kepalanya menengadah ke atas sedangkan kedua matanya terpejam erat. Gairahnya telah naik tanpa tau jika nyawanya berada dalam bahaya.

Sayang sekali, meskipun kuakui aku sangat menyukai pria ini tetapi hasrat dan kebiasaanku untuk selalu membunuh partner tidurku tak dapat dibendung. Maka detik itu juga, dengan cepat aku mengarahkan pisauku ke bagian tubuh sampingnya tapi ...,

"Tidak semudah itu, Sayang." Entah bagaimana pria itu menangkap tanganku, mencegah pisau itu mengenai tubuhnya.

Dia tersenyum penuh arti padaku, lalu sebelah tangannya yang masih bebas membelai wajahku lembut.

Aku yang masih sedikit shock karena ia berhasil membaca pikiranku hanya diam membeku.

"Ngomong-ngomong, namaku Freeze. Siapa namamu?"

Aku mengerjab lantas menatap matanya tajam tak berniat menjawab pertanyaannya. Kami memang belum berkenalan semalam karena begitu aku datang dia langsung 'menyerangku'. Dan biasanya memang aku tak pernah mengetahui nama-nama pria yang pernah tidur denganku. Kupikir percuma aku mengetahui nama mereka karena setelahnya aku akan langsung menghabisi mereka.

Diam-diam tanganku yang masih bebas mengambil pisauku yang lain yang ke selipkan di balik sepatu bot ku.

Dengan cepat aku menghujamkan pisauku ke arahnya tapi lagi-lagi aku terkejut karena sekali lagi dia menangkap tanganku.

Freeze pun langsung mendorong tubuhku hingga jatuh ke tengah ranjang dan dia naik ke atas tubuhku, sedangkan masing-masing tangannya masih dengan erat memegang kedua tanganku.

"Sudah kubilang, tidak semudah itu Sayang," ucapnya tepat di telingaku.

"Siapa kau?" tanyaku curiga. Aku yakin dia pasti pria yang cukup berbahaya juga. Bagaimana mungkin dia dengan mudah membaca gerakanku?

"Hahaha ... Sudah kubilang namaku Freeze. Dan, kupikir kita memiliki hobi yang sama ...,"

Freeze tersenyum penuh arti sebelum melanjutkan perkataannya. Dia mendekatkan bibirnya ke telingaku. Berbisik dengan sangat hati-hati.

" ... Psikopat."

To Be Continued ...

*****

Note :

Masokis : merupakan kelainan seksual di mana seseorang akan merasa puas atau gairahnya memuncak jika disakiti atau direndahkan.

Thank's for reading guys!
See U in next chapter,

🍃

TDL - V
Jie Young Chan

Editor : winter_yuki & SixthLy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top