9. Insiden Kecil, Getaran Kecil

Part 9 Insiden Kecil, Getaran Kecil

Satu tahun kemudian ...

Gadis meletakkan berkas pemesanan di tumpukan paling atas setelah membubuhkan tanda tangan di sana. Bersamaan pintunya yang dibuka dan Noni melengkah masuk dengan secangkir teh hangat yang dipesannya.

"Ayah di mana?"

"Di ruangan beliau. Nona Jelita baru saja menghubungi, wajahnya berubah muram sepanjang hari ini."

"Masalah dengan Jemmy lagi?"

Noni mengedikkan bahu takt ahu, tetapi kemudian sedikit membungkukkan tubuh dan merendahkan suaranya. "Apa mereka akan bercerai?"

Gadis tak ambil pusing. Beberapa bulan terakhir, tampaknya hubungan Jemmy dan Jelita semakin merenggang. Jelita lebih sering bermalam di tempat ini bersama bayinya, sementara Jemmy sama sekali tak pernah menunjukkan batang hidungnya sejak pertemuan terakhir mereka di acara pernikahan malam itu.

Tak hanya pernikahannya Jemmy dan Jelita yang mendapatkan masalah. Pernikahannya dan Langit pun sejak awal adalah masalah utamanya yang tak pernah selesai. Hingga detik ini.

Noni menghela napas panjang sambil menegakkan punggung. "Sepertinya mala mini beliau akan bermalam di sini. Bolehkah malam ini saya ikut ke rumah tuan Langit?"

"Kau sudah pergi ke sana beberapa hari yang lalu."

Noni menempelkan kedua telapak tangan, memasang tatapan pernuh permohonan pada Gadis. "Ya, hanya malam ini."

"Terakhir kali, kau mengatakan hal yang sama." Gadis berdiri, mengambil tas dan ponselnya. Satu pesan dari Langit yang diabaikannya sejak tadi siang, dan tak biasanya pria itu tidak memberondongnya dengan panggilan seperti biasa. Mungkin pria itu memang sedang sibuk, dan seharusnya lebih sibuk lagi dan tidak pulang malam ini. "Apa Bara sudah datang?"

Noni mengangguk. "Ya, Nona?"

"Apa sih menariknya di sana? Aku bahkan lebih suka di tempat ini meski ada Jelita. Jauh lebih nyaman dibandingkan di rumah pria itu."

"Saya lebih nyaman di sana dibandingkan dengan kerewelan nona Jelita. Beliau melampiaskan kekesalannya pada saya karena Anda."

"Dia tidak kekanakan seperti itu, Noni. Diamlah. Aku harus ke gudang."

"Beliau memang kekanakan, Nona." Noni menahan lengan Gadis. "Ya, Nona?"

Gadis tak menjawab. Noni masih mengekor di sampingnya, merengek seperti anak kecil. Tetapi, ketika ia teringat kalau ada sesuatu yang akan dilakukannya malam ini, hanya Nonilah yang bisa dipercaya. "Baiklah. Hanya malam ini," tambahnya tak yakin.

Keduanya menuruni anak tangga, di ruang tamu sudah ada Aaraf yang akan menjemputnya. "Aku sudah bilang akan selesai satu jam lebih lama."

"Kau tak mengangkap panggilan Langit?"

Gadis tak menjawab.

"Kau tahu dia tak suka diabaikan."

"Dia juga tahu aku tak suka diatur seperti ini," balas Gadis tanpa mengurangi kecepatan langkahnya menyeberangi ruangan dan kemudian berbelok ke samping. Melewati jalanan setapak yang akan mengarahkannya ke arah gudang anggur. "Semua aturan itu, dia tahu cara untuk membuatku tidak senang."

"Dia suamimu. Tentu saja hanya kebahagiaanmu yang diharapkannya."

Gadis berhenti, hanya untuk menatap Aaraf dan menertawakan pernyataan pria itu yang tak lebih dari omong kosong.

"Dia dalam perjalanan ke sini."

Kali ini, kalimat Aaraf berhasil membuat tawa Gadis berhenti. "Kebahagiaanku kau bilang?"

"Nona?" Noni berusaha menengahi suasana hati Gadis yang mendadak suram. "Tuan Aaraf, Nona akan segera selesai begitu tuan Samudra datang," ucapnya memasang senyum lebar yang dibuat-buat sebelum kemudian mengambil lengan Gadis dan setengah menarik untuk melanjutkan jalan menuju gudang. "Anda harus berhenti membuat masalah dengan tuan Samudra, Nona."

"Aku tak buruh petuahmu. Kau saja belum menikah." Gadis melepaskan tangannya dari Noni.

"Hmm, tapi saya lebih berpengalaman dibandingkan Anda." Suara Noni terdengar menjengkelkan. "Mantan Anda cuma satu."

"Yang berselingkuh dan menghamili saudaraku sendiri," imbuh Gadis dengan kesal. "Dan sekarang, suamiku adalah berengsek yang menikahiku denga pistol di kepala ayahku. Tentu saja tak bisa dibandingkan pengalamanmu menghadapi laki-laki," dengusnya sinis.

"Itu karena tuan Samudra berpikir Anda dengan sengaja menggugurkan calon penerusnya."

"Dan kau pikir menjelaskan semuanya akan membuatnya berhenti melakukan semua kelicikan ini padaku? Apa kau tidak tahu, selain tak punya hati. Dia juga tak punya telinga untuk mendengarkan kebenaran."

"Semua ini hanya kesalah pahaman."

Gadis mendengus. "Kesalah pahaman sialan," umpatnya kemudian melanjutkan langkahnya menuju gudang. Sudah ada Bara yang menunggu di samping mobil pria itu. Ia segera memasang senyum tipis.

"Ada masalah?" Sambutan pertanyaan tersebut benar-benar menggelitik lidahnya untuk menjawab dan meluapkan semua kedongkolannya pada Langit. Seolah belum cukup pria itu membuatnya muak ketika berada di rumahnya, kenapa harus menambah kedongkolannya dengan datang ke tempat ini.

Gadis mendesah sebelum menjawab, "Hanya sedikit hal mengesalkan, tapi aku sudah terbiasa."

"Siapa yang berani membuat kesal gadis cantik sepertimu," canda Bara yang malah membuat wajah Noni memerah.

"Sekarang tuan Bara sudah memperbaiki suasana hati Nona," celetuk Noni yang segera mendapatkan delikan Gadis.

"Dia selalu mengatakan apa yang diinginkannya, kan?" Gadis memutar kedua bola matanya. "Kita bicara di dalam," ajaknya berjalan menuju ke dalam ruangan. "Dan kau tetap di sini," tegasnya yang membuat pelayan muda tersebut memberengut kesal.

"Apakah aku tidak memperbaiki suasana hatimu?" senyum Bara.

Gadis hanya terkekeh dengan pertanyaan godaan tersebut. Segera mengalihkan pembicaraan pada pekerjaan karena Langit pasti akan sampai dalam sepuluh menit. "Pengiriman terakhir berjalan dengan lancar?"

"Semua pesanan sudah diterima. Tepat waktu." Bara mengulurkan bukti penerimaannya. "Dan mengenai proposal dari tuan Tangello, kau sudah membacanya?"

Gadis menghela napas ketika mengangguk. "Tapi masih banyak yang harus kupertimbangkan."

"Kau bisa bicara dengan Jelita, dia akan ..."

"Sejujurnya, kebun itu sudah bukan lagi miliknya."

"Oh, aku tak tahu. Benarkah?"

Gadis mengangguk. "Ada sedikit masalah dan ayahku terpaksa melepaskannya."

"Kau kenal dengan pemilik barunya? Sepertinya tak ada yang berubah. Jonny masih menjadi penanggung jawabnya dan Jemmy ..."

Kali ini helaan napas Gadis lebih keras.

"Maaf." Bara segera menyadari ketidak nyamanan Gadis dengan nama itu.

"Tidak. Aku hanya memikirkan hal lain." Gadis segera menjelaskan. "Dan benar-benar tak ada yang harus kuresahkan dengan nama itu."

Bara mengangguk. "Seharusnya memang tidak."

"Ya."

Hening sejenak.

"Jadi?"

"Jadi apa?"

"Tuan Tangello?"

"Ah, itu. Aku akan membicarakannya dengan Ayah."

"Oke. Dan satu lagi. Tuan Tangello berniat mengunjungi perkebunan ini. Apa kau keberatan?"

"Tidak. Tapi mungkin kau perlu memberitahuku. Jika kami menunjukkan langkah yang bagus untuk Kerjasama ini, aku perlu tahu dan mungkin bicara langsung untuk tahu lebih detail tentang proyeknya itu."

"Ya, dia mengatakan hal yang sama. Dia tak sabar ingin datang ke tempat ini." Bara tersenyum, mengamati Gadis yang kemudian beralih pada lembaran di tangan, kening gadis itu tampak berkerut. Bukan karena serius pada bukti penerimaan serta pesanan selanjutnya, tetapi tampak ada yang menggangu pikiran Gadis. Tangan Bara terulur, mengambil lembaran tersebut dan meletakkannya di meja. "Kau sudah membacanya tiga kali sejak aku memberikannya padamu."

Mata Gadis berkedip. "Ah, aku ... pesanannya."

"Pesanannya sama dengan minggu ini dan stok anggurmu sepertinya lebih dari cukup seperti biasa. Petanimu sudah tahu apa yang harus dilakukannya sehari sebelum jadwalku datang."

"Hmm, ya."

"Ada yang mengganggumu?"

Gadis mengambil kembali laporan di tangan Bara dan memasukkannya ke dalam laci meja. "Bukan hal penting."

"Oh ya?"

Gadis mengangguk dan saat menatap kembali wajah Bara, ia memberikan seulas senyum. "Terima kasih sudah mencemaskanku."

"Ya, itulah gunanya teman."

Gadis tertawa, sejenak melupakan kegelisahannya. Sampai Noni melangkah masuk dan berkata, "Waktunya kembali, Nona."

Gadis mengangguk.

"Menunggu seseorang?"

"Bukan siapa-siapa," jawab Gadis sambil lalu. Menutup laci dan berjalan ke arah pintu. Bara membukakan pintu untuknya. Keduanya berjalan keluar gudang, menuruni undakan ketika langkahnya terpeleset dan Bara dengan sigap menangkap tubuhnya.

Gadis terperangah, begitu pun dengan Bara yang memeluk kuat-kuat tubuh Gadis agar tak lepas dari kedua lengannya. Sekuat cengkeraman Gadis di lengan atasnya. Keduanya saling pandang dengan jarak di antara mereka yang begitu dekat. Dan untuk beberapa detik, Gadis sempat terpengaruh. Merasakan bentangan emosi dalam tatapan Bara yang begitu pekat. Menyentuh sesuatu di dadanya yang ia pikir sudah mati rasa.

Keduanya masih membeku dengan posisi yang begitu lekat, tanpa menyadari langkah Langit yang bergerak semakin dekat.

Part 43-44 Di Karyakarsa barusan diup juga ya. Silahkan yang ga sabar dan pengen cepat di sana





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top