4. Memastikan Kebenara
Part 4 Memastikan Kebenaran
Tentu saja gadis muda itu akan mengingatnya. Gadislah yang menandainya di sana. Dan siapa yang menyangka kalau kebetulan ini kembali membuat mereka kembali bertemu. Yang membuatnya semakin merasa tertarik.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Ujung mata Gadis melirik pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Ini bukan pertama kalinya pria itu masuk ke kamarnya dengan lancang.
“Kau sudah bertemu dengan wanita bodoh itu?”
Alis Gadis bertaut. Wanita bodoh? Dokter Sunny? Baginya dokter itu hanya wanita gila.
“Apa dia lupa mengatakan kalau aku akan segera menemuimu?”
“Kenapa aku harus mendengarkan omong kosongnya?”
Pandangan Langit bergerak ke bawah, berhenti di perut Gadis. “Di antara ribuan wanita yang ada di rumah sakit, kesalahan itu membawamu padaku. Tidakkah takdir kita berdua begitu menarik?”
“Aku tak tahu apa yang kau katakan dan aku tak peduli apa yang dikatakan wanita gila itu padamu. Yang kutahu, kau akan segera meninggalkan tempat ini atau aku akan berteriak memanggil orang-orang.”
“Ya, coba saja.” Langit bergerak ke samping, kali ini berbaring telentang dan bersandar pada kepala ranjang. Tangannya bergerak melepaskan kancing kemeja hitamnya. “Mungkin kita bisa melanjutkan apa yang tertunda di tempat ini?”
Napas Gadis tertahan dan wajahnya memanas. Bukan oleh rasa malu, melainkan oleh kemarahan yang seketika merebak di dalam dadanya. Kakinya sudah akan bergerak mendekati pria itu, tetapi menyeret tubuh besar itu keluar dari tempat ini adalah usaha yang sia-sia. Kelicikan yang tersirat di mata pria itu memberinya firasat buruk bahwa itu bukan pilihan yang bijak.
“Apa yang kau inginkan?”
Seringai Langit mengembang dan kilat licik melintasi kedua manik birunya. Tangannya menepuk sisi tempat tidur di samping tubuhnya. “Bicara? Sambil melakukan hal lainnya, mungkin?”
Tatapan Langit kembali melucuti dari ujung kepala Gadis hingga ujung kaki. Sama sekali tak repot menutupi kemesumannya ketika berhenti lebih lama di bagian dada. Oh, ayolah. Ada banyak wanita yang akan dengan sukarela menelanjangi diri mereka sendiri di hadapannya. Namun tak satu pun yang berhasil menarik minatnya. Kalaupun ada yang sedikit beruntung bisa ia gunakan untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya, tentu dengan segala macam prosedur yang akan membuat Aaraf harus merepotkan diri. Mendekati frustrasi karena begitu pemilihnya dirinya.
Akan tetapi gadis muda di hadapannya? Seolah mematahkan segala macam kriteria yang selama ini ia perketat sebelum membawa tubuh wanita naik ke ranjangnya. Tubuhnya yang mungil, rambut lurus yang dibiarkan tergerai dengan cara yang berantakan. Yang anehnya membuat gadis itu terlihat begitu seksi. Menggelitik rasa lapar di perutnya. Apalagi jika mengingat malam itu. Sesuatu di dalam tubuhnya segera menegang dengan cara yang menyenangkan. Membuatnya tak sabar untuk …
Langit mengerjap. Menyadari pikiran liarnya yang mulai kehilangan kendali. Dan entah bagaimana caranya, gadis muda itu berhasil memikat pikirannya. Yang membuatnya kesal sekaligus tertarik di saat yang bersamaan.
Bibir Gadis menipis. Berusaha keras menekan amarah yang nyaris meledak. Jarak tempat tidur dengan pintu lebih jauh dibandingkan posisinya saat ini. “Mati saja kau,” desis Gadis melompat ke arah pintu sebelum Langit sempat menggerakkan tubuh turun dari ranjang. Dan ia berhasil menutup pintu tersebut saat melihat pria itu bergerak dengan penuh ketenangan.
Gadis berlari ke arah tangga, menyeberangi ruang tengah dan menemukan Noni di ruang makan. “Ke mana semua orang?”
“N-nona, ada apa?” Noni menyadari kepanikan yang menyelimuti wajah Gadis.
“Ada orang masuk ke kamarku. Cepat panggil para pegawai laki-laki …”
“Ah …” Noni seketika menyadari siapa yang dimaksud sang nona. “Tuan Samudra?”
“Kau tahu?”
Noni mengangguk. “Beliau bilang Tuan yang mengundangnya ke rumah.”
Mata Gadis membulat sempurna. “Apa?”
“Beliau sedang dalam perjalanan pulang. Asistennya bilang sekitar sepuluh menit lagi dan sekarang, sepertinya sudah memasuki perkebunan.”
Gadis menganga. Kehilangan kata-kata untuk bereaksi.
“Atau …” Noni berhenti ketika mendengar suara mesin dari arah halaman depan. “Itu?”
Tepat ketika sang Ayah masuk ke dalam rumah, Langit menuruni anak tangga. Kedua pria itu saling pandang sejenak. Gadis tahu papanya mengenal Langit, tetapi hanya sekedar hubungan bisnis yang ia pikir sudah selesai setelah kebun milik Jelita dibeli oleh pria itu. Lalu … “Ada apa ini, Ayah?” Gadis berusaha mengabaikan tatapan Langit yang masih melekat padanya.
“Ayah baru saja dari kota untuk memastikan kesalahan tersebut.”
“Apa?”
“Semua yang dikatakan dokter Sunny memang benar. Ayah sudah melihat rekaman CCTVnya dan kedatangan tuan Samudra ke sini untuk membawamu ke rumah sakit dan memastikan tentang keberhasilan program tersebut atau tidak.”
Bibir Gadis kelu. Terlalu kecewa pada sang ayah dan marah pada Langit. Dan ditambah Noni yang tiba-tiba muncul dengan celetukan yang membuatnya semakin tak berkutik.
“Saya lupa memberitahu, mobil yang Anda minta sudah siap.” Noni melengkungkan senyum polos yang benar-benar membuat Gadis gemas bukan main. “Saya juga sudah bersiap.”
Mata Gadis terpejam, kenapa ia masih mempekerjakan pelayannya satu ini.
Langit mendekat dengan senyum licik. “Dia anak naik mobilku.”
***
Tatapan penuh sesal dan tak berdaya sang ayah semakin menjauh dari pandangan Gadis. Masih menunggu di halaman rumah ketika mobil Langit melaju membelah perkebunan anggur miliknya di sisi kanan dan sisi kiri perkebunan strawberry milik Jelita. Yang sekarang sudah menjadi milik pria yang duduk di balik kemudi di sampingnya.
Kepalanya berputar, mencoba berpikir keras apa yang harus dilakukannya untuk lepas dari situasi rumit saat ini.
Kenyataan bahwa alat tes yang diberikan dokter Sunny memberinya kebenaran adalah bayangan paling buruk bahkan hanya untuk dibayangkan. Ia tak sudi jika harus mengandung anak pria berengsek di sampingnya ini. Dan memikirkan semua itu membuat perutnya kembali mual.
“B-berhenti.”
Langit mengernyit, tetapi segera menepikan mobil melihat kepucatan di wajah Gadis yang membekap mulut dengan telapak tangan. Begitu mobil berhenti, gadis muda itu melompat turun dan membungkuk di tanah berumput.
Langit menyusul turun, tetapi langkahnya terhenti ketika Gadis minta air. Ia kembali memutari mobil dan membuka pintu belakang. Mengambil satu botol air mineral di sana dan kembali mendekati Gadis. Yang tidak ada di samping mobil. Maupun di mana pun pandangan Langit mengedar ke sekelilingnya.
Pegangan Langit mengeras hingga botol kaca tersebut pecah. Bibirnya menipis keras.
Beraninya gadis sialan itu mempermainkannya, hah?!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top