31. Keputusan Yang Benar

Part 31 Keputusan Yang Benar

Hanya satu kali. Hanya beberapa saat ia lengah dan bersikap sentimentil terhadap Gadis, dan inilah yang didapatkannya. Lihat, alasannya untuk tidak pernah mempercayai siapa pun adalah satu-satunya hal yang dipercayanya.

Tubuhnya duduk di sofa tunggal. Satu-satunya benda yang masih berada di tempatnya di tengah ruang perawatan yang sudah seperti kapal pecah. Meja kaca, vas bunga, ranjang pasien, partisi yang terbuat dari kayu pun tak luput dari luapan kemurkaan seorang Langit Samudra di ruang perawatan dengan fasilitas terbaik tersebut.

Lantai putih tersebut kini telah berubah menjadi lantai pecahan kaca, bercampur darah dari semua anak buahnya. Termasuk Aaraf, yang membawa kabar buruk tersebut.

Bagaimana mungkin mereka tidak ada yang tahu istrinya dan Ludy Evander meninggalkan rumah sakit. Dengan tanpa jejak seperti ini. Seumur hidup, belum pernah ia merasa dipermainkan dengan cara paling konyol seperti ini.

Langit tertawa. Menertawai dirinya sendiri, tetapi tawa dingin tersebut sukses membuat semua orang yang berjajar di tengah ruangan tersebut semakin dibuat bergidik ngeri.

Aaraf tertunduk dalam. Menahan nyeri di ujung bibirnya yang robek. Tulang hidungnya pun patah, juga lebam yang pasti ada di seluruh tubuhnya. Ia hampir tak bisa berdiri, begitu pun dengan bawahannya yang lain. Tetapi sebelum Langit memerintahnya untuk enyah dari tempat ini, tak ada satu pun yang berani bergerak.

Begitu mendapatkan kabar tentang Gadis yang melarikan diri bersama Ludy dan Noni. Langit langsung ke rumah sakit, seperti beruang yang mengamuk dan memporak-porandakan seluruh ruang perawatan tersebut. Melampiaskan seluruh kemurkaan pada setiap barang dan orang yang terlihat. Dan saat itu pula Aaraf menyadari, pengaruh Gadis bagi pria itu.

Tawa Langit tiba-tiba berhenti, suasana kembali mencekam. Semua orang seperti menahan napas saat akhirnya pria itu bersuara untuk memberikan perintah. "Bawa mereka padaku. Aku tidak peduli dengan keduanya masih dalam keadaan mati atau hidup, tapi istriku. Aku ingin dia kembali dengan napasnya."

Tubuh tanpa nyawa sudah tentu tidak ada gunanya, kan?batinnya sambil menyeringai.

***

Gadis tersentak bangun dengan keras saat mendengar suara barang jatuh di sampingnya. Matanya terbuka lebar dan melihat atas mobil yang berjalan di atas bebatuan. Jalanan semacam ini bukanlah hal baru yang baginya yang tinggal di perkebunan. Tetapi jalanan yang mereka lalui kali ini sangat parah.

Ayahnya masih tidur di samping Bara yang duduk di balik kemudi, juga Noni yang duduk di sampingnya. Tas kecilnya yang ditumpuk di sebelahnya jatuh di samping kaki. Wanita itu melepaskan sabuk pengaman dan mengambilnya.

"Kau sudah bangun?"

Gadis mengangguk, mengambil botol air mineral dan meneguknya sambil mengedarkan pandangan ke luar mobil. Padang rumput yang luas dan pohon-pohon yang lebat. Tempat terpencil adalah pilihan teraman. Mungkin. Sampai Langit menemukannya. Besok, lusa, satu minggu, atau nanti malam. Ia tidak peduli. Jika kesempatan itu memang tidak ada, setidaknya ia sudah mencoba.

Setidaknya sampai kegilaan pria itu menghilang. Kekuasaan pria itu terlalu besar dan luas untuk orang sejahat dan seberengsek Langit. Bandara bahkan pelabuhan tak akan luput dari pengawasan pria itu. Tak mengejutkan jika pria itu akan menemukannya dalam sekejap. Saat ini, satu-satunya yang ia harapkan hanyalah keberuntungan untuk lolos dari pria itu.

Sejak membuat kesepakatan dengan Langit, ia tahu akan kehilangan semuanya. Ia juga sudah memberitahu sang Ayah untuk semua kemungkinan terburuk, meminta sang Ayah untuk mempersiapkan segalanya. Mempersiapkan hati bawa mereka akan kehilangan semua. Pun tak akan menjadi mudah bagi mereka.

"Kau Lelah? Aku bisa menggantikanmu."

"Sebentar lagi kita sampai." Bara menoleh ke belakang hanya untuk memberikan seulas senyum baginya.

Gadis hanya mengangguk. Bara mengatakan memiliki tempat masa kecilnya yang berasal dari pedesaan. Sebelum kemudian dibuang ke panti asuhan oleh paman dan bibinya. Yang sekarang sudah meninggal.

'Maaf, aku tak seharusnya ...'

'Tidak. Aku dibuang saat berumur delapan tahun, jadi ingatanku cukup jelas. Dua tahun terakhir aku mencari tahu masa laluku dan menemukan mereka sudah meninggal. Jadi aku mempertahankan rumah itu karena menunggu. Mungkin aku masih memiliki saudara. Atau orang tua. Setidaknya salah satu dari mereka atau seseorang yang tahu tentang asal usulku. Setiap enam bulan sekali aku ke sana untuk sekedar melihat perkembangannya.'

'Dan tidak ada siapa pun yang tahu tentang ini. Jika kau cemas Langit akan menelusuriku.'

Kecepatan mobil mulai berkurang saat mendekati rumah tingkat dua dengan pagar pendek dari besi berwarna hijau tua. Halamannya luas, di sisi kiri tampaknya bekas taman yang sudah tidak terawat. Banyak ditumbuhi rumput liar. Sementara di sisi kanan halamannya hanya tanah dengan bebatuan kecil.

"Kuharap kalian nyaman berada di sini."

"Ya, tentu. Ini jauh lebih baik, Bara. Terima kasih."

Bara turun lebih dulu, menyusul Gadis yang membangunkan Noni. Ludy menyusul paling akhir ketika ketiganya mengeluarkan barang-barang dari dalam bagasi.

"Terakhir aku datang beberapa bulan yang lalu, jadi tempatnya masih tak terurus seperti ini." Bara menjelaskan begitu keempatnya memasuki ruang tamu yang luas dengan perabot yang ditutupi kain putih. Meletakkan barang-barang di lantai dan dibantu Noni menarik kain yang menutupi sofa di samping mereka. "Di sini ada beberapa kamar. Cukup untuk kita berempat. tiga di atas dan dua di bawah. Kau ingin memeriksanya lebih dulu?"

Gadis mengangguk. Membawa barang-barangnya dan mengikuti langkah Bara. Begitu pun dengan Ludy dan Noni yang memeriksa tempat lain.

***

Suasana rumah Bara tidak jauh berbeda dengan perkebunan meski bangunannya tidak lebih luas dari rumah mereka di perkebunan. Tetapi semua ini sudah lebih dari cukup bagi Gadis dan sang ayah.

Bara menempati kamar di seberang, sama-sama di lantai dua. Sementara sang ayah kamar tepat di sampingnya dan Noni di kamar bawah.

Saat bangun keesokan harinya karena mual di perut, Gadis merasa lega Langit masih belum menemukan mereka. Jika ya, Noni tidak akan mendatangi kamar tidurnya dengan suara semringah seperti saat ini. Membawa tas kecil berisi pakaian ganti untuknya yang tertinggal di mobil sekaligus memberitahu bahwa meja makan sudah siap.

"Nyonya baik-baik saja?" Senyum Noni seketika berubah menjadi cemas melihat keringat yang membasahi hampir seluruh wajah Gadis yang pucat. Pelayan itu segera membantu Gadis berdiri dari simpuh di depan toilet dan membawanya kembali ke tempat tidur. Menuangkan segelas air putih untuk sang nyonya.

"Katakan pada Ayah aku tak bisa bergabung untuk makan."

"Nyonya sakit?"

"Aku hanya kecapekan setelah perjalanan kemarin dan tadi malam baru tidur setelah lewat tengah malam." Gadis kembali berbaring setelah menghabiskan isi gelasnya.

Noni mengangguk dan berjalan keluar kamar setelah mengatakan akan membawakan makanan Gadis ke kamar. Mata Gadis kembali terbuka saat mendengar pintu kamar yang sudah ditutup. Menggigit bibir bagian dalamnya ketika tangannya bergerak menyentuh perutnya yang masih rata.

Tanpa mengetahui ada anak di dalam perutnya, Gadis berharap Langit tidak membutuhkan dirinya lagi. Toh sudah ada anak pria itu yang dikandung oleh Renata, kan? Mungkin obsesi Langit yang begitu terburu menginginkan seorang anak akan meredam perhatian pria itu terhadap dirinya. Kehamilan Renata meyakinkan dirinya, bahwa pilihannya untuk menyembunyikan hal ini adalah keputusan yang benar.

Sekarang, bagaimana ia mengatakan pada semua orang bahwa dirinya tengah hamil?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top