28. Tiga Bulan
Part 28 Tiga Bulan
Riana memberikan satu gelengan singkat dan pelan saat menurunkan masker dari wajahnya. Menatap amarah di wajah Langit yang semakin menegang.
“B-bagaimana mungkin?”
“Kandungannya memang lemah dan rentan karena masih muda. Ini sudah biasa, terutama Riwayat keguguran sebelumnya.”
“Kau bilang semuanya baik-baik saja.”
“Ya, terakhir kali aku memeriksa memang baik-baik saja.”
“Lalu kenapa begitu tiba-tiba?”
“Aku akan memeriksanya.”
“Ada hal-hal yang mempengaruhi? Semacam kesengajaan?”
“Aku mengawasinya dengan baik seperti yang kau inginkan, Langit. Ini murni kecelakaan. Jika disengaja, pelakunya pasti kau sendiri. Kau yang membawanya sejak pulang dari perkebunan tadi sore.”
Langit menggeram tak terima dan kata-kata Riana memang masuk akal. “Dia mengatakan pusing setelah meminum jus strawberry yang kuberikan di pesta.”
“Kecuali kau sengaja ingin menggugurkannya. Tapi itu tidak mungkin, kan?”
Langit terdiam, tampak berpikir sejenak. “Apakah ada masalah dengan rahimnya?”
“Keguguran pertamanya memang memberikan masalah pada rahimnya. Tetapi satu tahun sudah cukup untuk memulihkannya. Aku akan mencari tahu lebih lanjut dengan pemeriksaan yang lebih detail.”
Langit mengangguk singkat.
“Dia masih belum bangun, satu jam lagi aku akan memindahkannya ke ruang perawatan. Kau ingin melihatnya?”
Langit menggeleng. “Aku harus bicara dengan Aaraf.”
“Kau ingin aku memberitahu mamamu?”
“Tidak sekarang. Aku tak punya waktu mengurus pembicaraan tak penting.”
Riana mengangguk. Menatap Langit yang masih menatap ke pintu ganda putih di sampingnya. Tempat Gadis berbaring masih dalam pengaruh obat bius. “Ada apa?”
“Setelah kali ini, berapa lama waktu yang dibutuhkan baginya untuk kembali hamil?”
Riana menjilat bibirnya yang mendadak kering. “Apa kau begitu ingin dia cepat hamil?”
Langit terdiam sejenak. “Alasan utamaku menikahinya memang untuk itu, Riana. Bersenang-senang dengannya adalah alasan yang lain.”
Riana kembali menutup mulutnya.
***
Sejak terbangun, Gadis masih berbaring di ranjang pasien tersebut. Tak mengatakan apa pun dan tak ingin melakukan apa pun. Ia bahkan tak tahu apa yang harus dirasakannya. Pengalaman pertamanya keguguran, ada yang tidak baik-baik saja di dalam dadanya, tetapi semua segera terabaikan karena kebenciannya terhadap Langit dan pernikahan yang pria itu paksakan,
Dan Gadis pikir, kegugurannya kali ini pun akan membuatnya terbiasa untuk merasa kehilangan kali ini. Tetapi … kenapa dadanya terasa sesak? Kenapa matanya tak berhenti menahan bendungan di kedua kelopak matanya? Kenapa seluruh tubuhnya terasa lemah dan tak berdaya?
Dadanya terasa penuh, tetapi ada lubang menganga yang tak bisa ditutupnya. Ditambah denyutan yang membuatnya akhirnya tak bisa menahan air mata meleleh ke sudut matanya.
“Kau menangis?”
Gadis berpaling, mengusap air matanya dengan cepat sebelum berbalik menatap Riana yang berdiri di samping ranjang. Memeriksa aliran infus sambil memberikan instruksi bagi perawat untuk keluar saja.
“Sebelumnya juga kecelakaan, kan?”
Gadis tak menjawab, menatap Riana yang malah hanya memberikan kedikan di bahu.
“Aku tak tahu apakah ini kebetulan atau .. bagaimana kau bertemu Renata?”
“Renata?”
“Hmm.”
“A-apa dia Renata yang kau bilang calon ibu pengganti untuk …”
“Aku tak mengatakannya.”
“Jadi memang dia.”
“Ya, tapi kenapa aku merasa kau lebih penasaran dengannya dibandingkan keadaanmu saat ini?” Mata Riana menyipit curiga. “Atau di mana Langit sekarang?”
Gadis menutup mulut.
“Dia bilang akan segera kemari.”
“Apa yang kau katakan padanya?”
“Apa yang terjadi dan akan kulakukan.” Riana mulai menempelkan stetoskop di dada Gadis dan memeriksa denyut nadi. “Semuanya normal, tetapi karena kau kehilangan banyak darah, kau harus segera memulihkan tubuhmu dengan makan lebih banyak.”
“Untuk kembali hamil?”
Riana tak langsung menjawab, memasukkan stetoskop di dalam saku jasnya dan sambil menulis sesuatu di berkas, ia berkata, “Kau bisa merasa lega untuk yang satu itu. Denyut jantung janinmu berhenti tetapi tidak keluar dengan sendirinya. Proses kuretasi membuat rahimmu butuh waktu untuk pulih dan kembali hamil.”
“A-apa Langit tahu?”
Riana mengangguk.
Gadis tak mengatakan apa pun, tetapi ia merasa ada yang aneh dengan cara Riana menatap dirinya. “Kenapa? Ada yang salah denganku?”
Riana menggeleng sekali. Menutup berkas di tangannya dan meletakkannya di meja kecil. “Aku hanya tak tahu apa yang akan kukatakan padamu.”
“Jangan menatapku seperti itu.”
“Jika semuanya berjalan lancar, seharusnya saat ini Langit sudah memiliki seorang bayi. Laki-laki.”
Gadis terdiam. Tak akan membalas meski Riana tampak memberinya kesempatan untuk bicara.
“Karena ayahmu, pertama rencana ini gagal. Orang yang diinginkan Langit bukan kau dan kau mengalami keguguran. Lalu dia menikahimu.”
“Dengan paksaan. Kau pikir aku mengharapkan semua ini?”
“Tidak, tapi jika bukan dirimu, maka siapa lagi yang akan bertanggung jawab untuk kelicikan ayahmu?”
Gadis tak bisa menjawab. Matanya terpejam dan air mata kembali meleleh. Perasaannya kembali memburuk.
Suara langkah kaki yang samar-samar terdengar dari balik pintu membuat Riana mengambil berkas di meja kecil. “Sepertinya dia sudah datang. Aku pergi dulu.”
Gadis segera mengusap sisa basah yang masih ada di sekitar mata sebelum Langit melangkah masuk. Keduanya sempat berbicara sejenak di ambang pintu, dan saat Gadis mengangkat pandangannya, Langit sudah setengah menyeberangi ruangan.
Pria itu berhenti di samping ranjang, menatap Gadis tanpa mengatakan apa pun untuk waktu yang cukup lama hingga membuat wanita itu tidak nyaman.
“Ini bukan kebetulan, kan?”
Alis Gadis bertaut tak mengerti.
Tangan Langit terulur, menyentuh ujung dagu Gadis dan mendongakkan wajah sang istri menatapnya lurus. “Saat kau tiba-tiba menjadi patuh dan menyenangkan untukku, kau menghempaskan semua kepercayaanku dengan piciknya.”
Wajah pucat Gadis yang masih diselimuti kesedihan seketika membeku. Wanita itu menyentakkan pegangan Langit. “Pikirkan apa pun yang kau inginkan, Langit. Itu bukan urusanku.”
“Itu urusanmu. Kau lupa, jika kau bisa memberiku seorang anak, aku akan mengembalikan kebun kalian pada ayahmu.”
Bibir Gadis hanya bisa menipis untuk melampiaskan kekesalannya. Tak tahu harus merasa lega atau sedih dengan hal ini. Ia baru saja keguguran dan itu hal yang pertama dibicarakan oleh Langit. Apakah bagi pria itu dirinya hanya kantung untuk anak pria itu? Yang bisa diperjualbelikan seperti ini.
“Sayangnya, hanya itu kesepakatan di antara ayahmu dan aku.”
“Apa sekarang kau akan menceraikanku?”
Langit terkekeh. “Tidak. Setidaknya sampai aku merasa tak bisa bersenang-senang dengan tubuhmu.”
Gadis menelan ludahnya. Tak mengejutkan tetapi entah bagaimana kata-kata itu berhasil membuat bulu kuduk Gadis berdiri. Terutama ketika Langit kembali menangkap dagu dan mendongakkan kepalanya dengan kasar.
“Aku akan memberikan kebun itu dan sebagai gantinya …” Langit mengulur suaranya. Melepaskan pegangannya, tetapi ujung telunjuknya menyentuh leher Gadis. Bergerak turun dengan perlahan, melewati tulang selangka dan lebih turun lagi.
“Tubuhku. Keinginanmu tak pernah jauh-jauh dari itu, Langit.”
Langit membungkuk, menyejajarkan wajah mereka. “Memang,” seringainya lebih tinggi ketika melanjutkan. “Aku akan memberimu waktu tiga bulan. Jika kau tidak hamil dalam waktu itu, aku akan membakar perkebunan itu hanya untuk bersenang-senang di atas penderitaan ayahmu.”
Gadis menggigit bibir bagian dalamnya demi menahan gemetar yang tiba-tiba menyerangnya.
“Dan tak hanya satu kebun.”
“K-kalau aku tak bisa?”
“Tak ada yang tersisa dari dirimu selain tubuhmu yang sudah tidak berguna lagi.”
“Rahimku butuh waktu untuk pulih. Jika dipaksa hamil …”
“Itu urusanmu.”
“Jika kau begitu ingin punya anak, kenapa kau tidak menggunakan program bayi tabung seperti rencana awalmu?”
“Setelah tiga bulan, aku memang akan melakukannya. Tapi itu bukan urusanmu.”
Gadis ingin menjerit dan menangis, tetapi ia tidak akan melakukannya di depan Langit. “T-tiga bulan?”
“Hmm.”
Gadis tampak berpikir lebih dalam. Mempertimbangkan dalam beberapa detik. Keputusannya bukan pilihan yang baik, tetapi hanya itu pilihan terbaik yang dimilikinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top