21. Luka Lama Yang Kembali Menyayat

Part 21 Luka Lama Yang Kembali Menyayat

"Ah, itu ..." Mata Langit memicing mengamati gambar tersebut.

"Di antara banyak wanita, kau memilih Jelita?"

"Sejujurnya aku tak pernah memilihnya. Dia yang datang padaku. Kami bicara dan dia ... ehm kau ingin aku mengatakan apa? Rasanya tak perlu dijelaskan. Itu bukan kesalah pahaman. Gambarnya memang terlihat seperti itu."

Gelombang amarah tersebut segera menerjang Gadis dengan sangat keras. Rasa sakit familiar tersebut sekali lagi menghujam dadanya dengan keras. Mendorong tangannya untuk melemparkan ponsel tersebut ke arah Langit.

Insting Langit bergerak lebih cepat daripada lonjakan amarah Gadis. Menangkap ponsel tersebut tepat di depan wajahnya. "Kau marah?"

"Kalian pernah berkencan bukan?"

Langit hanya mengedikkan bahunya dengan santai. Pandangannya turun, menatap dada Gadis yang bergerak naik turun karena emosi. "Bukankah ini kebetulan yang lucu? Lima tahun kau berkencan dengan Sebastian, dan di hari pernikahan, dia menikah dengan kakakmu."

Gadis tak perlu bertanya darimana Langit mengetahuinya. "Sangat lucu. Hingga aku benar-benar ingin tertawa sampai mati."

Langit tersenyum, berjalan mendekat sambil melirik sekilas gambar yang dikirim oleh Jelita. Sangat jelas, Jelita tak pernah menginginkan ketenangan ada di hidup Gadis. Apalagi kebahagiaan. "Kau cemburu?"

"Kenapa aku harus mencemburui pria berengsek sepertimu?" Gadis melangkah mundur, mempertahankan jarak antara dirinya dan Langit tetap sama. Beruntung ada meja tempat dasi dan jam tangan Langit terpajang di tengah ruangan. Ia melangkah ke samping dan membiarkan meja tersebut menghadang di antara keduanya.

Langit terkekeh. "Pertanyaan yang salah. Apa kau baik-baik saja?"

"Ya. Tentu saja."

"Kau tidak."

"Ya, apa aku punya alasan agar merasa tidak baik-baik saja?"

"Seharusnya. Melihat wanita lain duduk di pangkuan suamimu, seharusnya kau merasa terganggu, sayang."

"Ah, aku merasa terganggu. Kau puas? Tapi aku akan berusaha sangat keras untuk tidak mengganggu kesenanganmu. Lakukan apa pun yang kau inginkan. Sudah biasa kalau seorang pria bersenang-senang di luar saat istrinya hamil dan mencari kesenangan lainnya. Aku tak akan menyalahkan keberengsekanmu. Sejak awal kau memang berengsek, kan?"

"Ck, kau mulai membosankan, istriku."

"Ya, maafkan aku untuk yang satu itu."

"Tapi aku punya sesuatu untuk memperbaiki hubungan kita yang cukup rumit ini."

"Tak perlu repot-repot."

Langit berhenti. Keduanya tepat berada di seberang meja. Tatapan Langit mengarah lurus, seringai tertarik di salah satu ujung bibirnya saat ia melempar lingerie tersebut ke hadapan Gadis. "Pakai itu."

Gadis mengambilnya, tetapi kemudian melemparnya ke lantai. Tanpa melepaskan tatapannya dari Langit.

Seringai Langit bergerak lebih tinggi. "Kau lebih suka cara yang keras, ya?"

Sakit hati yang menganga di dadanya membuatnya merasa kebas akan rasa takut yang datang oleh ancaman Langit. Tatapan keduanya masih bertahan untuk beberapa saat, ketika detik berikutnya Gadis bergerak ke arah pintu, tak butuh usaha keras bagi Langit untuk menangkap tubuhnya. Mengangkat dan membawanya ke tempat tidur.

Tubuh Gadis dibanting di ranjang yang empuk. Gerakan Langit cukup kuat, tetapi ia tak bisa lebih keras dan kuat lagi untuk memastikan perut Gadis tidak sampai mengenai dampak dari kekuatan prianya.

Gadis meronta, berusaha bangun terduduk. Tetapi punggungnya kembali menempel di kasur. Sementara Langit menahan kedua kakinya dengan tubuh pria itu di atasnya, menindih pahanya dengan posisi setengah terduduk.

"Apa yang membuatmu berpikir kau akan bisa lolos dariku, istriku?"

"Ketololanku," jawab Gadis sama sekali tak peduli dengan apa yang akan dilakukan pria itu terhadapnya.

"Ck, kenapa kau tak pernah belajar dari pengalamanmu?"

"Karena aku tolol. Selain aku yang tak punya otak, apa sekarang kau yang tak punya telinga."

Langit menangkap rahang Gadis. "Bukan jawaban yang tepat, sayang."

Gadis mencoba menggerakan mulutnya, yang sengaja Langit tahan agar tak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya selain erang kesakitan. Dan sayangnya, ia tak akan mengaduh. Ia akan menahannya. Kebencian yang teramat terpancar dari kedua tatapannya. Terutama ketika Langit mengurai ikatan jubahnya di perut dan menarik tali tersebut bersama jubah mandinya sebelum membuangnya ke lantai.

Lingerie yang sudah Gadis buang ke lantai, entah bagaimana kini berada di tangan Langit. Yang mengenakan kain tipis tersebut di tubuh Gadis tanpa mampu wanita itu menolak untuk melawat kekuatan pria Langit.

Begitu selesai, Langit bergerak turun dari tubuh Gadis dengan senyum kepuasan. "Ini menyenangkan, bukan?"

Gadis beringsut menjauh. Menutup bentuk dadanya yang terpampang jelas meskipun bagian tengahnya tertutup oleh bahan yang sedikit lebih tebal menggunakan kedua lengan. Air mata mulai menggenang di kelopak matanya. Omong kosong dengan kata-kata Noni. Omong kosong ia sempat memikirkan kata-kata Noni.

Langit berdiri di ujung tempat tidur. Melepaskan sabuk dan kancing kemejanya dengan tanpa melepaskan tatapan serta senyum kepuasannya. "Aku suka menggunakan cara yang satu ini untuk mendapatkan apa yang kuinginkan. Besok kau bisa mencobanya lagi," ucapnya sambil melepaskan kemeja dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Begitu mendengar suara gemericik air dari dalam kamar, isak tangis Gadis akhirnya pecah. Kepala wanita itu tertunduk dalam dan meringkuk seperti bola. Mencoba bertahan dengan segala perasaannya yang hancur berkeping-keping. Remahan patah hati tak pernah membaik, dan mengingat gambar yang dikirim Jelita, adalah gambar dengan posisi yang sama. Sang kakak menyerangnya tepat seperti yang diinginkan. Dan sekali lagi, ia jatuh ke dalam kehancuran yang sama.

***

Jelita melingkarkan kedua lengannya di leher Langit, keterdiaman pria itu membuatnya berani melangkah lebih jauh dan menutup jarak di antara bibir mereka. Bibirnya bergerak mengusap bibir Langit dengan gerakan yang menggoda. Pada awalnya, Langit hanya terdiam. Membiarkan Jelita bermain-main dengan ciuman tersebut. Tetapi melihat usaha wanita itu yang begitu keras, Langit pun mulai membalas dan berbisik di antara ciuman tersebut. "Kau sudah mendapatkan gambar yang bagus?"

Ciuman Jelita terhenti, kepucatan segera merebak di wajah wanita itu. Wajahnya terangkat dan keduanya melirik pada ponsel di tangannya.

"Menyingkirlah," perintah Langit, mengambil sapu tangan di saku celana dan mengusapkannya ke bibir lalu membuang tempat sampah tersebut ke tempat sampah. "Kau selalu berusaha keras menjadi lebih baik dari adikmu, tapi sayangnya. Aku lebih suka mencium Gadis."

Wajah Gadis yang pucat kini mulai tampak memerah. Rasa malu dan kemarahan bercampur jadi satu.

"Kau tahu, rasa manisnya tak pernah membosankan." Senyum dingin khas Langit tersungging penuh kepuasan. "Tidak sepertimu."

Amarah Jelita naik ke ubun-ubun. Genggamannya pada ponsel semakin menguat hingga buku-buku jari wanita itu tampak memutih.

"Kau akan merusak ponselmu, Jelita. Kau sudah mendapatkan bukti itu dengan susah payah, kan?" Langit berdiri. "Aku akan membiarkanmu. Hanya kali ini."

Setelah gambar tersebut terkirim ke nomor Gadis dan sang adik sudah membukanya. Jelita membanting ponselnya ke lantai hingga retakan parah membentuk di layar, sebelum kemudian berubah menjadi gelap.

Kecemburuan tersebut terasa bergemuruh di dadanya, mendidih hingga rasanya naik ke ubun-ubun. Kenapa Gadis selalu merusak kebahagiaan hidupnya? Kenapa Gadis selalu membuat hidupnya tak beruntung?Jemmy, dan bahkan Langit. Entah apa yang membuat kedua pria itu lebih memilih Gadis dibandingkan dirinya? Bahkan Gadis tak lebih cantik dari dirinya. Bahkan Gadis tak lebih baik sedikit pun dari dirinya yang sempurna. Mulai dari bentuk tubuhnya, wajahnya, juga caranya menyenangkan seorang pria. Ia lebih berpengalaman dari Gadis yang sok polos tersebut. Dari Gadis yang sok berhati suci tersebut.

Jelita menjerit, melempar semua barang-barang yang ada di meja ke dinding. Langit benar-benar menghinanya. Seumur hidup, belum pernah ia merasa begitu dihina sebesar ini. Dan semua ini karena Gadis. Ia akan membuat adik pembawa sialnya tersebut membayarnya dengan sangat mahal.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top