17. Bertemu Kembali

Part 17 Bertemu Kembali

"Aku pernah kehilangan lebih banyak daripada dirimu, istriku. Menurutmu, siapa yang akan lebih terbiasa dengan kehilangan tersebut?" Telapak tangan Langit menempel di perut Gadis, mengusapnya dengan lembut. "Aku tak pernah ingin repot-repot menikahi perempuan meski aku membutuhkan seorang anak. Apa kau tahu kenapa?"

"Aku tak peduli kenapa?"

"Bahkan darahmu sendiri saja bisa berakhir sebagai pengkhianat dan menusukmu yang paling dalam. Seperti yang dilakukan ayah dan kakakmu."

Gadis meronta, lebih karena pembicaraan yang mengungkit tentang ayah dan kakaknya. Luka tersebut masih menganga di dadanya. "Kenapa kau lakukan ini padaku? Kenapa?!" jeritnya dengan isakan yang tak mampu ia redam lagi. "Kenapa aku? Kenapa harus aku?"

"Karena kau." Suara Langit rendah, tetapi seperti sebuah titah dan tak ada yang berani membantah. Dan tak perlu dipertanyakan alasannya.

"Aku tak pernah mendengar jawaban sekonyol itu, Langit. Seperti kenapa kau berengsek, karena kau Langit. Begitu?"

Langit terkekeh, pada akhirnya melepaskan kedua lengannya di tubuh Gadis dan wanita itu melompat turun. Duduk di sampingnya dan segera menjauh sebisanya meski masih berada dalam jangkauan tangannya. "Semakin hari kau semakin menggemaskan, istriku."

Gadis menekan bibirnya kuat-kuat, menahan emosi yang benar-benar membludak di dalam dadanya. Namun, sedikit akal sehat memaksanya untuk menekan dalam-dalam egonya. Semakin ia menantang Langit, pria itu hanya akan membuatnya semakin hancur. Ia tak peduli, jika hidupnya yang sengsara. Namun, ia tak hanya memiliki sang ayah dan kakak yang mengkhianatinya. Ia punya perkebunan yang menaungi banyak orang di bawahnya. Yang menggantungkan hidup pada perkebunannya. Yang jumlahnya tak sedikit.

Bagaimana mungkin ia mengabaikan mereka, yang sudah hidup sejak perkebunan tersebut dibangun oleh sang mama. Yang sudah seperti bagian dari hidup mereka semua.

"Berapa banyak korbannya? Apa kau sungguh membunuh mereka hanya untuk bersenang-senang atas diriku?"

"Tidak ada." Langit sedikit memutar tubuhnya menghadap Gadis. Menatap air mata yang membasahi pipi sang istri dengan kepuasan. "Ah, belum. Sekarang aku lebih suka menghabiskan waktuku untuk bersenang-senang dengan istri dan calon anakku dibandingkan berurusan dengan polisi."

Bau anyir segera memenuhi mulut Gadis karena gigitan di bibir bagian dalamnya yang begitu kuat. "Apa artinya itu?"

"Artinya, kau memiliki sedikit hati untuk mereka."

"Dan kau akan menggunakannya untuk mengancamku lagi?"

Langit terkekeh. Menepuk pangkuannya. "Kemarilah."

Gadis tak bergerak. "Apa kau akan membunuh mereka hanya karena aku tak menuruti perintahmu?"

"Kenapa aku harus melenyapkan nyawa 19 keluarga yang tinggal di samping gudangmu hanya karena kau tak ingin duduk di pangkuanku dengan sukarela, sayang? Ck, apa kau melihatku seburuk itu?"

Gadis tak tahu bagaimana Langit bisa mengetahui detail tentang pekerjanya yang

"Aku tak segila itu, sayang."

'Kau memang segila itu!' teriak Gadis hanya berani dalam hati. Ia tak peduli berapa kerugian yang harus ditanggungnya. Tetapi nyawa para petani dan pekerjanya, ia tak mungkin menyeret orang-orang yang tak bersalah tersebut ke dalam masalahnya.

Langit kembali menepuk pangkuannya, memaksa Gadis menyeret harga dirinya dan bergerak naik di pangkuan pria itu. Tangannya bergerak menyentuh kedua ujung bibir wanita itu, sedikit mengangkatnya ke atas. "Kau terlihat jauh lebih cantik saat tersenyum," ucapnya dan menempelkan bibirnya di bibir Gadis. Memulai permainan panas mereka.

***

Gadis tak pernah berharap semua penderitaannya akan berakhir dengan cepat. Tetapi setidaknya perjalanan pulang ke rumah Langit lebih cepat dibandingkan ke rumah orang tua pria itu. Begitu mobil berhenti di halaman rumah, Gadis melompat turun lebih dulu sambil merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. Berjalan memutari mobil dan menaiki undakan teras saat tubuhnya menabrak seseorang yang baru keluar dari pintu utama.

"M-maaf ... Gadis?" Pria itu menangkap lengan Gadis yang terdorong ke belakang.

Suara familiar tersebut membekukan tubuh Gadis. Dan perlahan kepalanya terdongak untuk menatap wajah pria tersebut. J-jemmy?

Jemmy mengernyit, menatap penampilan Gadis yang membuat kernyitannya semakin bertumpuk. Rambut wanita itu yang tampak kusut, pakaian yang berantakan. Terutama di bagian depan. Beberapa kancing masih menggantung meski tidak ditautkan, kemeja dengan logo rumah sakit tersebut hanya ditarik untuk menutupi bagian depan tubuh Gadis.

Pandangannya bergerak naik. Bibir Gadis yang memerah dan jejak kissmark di sekitar leher, cukup menjelaskan baginya sebagai seorang pria. Dan pengamatannya terhenti ketika Gadis melepaskan diri dari pegangannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Keduanya bersamaan mempertanyakan pertanyaan yang sama.

"Kalian saling mengenal?" Langit berjalan mendekat dan menatap keduanya bergantian. Berhenti di samping Gadis.

Gadis tak yakin apakah Langit bertanya karena benar-benar tak tahu. Ataukah itu hanya pertanyaan jebakan. "Aku ke dalam dulu," jawabnya melewati Jemmy

Jemmy hendak menahan Gadis, tetapi seketika mencegah niatnya menyadari Langit keberadaan Langit.

"Jadi kalian saling mengenal," putus Langit. Tatapannya terpaku pada tangan Jemmy yang kembali di tempatnya. Bagus, pria itu tahu tempat tangan tersebut berada setelah menyentuh istrinya. Yang seharusnya ia patahkan.

"D-dia adik ipar saya."

Langit terdiam sejenak dan manggut-manggut. "Kau suami Jelita."

"A-anda mengenal Jelita?"

"Ya, tentu saja. Dia semacam kakak iparku."

Mata Jemmy membelalak. Kepalanya berputar dan menatap punggung Gadis yang baru saja menghilang dari pandangannya. "G-gadis sudah menikah?"

Langit mengangkat pundaknya. Ia tahu Jelita sudah menikah, dan bahkan ia datang di hari pernikahan tersebut. Tetapi ia tak benar-benar mengenali pria yang menikah dengan kakak Gadis adalah Jemmy Sebastian. Direktur utama di salah satu cabang perusahaannya yang mengelola produk k0smetiknya.

Saat itu ia datang ke acara tersebut karena undangan ayah Gadis, setelah saling sepakat untuk jual beli perkebunan strawberry keluarga itu. Sejujurnya ia tak benar-benar tertarik membuang waktu untuk acara tersebut. Namun, ketika melihat Gadis yang baru turun dari mobil truk dan tuan Evander memperkenalkan wanita itu padanya. Seketika ia menerima undangan tersebut. Dan sepanjang pesta, hanya Gadislah yang mendapatkan perhatiannya.

"Minggu depan peringatan hari pernikahan kami yang pertama. Anak buahku akan mengirim surat undangannya."

Jemmy kembali dibuat terperangah dengan informasi tersebut, yang membuat mata Langit memicing curiga. Sungguh aneh, mereka menikahi kakak beradik dan tak saling mengenal. Namun, ada sesuatu yang terasa aneh dalam tatapan pria itu.

"S-saya permisi, Tuan," pamit Jemmy mengangguk dan bergegas meninggalkan teras. Masuk ke mobilnya dan melaju menuju gerbang tinggi dengan kecepatan yang tinggi.

"Ada apa?" Aaraf berhenti di samping Langit.

Langit masih menatap gerbang tinggi yang terbuka tersebut. "Apa kau mengenalnya?"

"Hmm, Jemmy Sebastian."

"Hubungannya dengan Gadis."

Aaraf tak langsung menjawab, menoleh pada Langit dengan mulut sedikit terbuka, "Kau tak tahu dia suaminya Jelita?"

Kepala Langit berputar. "Apakah aku harus tahu?"

Mulut Aaraf semakin menganga.

"Tapi sekarang aku lebih tertarik, apa hubungannya dengan istriku?"

"Dia kakak iparnya."

"Kau pikir aku menyuruhmu untuk hal tak penting ini." Langit tersenyum tipis.

Aaraf kembali merapatkan mulutnya.

"Emosi mereka terlalu jelas," gumam Langit sambil melangkah masuk ke dalam rumah.

***

Gadis ingat Jelita pernah mengatakan kalau Jemmy bekerja untuk Langit. Dan sepanjang pernikahan, ini adalah pertama kalinya ia bertatap muka dengan Jemmy.

"Jemmy Sebastian, kan. Namanya." Langit bersandar di pinggiran pintu. Memecah lamunan Gadis yang sejak tadi hanya berdiri diam di depan wastafel. Dengan pikiran berkecamuk yang ia yakin ada hubungannya dengan Jemmy.

Gadis tersentak dengan keras dan sejenak kesulitan mencerna keterkejutannya. "A-apa?"

Langit terkekeh, berjalan mendekat dan berhenti di depan sang istri. Tangannya terulur, menyentuh kedua lengan yang tadi dipegang oleh Jemmy. "Jadi kalian memang saling mengenal?"

"Dia suaminya Jelita. Bagaimana mungkin kami tidak saling mengenal," jawab Gadis sambil memalingkan pandangannya.

Langit tersenyum, kembali membawa perhatian Gadis tertuju kepadanya. "Sepertinya lebih dari itu."

Wajah Gadis membeku, menggeliatkan tubuhnya. "Aku tak tahu apa yang kau tanyakan, Langit. Lepaskan."

Langit melepaskan pegangannya, membiarkan tubuh Gadis terlepas.

Gadis mundur satu langkah, hendak bergerak lebih jauh lagi saat menyadari Langit yang tiba-tiba menuruti keinginannya untuk melepaskan dirinya. Tatapan keduanya bertemu, dan firasat buruknya tentang pria itu memang tak pernah meleset. Begitu Langit melepaskannya, pria itu menyambar pinggangnya dan membawanya ke bilik shower. Mengguyur tubuh mereka dengan air hangat. Yang akan segera membakar keduanya dengan keberadaan pria itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top