14. Kesalahan Yang Dimanipulasi

Part 14 Kesalahan Yang Dimanipulasi

“Dari hasil tes darah yang diberikan Langit beberapa hari yang lalu.” Jawaban Riana membuat Gadis benar-benar kehiangan kata-kata. “Kadar Hcgnya masih rendah. Kemungkinan masih sekitar empat sampai enam minggu. Langit bilang kau baru melewatkan haidmu dua minggu ini.”

Kerutan di kening Gadis semakin menukik tajam. Bahkan Langit mengawasinya sedetail itu.

“Untuk memastikannya, kita harus pergi ke rumah sakit.”

“Aku tak butuh kepastiannya. Kau mengatakan semua ini atas perintah dia, kan
“Kenapa kau begitu patuh padanya?”

“Karena dia atasanku.”

“Dan membayarmu dengan sangat mahal.”

Riana sama sekali tak tersinggung. “Salah satunya. Juga tak ada orang yang ingin membuat masalah dengannya, Gadis.”

“Ya, melihat keberengsekan dan temperamennya.”

“Hmm, kau benar. Juga suamimu.”

“Hanya hubungan satu arah.”

“Kalian sudah menikah.”

“Dengan paksaan dan ancamannya.”

Riana mengangguk. “Jadi, apa sekarang kau paham siapa yang sedang kita hadapi?”

“Tidak dan tak ingin memahaminya.”

Riana menghela napas rendah dan panjang. “Ya, kita memiliki cara yang berbeda untuk berhadapan dengannya. Sekarang kau harus menghabiskannya,” ucapnya sambil mendorong nampan di meja ke hadapan Gadis.

“Kalau aku tidak mau?”

Riana tampak berpikir sejenak. “Mungkin dia yang akan menjejalkannya ke mulutmu? Atau mamanya yang begitu penuh kasih sayang mencekokimu dengan banyak menu di meja makan. Aku melihatnya sedang merebus sup daging untuk memastikanmu terlihat gemuk.”

Gadis menutup mulut meski cacian sudah ada di ujung lidahnya.

“Kau boleh membuat masalah, tapi setidaknya kau tak perlu mempermalukan dirimua sendiri di hadapan keluarga ini.”

“Diam saja kau.” Gadis menyambar satu sandwich di piring dan menggigitnya. Setidaknya ada satu hal yang benar yang dikatakan oleh wanita ini.

“Siapa kau sebenarnya? Kekasihnya?” tanya Gadis setelah menandaskan isi piring dan gelas tersebut.

Riana terkikik. “Tidak. Hubungan kami tidak seperti itu dan tidak akan pernah menjadi seperti itu. Aku tak mungkin menjadi salah satu dari wanita yang dipamerkannya di hadapan umum.”

“Oh ya?” dengus Gadis tak percaya. Mengamati penampilan Riana dari atas ke bawah.

“Aku bekerja pada keluarga ini. Yang menangani setiap kehamilannya.”

“Apa ada hal semacam itu?”

“Keluarga ini.”

Gadis mengernyit. “Seingatku, bukan kau orang gila yang datang ke rumahku tahun lalu.”

“Ah, dokter Sunny? Aku sedang berada di luar negeri. Dia sudah menceritakan semuanya. Tetapi ini tak sepenuhnya kesalahan rumah sakit. Ada pihak luar yang memang sengaja menjadikanmu sebagai pengganti calon ibu pengganti yang sudah dipilih Langit. Jadi, aku …”

“Apa?” Gadis menoleh dengan cepat. “Apa yang kau katakan?!”

Riana mengamati kemarahan dalam tatapan Gadis. “Kau tak tahu?”

“Apa yang tidak kuketahui?”

Riana kembali terdiam. Mengambil nampan di meja dan berdiri. “Lupakan.”

Gadis melompat berdiri dan menahan pergelangan tangan Riana. “Katakan. Kau sudah terlalu banyak bicara. Kenapa membiarkannya menggantung, hah? Kau sengaja?”

“Kau bisa bertanya pada Langit.”

“Aku tak pernah percaya kata-katanya.”

“Seperti kau tak mempercayai kehamilanmu?”

Bibir Gadis menipis kesal. “Katakan saja. Apa maksudmu ada yang sengaja menjadikanku pengganti rahim yang sudah dipilih Langit? Kupikir semua ini kesalahan tersial yang pernah terjadi di hidupku.”

“Sepertinya tak ada apa pun yang kau ketahui, ya?”

“Ya. Sekarang kau mau bicara atau tidak?”

“Tidak.” Riana menggeleng dengan mantap, melepaskan pegangan tangan Gadis dan berjalan keluar. Meninggalkan Gadis dengan rasa penasaran yang mendidih hingga ke ubun-ubun.

Sengaja? Jadi kesalahan ini disengaja?

*** 

“Jadi sejak awal kau memang sengaja, kan?” cecar Gadis begitu melihat Langit melangkah masuk ke dalam kamar.

Langit mengernyit. “Kehamilanmu? Ya, memang. Aku sudah mengatakan akan menghamilimu, kan? Ditambah usaha keras yang kita lakukan setiap malam, sebaiknya kau berhati-hati …”

“Kesalahan program bayi tabung itu. Sejak awal kau mengincarku, kan?”

Kedua alis Langit bertaut. “Riana yang mengatakan padamu?”

“Dia bilang itu bukan sepenuhnya kesalahan bawahan dokter Sunny. Tapi ada pihak luar dengan sengaja menjadikanku pengganti. Itu rencanamu, kan?”

“Ah, itu.” Langit manggut-manggut dengan senyum tipisnya. “Ya, memang ada yang sengaja, sayangnya itu bukan rencanaku.”

“Kau pikir aku akan percaya? Kenapa aku? Kenapa kau mengincarku?”

“Kau bisa tanyakan sendiri pada ayahmu?”

Kemarahan di wajah Gadis seketika membeku. Digantikan keterkejutan yang segera memucatkan wajahnya. “A-apa?”

“Ya, tanya pada ayahmu.” Langit maju satu langkah, sedikit menundukkan kepalanya agar bisa lebih lekat mengamati kepucatan di wajah Gadis dengan kepuasan yang lebih besar. “Kenapa? Kau kecewa rupanya ayahmu tidak terlihat semurni itu?”

Kepala Gadis menggeleng, mendorong tubuhnya ke belakang. “Tidak mungkin.”

“Aku juga berpikir seperti itu, sayang.” Langit kembali bergerak mendekat. Tangannya terulur menyentuh kening Gadis, lalu bergerak turun dengan lembut ke pelipis, pipi, rahang dan berhenti di dagu. “Sampai dia menawarkan kesepakatan pernikahan itu dan aku menyelidiki kesalahan rumah sakit. Untuk menemukan salah satu perawat adalah orang bayarannya. Dan semua berjalan sempurna tanpa kecurigaan sedikit pun, bahkan dari dokter bodoh itu.”

“Tidak. Aku tak percaya.” Gadis  tak percaya. Sampai …

*** 

Gadis tak pernah merasa lebih hancur ketika menemukan pengkhianatan yang datang dari segala arah. Ia tak tahu bagaimana kedua kakinya masih sanggup menahan tubuhnya, berdiri di depan sang Ayah yang duduk di balik meja di depannya.

“Ayah tak punya pilihan. Rencana itu tiba-tiba muncul saat ayah mendengar tentang anak dan program bayi tabung yang diinginkan Langit, dan semuanya berjalan begitu saja.”

“Seharusnya Ayah menyangkalnya. Seharusnya ayah berbohong,” lirih Gadis ingin menjerit. “Jika tak sanggup berbohong hingga akhir, seharusnya Ayah tak membiarkan semua ini terbongkar.”

Ludy terdiam. Rasa bersalah yang teramat menekan dadanya, melihat kekecewaan dalam tatapan sang putri. Tetapi keputusannya sudah benar dan itu adalah pilihan yang sudah diambilnya.

“Perkebunan itu milik mamamu, bagaimanaa mungkin ayah membiarkan perjuangan mama kalian berakhir di tangan orang lain. Setidaknya dia suamimu.”

“Karena itu ayah mengajukan kesepakatan tentang pernikahan ini?” Berapa banyak kekecewaan yang harus diterimanya demi memaklumi keputusan sang ayah.

Ludy tak menyangkal. “Semua sudah berlalu. Langit juga memperlakukanmu sebagai istri dengan cara yang baik. Tak menghalangimu mengelola perkebunanmu. Tak ada yang berubah dari hidupmu.”

Gadis kehilangan kata-kata untuk pernyataan tersebut. “Aku melepaskan kekasihku karena kesalahan yang Jelita lakukan. Perkebunan itu berakhir di tangan Langit karena kesalahan Jelita. Dan sekarang,  aku harus menikahi Langit demi perkebunan itu, semua karena aku harus memaklumi kesalahan Jelita. Semua karena cinta ayah pada mama.” Luapan emosinya keluar dengan bergulung-gulung. Menyesakkan dadanya dengan begitu keras. Hingga untuk beberapa saat, ia lupa bagaimana cara bernapas. Dan berharap bisa terus melupakannya. Tetapi paru-parunya masih berusaha keras untuk memastikannya bisa bernapas kembali.  Jantungnya masih memompa darahnya meski degupannya begitu menggebu oleh emosi yang bercampur aduk.

“Berapa banyak lagi aku harus berkorban untuk kalian?” Tubuhnya meluruh, jatuh terduduk di kursi. Pundaknya bergerak turun dan kepalakya tertunduk dalam. Membiarkan air matanya meleleh dan jatuh di pangkuannya. Membiarkan keheningan membentang di ruangan tersebut. Sang ayah pun tampaknya berniat untuk mempertahankan keheningan tersebut.

Dan masih belum cukup perasaannya yang remuk redam, pintu ruangan tersebut terbuka dan Jelita melangkah masuk. 

“Jadi itu benar? Ayah melakukan semua ini demi perkebunan?” Jelita berdiri di samping Gadis. “Aku tak butuh tanggung jawabnya untuk menyelesaikan permasalahanku.”

Isakan Gadis berhenti. Tak mempercayai pendengarannya tetapi ia mengenal Jelita sejak kecil. Mereka tumbuh bersama dan seharusnya ia tidak perlu terkejut dengan kata-kata tak berperasaan sang kakak, kan?

Jelita terdiam, menoleh ke samping ketika tawa kecil tertangkap jelas di telinganya. Kemudian menatap sang adik yang mengangkat kepala dengan senyum dingin di wajah basah tersebut. “Kau tertawa?” sinisnya dengan mata mendelik kesal.

Gadis berdiri, menyambar tasnya di meja dan berkata, “Sungguh, itu caramu berkomentar untuk hidupku yang sudah kau hancurkan? Hanya sebatas ini ucapan terima kasihmu?”

Wajah Jelita menggelap. “Aku yang menghancurkan hidupmu, hah? Aku tak salah dengar? Kau sendiri yang tak becus menjaga milikmu.”

Gadis tertawa lagi. Lalu menatap lurus sang kakak dengan senyum miringnya. “Setidaknya harga perkebunan itu lebih mahal dibandingkan kesetiaan Jemmy, kan?” pungkasnya kemudian meninggalkan ruangan dengan langkah besarnya.

Jelita yang masih tertohok dengan kalimat Gadis jelas tak terima akan hinaan tersebut. Wanita itu berbalik, menyusul sang adik yang baru saja mencapai pintu dan cengkeramannya mendarat di kepala Gadis. “Kau bilang apa?!”




















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top