11. Keributan Sebelum Pesta
Part 11 Keributan Sebelum Pesta
Gadis menarik dirinya ke samping dan segera menutupi tubuh bagian depannya dengan sisa pakaian rusak tersebut. Kali ini robekannya cukup parah. Tak ada satu pun kancing yang teringgal di sana, memaksanya harus melipat lengan di depan dada untuk memastikan bagian dadanya tidak terpampang jelas dan memalukan. Dan semua usaha itu, Gadis dibuat semakin kesal karena rupanya bagian belakangnya juga robek.
Langit menyandarkan kepalanya, senyum kepuasan tergambar di wajahnya saat menatap raut dingin yang segera menyelimuti raut Gadis. Mencoba menutupi ketelanjangan dengan sia-sia karena robekannya kali ini sengaja untuk membuat wanita kesal. Satu-satunya tempat kain itu setelah mereka sampai di rumah adalah tempat sampah.
Langit melemparkan jasnya ke pangkuan Gadis. Ya, ia suka memanjakan pandangannya dengan kemolekan tubuh Gadis. Tetapi jika ada orang lain yang ikut menikmati tubuh sang istri, ia akan pastikan mata pria itu mendapatkan bayaran yang setimpal.
Gadis terpaksa mengambil jas Langit dan mengenakannya, setengah memutar tubuh untuk memunggungi pria itu meski si sopir di depan sudah menutup kaca spion dan menyumpal telinga dengan earphone. Rasa malu tetap menguliti wajahnya, yang sama sekali tak berlaku bagi Langit.
"Kenapa kau tak membalas pesanku?"
"Aku sibuk."
"Sibuk menghindar?"
"Apa menurutmu kau bisa kuhindari? Aku sudah terbiasa dengan penderitaan ini."
Langit terkekeh. Tangannya menyentuh paha Gadis, menggosok kulit lembab dan lembut tersebut dengan sentuhan yang menggoda. "Ya, kita pasangan yang saling melengkapi, kan? Terbukti pernikahan ini masih bertahan setelah satu tahun."
Gadis menyentakkan pahanya, tetapi baru tersadar kalau kakinya masih sakit sehingga erangannya pun tak bisa ia tahan. Tak bisa menolak ketika Langit mengangkat kakinya dan meletakkan di pangkuan pria itu. Sejenak pria itu memeriksa, menekan sekitar pergelangan tangannya dan seolah tahu bagian mana yang tidak beres, dengan gerakan tiba-tiba dan mengejutkannya. Pria itu membuatnya menjerit ketika mencoba memutar pergelangan kakinya.
"Lebih baik?"
Gadis menahan diri untuk menjawab ya, melihat pergelangan kakinya yang goyang-goyang oleh Langit dan tidak terasa sakit lagi. Ia pun menariknya kakinya, dan meski lidahnya tergelitik untuk mengucapkan terima kasih, ia tak akan memberikan itu pada Langit. Pria itu selalu memiliki niat tersembunyi untuk setiap hal yang dilakukan. Dan baru saja ia membatin, prasangkanya terkabul dalam hitungan detik.
"Hari ini ulang tahun pernikahan orang tuaku. Kau tak mungkin berjalan dengan kakimu yang pincang di atas sepatumu."
Gadis hanya mengernyit. Setiap pada acara keluarga, Langit pasti menggandeng dirinya untuk dipamerkan pada keluarga mereka. Menampilkan pernikahan yang sempurna dan penuh kebahagiaan di hadapan keluarga pria itu. Setahun pernikahan, ia bahkan tak benar-benar mengenal keluarga pria itu dan tak pernah ingin menjalin hubungan lebih dekat. Sudah cukup merepotkan harus menjadi pusat perhatian karena menjadi istri Langit, ia tak ingin merepotkan diri untuk membangun citra yang baik di hadapan mereka.
"Aku sedang tak enak badan." Gadis
"Aku tak mendengar penolakan."
"Tak akan ada yang kurang, apalagi menyadari keberadaanku di sana. Orang tuamu tak akan tahu aku datang atau tidak." Gadis menyandarkan kepalanya menghadap jendela mobil, kedua lengannya merapatkan jas Langit di depan dada.
Langit terkekeh, tangannya terulur dan memainkan ujung-ujung rambut halus Gadis yang terurai. "Tentu saja mereka tahu. Mereka ingin kita bermalam di sana."
"Tak biasanya kau mematuhi keinginan mereka."
"Ya, tak biasanya juga kau menikmati permainan panas kita."
Wajah Gadis memerah, menepis tangan Langit dari rambutnya. Tetapi tangan pria itu memang gatal kalau tidak bertindak mesum. Berganti menurunkan kerah jas dan menyentuh kulit di pundaknya. Bergerak memutar-mutar dengan menggoda.
Gadis menggigit bibir bagian dalamnya, napasnya tertahan dengan sentuhan seringan bulu tersebut yang kini merambat di balik daun telinganya. "Apa yang akan kau lakukan jika aku tidak mau datang?"
"Tidak ada. Karena kau akan datang."
Gadis memutar kepalanya dengan cepat. "Aku sudah bilang sedang tidak enak badan."
"Aku tak bertanya alasanmu."
Dengan kesal, Gadis menyentakkan tangan Langit. Menarik tubuhnya hingga punggung membentur pintu mobil. "Aku tahu apa yang kau inginkan dengan membawaku, Langit. Hanya untuk mempermalukanku di sana. Jika kau masih memaksaku datang ke sana, aku akan pastikan bukan hanya diriku yang malu."
"Kau mengancamku?"
"Kau selalu mengancamku, kenapa kau terkejut dengan ancaman?"
Langit tertawa kecil dan menyilangkan lengannya di depan dada. "Well, aku jadi lebih tertantang dengan ide apa yang ada di kepalamu yang mungil itu."
"Kau akan menyesal."
"Bukan dirimu?" senyum Langit mengejek.
Bibir Gadis hanya menipis, bersumpah kalau dirinya menyesal, maka pria itu akan lebih menyesal.
***
Gaun hijau zamrud dengan tas dan sepatu yang senada sudah disiapkan oleh Langit begitu mereka sampai di rumah. Begitu pun dengan seorang penata rias yang akan membantunya berdandan dan tampil sempurna dalam acara tersebut.
Gadis mengikuti setiap perintah pria itu. Mengabulkan apa pun yang diinginkan Langit darinya sebelum mereka berangkat jam delapan.
"Nona butuh yang lain?" tanya Noni ketika akhirnya semua kerepotan itu berakhir dan mengulurkan tas serta ponsel sang nona.
Gadis menggeleng. Memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Saya akan menunggu nona pulang dan memastikan ponsel berada di dekat saya.
"Tidurlah. Aku akan pulang larut."
"Kita tidak akan pulang," sela Langit yang entah sejak kapan sudah masuk ke dalam kamar.
Gadis tak membalas, memberikan satu anggukan pada Noni yang gegas berjalan keluar.
"Kau selalu tampak sempurna," puji Langit, Tatapannya melekat dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Kau bilang kita sudah terlambat." Gadis segera menghentikan tatapan mesum tersebut dan berjalan ke samping. Sebelum Langit benar-benar membuat mereka terlambat karena seks kilat yang sering pria itu lakukan setiap ada kesempatan.
Langit hanya tersenyum, menyusul langkah Gadis yang sudah melewati pintu kamar lebih dulu. Bukan karena lebih gesit darinya, tetapi mereka memang harus segera berangkat. Ditambah ada sedikit urusan yang harus membuatnya singgah sebelum sampai di kediaman orang tuanya.
Seperti biasa, perjalanan yang akan memakan waktu sekitar 30 menit itu terasa begitu lama. Tetapu Gadis merasa lebih lega karena Langit yang tampak sibuk dengan ponsel pria itu setelah mendapatkan panggilan yang membuat kesal. Setiap ada pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang pria itu inginkan, pria itu akan meluapkan amarah pada apa pun yang ada di hadapannya. Kali ini botol air mineral yang pecah di bawah mereka.
Tampaknya salah satu pecahan mengenai kakinya ketika Gadis merasakan perih di sekitar mata kaki. Langit menggeram ketika menurunkan ponsel dari telinga. Lalu tiba-tiba kecepatan mobil menurun dan berhenti di tepi jalan. Pria itu membanting ponselnya dan melompat turun. Membiarkan pintu mobil terbuka.
Gadis mencoba memandang keluar mobil, mengikuti langkah besar Langit yang mendekati dua orang pria di tepi jalan dan menyapa keduanya dengan tinju yang bersarang di hidung kedua pria tersebut.
Gadis terperangah. Membekap mulutnya ketika dua pria tersebut segera tersungkur ke tanah. Sementara Langit duduk di atas dada salah satu dari mereka dan menghujani tinju ke wajah. Gadis segera membuang wajahnya ke samping dengan mata terpejam. Menggigit bibir bagian dalamnya karena telinganya masih bisa mendengar suara erang kesakitan kedua orang itu. Juga tinju Langit yang bergema di tengah udara malam.
Hingga akhirnya semua keributan tersebut berhenti, Gadis mendengar suara langkah Langit mendekati mobil. Pria itu kembali duduk di sampingnya bersama bau anyir yang segera menyeruak memenuhi mobil.
Gadis berusaha menahan mual yang tiba-tiba muncul, tetapi sama sekali bertahan dan ia melompat keluar. Memuntahkan isi perutnya dengan keras ke tanah berumput.
"Jangan mendekat!" Gadis terhuyung ke samping merasakan Langit yang bergerak mendekat. Mengusap sisa muntahan di sekitar bibirnya. "Aku akan naik mobil yang lain."
"Tidak ada mobil lain."
"Taksi."
Langit terkekeh. "Kau ingin menunggu taksi di tengah hutan seperti ini."
Gadis mengedarkan pandangan ke sekeliling mereka. Menghindari tempat Langit menghajar siapa pun di antara keremangan tersebut. "Aku mual. Kau tahu aku paling tidak tahan dengan bau darah."
"Mual?" Salah satu alis Langit terangkat. Lalu pria itu terdiam ketika memikirkan sesuatu.
Gadis mengangguk pelan. "Dan tidak seperti yang kau pikirkan."
"Memangnya apa yang kupikirkan?"
Gadis tak membalas.
Langit melebarkan pintu mobil. "Kita akan melewatkan acara utama jika kau tidak segera naik."
"Tinggalkan saja aku di sini." Gadis mengamati penampilan Langit yang meski masih terlihat rapi, tetap saja cipratan darah di bagian depan setelan pria itu benar-benar parah. Psikopat gila mana yang pergi ke pesta dengan penampilan semacam itu jika bukan Langit Samudra.
"Kau ingin aku yang memasukkanmu ke dalam atau kau naik sendiri?" Langit masih menggunakan nada rendahnya.
"Mati saja kau, Langit." Gadis mengangkat gaun panjangnya sambil memutar tubuhnya dan berlari menjauh dari mobil. Tetapi karena cahaya yang remang di sekitar mereka, kakinya terpeleset dan tubuhnya berguling ke samping. Kepalanya terasa berputar sebelum kemudian kepalanya membentur batang pohon dan kegelapan menyelimuti pandangannya tepat setelah ia mendengar suara Langit memanggil namanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top