Kesempatan Mendekati Vierra
Vierra mengetuk-ngetuk jemarinya di atas konter dengan lesu selagi menunggu pelanggan datang.
Vierra lelah dengan pikirannya akhir-akhir ini. Mungkin lebih tepatnya beberapa Minggu terakhir setelah Kala pergi meninggalkannya begitu saja tapi tidak mengakhiri kontrak mereka.
"Mocha Latte."
Grien meletakkan secangkir mocha Latte panas di hadapan Vierra.
"Tuan." Vierra langsung bangkit dari tempat duduknya. Ia merasa tak enak pada pemilik kedai.
"Duduk saja lagi, belum ada pelanggan datang. Jam segini, mereka masih sibuk di kantor masing-masing."
Vierra tersenyum kikuk kemudian duduk dengan perasaan cangung sesuai perintah Grien. "Ada apa, Tuan? Apa aku melakukan kesalahan?"
"Tidak ada, aku hanya melihat kamu seperti sangat lelah. Mungkin kopi bisa membuat kamu lebih sedikit segar."
"Terima kasih."
"Tidak masalah. Nikmatilah kopimu." Grien tersenyum tipis kemudian berlalu keruangannya.
Vierra merasa bersyukur karena ia memiliki bos yang sangat baik dan pengertian. Namun, melihat wajah Grien, hati Vierra semakin mendung karena ada sedikit kemiripan antara Grien dan Kala.
Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihannya, Vierra meniup kopi dan menyesapnya perlahan. Rasanya lebih baik dari beberapa detik lalu.
Memejamkan mata dan menghirup aroma kopi yang menguar. Membuat Vierra semakin rileks untuk saat ini.
Merasa sudah lebih baik, Vierra bangkit dari tempat duduknya menuju pintu, sambil memegang cangkir kopi erat-erat di depan. Ia melangkah tergesa hingga tak bisa menghindarinya lagi. Tubuhnya bertubrukan dengan dada bidang yang harumnya sangat Vierra kenali meski kebersamaan mereka hanya sesaat.
"Panas!" Vierra tersadar saat merasakan panas di dadanya, pakaian kerja yang ia kenakan basah terkena sisa kopi yang untungnya tinggal sedikit. Namun tetap memberikan rasa panas.
"Kamu baik-baik saja?"
Suara itu, suara yang beberapa Minggu ini Vierra ingin dengar. Suara yang mampu membuat bulu-bulu di sekujur tubuhnya merenang.
Sangkala.
Kenapa harus hari ini? kenapa harus sekarang?
Vierra mengambil napas, berusaha tenang dan profesional. Meski dalam hati dan pikiran terus meraung, ingin mengutarakan ribuan pertanyaan tentang alasan pria itu pergi meninggalkannya dan mengakhiri hubungan mereka tanpa mengakhiri kontrak yang ada.
"Selamat datang dan maaf telah membuat pakaian Anda kotor," ucap Vierra susah payah sembari tersenyum ramah yang dibuat-buat.
"Tidak masalah."
"Apakah Anda sudah memesan tempat duduk?"
"Aku ke sini hanya ingin bertemu Grien."
Kala berlalu tanpa senyuman sedikitpun. Ia melewati Vierra begitu saja, seolah mereka tidak memiliki masalah atau sesuatu yang belum selesai.
Hal itu membuat hati Vierra seperti teriris. Apakah begitu mudahnya bagi Kala untuk melupakan semua yang telah terjadi diantara mereka. Seperti tak ada setitik kenangan yang pernah tercipta yang pernah terlewati bersama-sama.
"Kamu tidak apa-apa?"
Ryan memberikan lap bersih pada Vierra untuk mengelap baju kerjanya yang kotor terkena tumpahan kopi.
"Aku tidak apa-apa."
"Sepertinya aku pernah melihat pria itu. Dia pernah membawa kamu pergi saat itu. Jujur, aku penasaran. Siapa dia? Lalu apa hubungan kalian?"
"Aku hanya sekedar mengenalnya."
"Aku juga pernah mendengar rumor kalau kamu sudah menikah. Apa itu benar? Aku ingin bertanya ini sejak lama, saat kamu sakit dan pindah rumah mendadak."
"Aku masih tinggal di rumah yang sama."
Vierra memang sudah kembali ke rumah sewaannya dulu. Namun, saat ini statusnya berbeda. Rumah itu sudah menjadi rumahnya. Ia beli dari uang yang Kala berikan waktu itu.
Uang dari cek yang Kala berikan terakhir kali. Awalnya Vierra tak ingin mengambilnya tetapi ia tak tahu harus tinggal dimana. Meski Kala tidak mengusirnya, ia tetap tak ingin tinggal di rumah Kala. Apalagi harus tinggal sendirian. Kala pindah ke rumah miliknya yang lain. Itulah yang Vierra dengar.
Mungkin Kala tinggal bersama istri barunya, pikir Vierra. Rasanya tak terima jika itu benar-benar terjadi. Ia tak bisa berbagi sedikitpun tentang Kala tapi ia sadar diri, Kala bukanlah miliknya.
"Aku ke sana, rumah itu kosong dan tidak terawat sama sekali. Lalu ada tetangga rumah kamu yang datang, katanya kamu pindah. Tinggal bersama suamimu."
Vierra tertawa hambar. "Ada-ada saja, sudahlah lupakan. Aku ke toilet dulu untuk membersihkan pakaianku yang kotor."
"Tentu."
Vierra tak menyangkal ataupun mengiyakan tentang kabar itu. Ryan juga tak berani bertanya lebih lanjut. Ia tak mau Vierra merasa tak nyaman, ia hanya perlu datang ke rumah Vierra untuk memastikannya nanti.
Jika Vierra benar-benar masih di rumah itu dan tinggal sendirian, tandanya Vierra belum menikah dan ia masih memiliki banyak kesempatan untuk mendekati Vierra.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top