Andaikan Semudah Itu

Vierra duduk di kursi ruang makan yang langsung menghadap ke dapur. Ia sesekali tersenyum saat Kala tengah memasak makan malam untuknya.

Vierra salut, Kala masih terlihat sangat bertenaga padahal mereka baru saja melakukannya dua kali dalam jarak waktu tidak ada tiga jam.

"Makanan siap."

Kala membawa dua nasi goreng lengkap dengan telur dan daging serta beberapa potong sayuran sebagai pelengkap.

"Wah, sepertinya sangat enak."

Vierra merasa antusias, meski ia sempat meragukan kemampuan serta rasa masakan Kala tapi saat ini, ia bisa melihat jika Kala memang pria idaman. Dia tak hanya tampan dan pekerja keras, dia juga pintar memasak.

"Aku harap kamu akan menyukai masakan yang aku buat." Kala menyuapkan nasi goreng pada Vierra.

"Aku pasti menyukainya."

Vierra menerima dengan senang hati. Ini adalah hal pertama dalam hidupnya yang mungkin akan ia masukkan dalam sebuah catatan yang akan ia kenang selamanya saat berpisah nanti.

"Aku senang mendengarnya."

Jujur, memasak untuk seorang wanita bukanlah kebiasaan dirinya. Ia tidak pernah melakukan ini sebelumnya bersama wanita lain. Vierra adalah wanita pertama yang beruntung.

"Masakan kamu sangat enak, aku awalnya ragu padamu."

Kala menaikkan sebelah alisnya, ia ingin mendengar lebih lanjut tentang pengakuan Vierra. Ia menyukai wanita yang terbuka dan terang-terangan seperti Vierra. Wanita yang bisa mengungkapkan pendapatnya.

"Kamu ragu?"

"Iya. Kamu tidak seperti seorang pria yang sering berada di dapur, berurusan dengan perabotan memasak. Aku kira, kamu hanya tahu pena, laptop dan kertas."

Kala tertawa. "Kamu benar, aku memang tidak sering berurusan dengan perabotan dapur tapi bukan berarti aku tidak bisa."

"Memang seperti itu, bukan? Manusia hanya bisa menilai dari luarnya saja."

"Termasuk kamu?"

Kala menyentuh pipi Vierra dan mengusapnya lembut. Membuat pipi Vierra bersemu merah dan gugup sehingga tak sadar menggigit bibirnya sendiri.

"Ya. Termasuk aku."

"Sayang, jangan menggigit bibir kamu seperti itu. Membuatku inginkan kamu lagi."

"Kita sudah melakukannya dua kali."

Kala menjauhkan dirinya dan menyandarkan punggungnya ke kursi. "Kamu ingin tahu, Vierra? Kamu wanita yang sangat berbeda. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Wanita-wanita lain, akan bersusah payah jika menginginkan aku. Terkadang aku hanya melakukan sekali dalam seminggu dengan kerja ekstra supaya milikku mau bereaksi. Sedangkan kamu? Tidak ada usaha sama sekali tapi bisa membuatnya bangun berkali-kali."

Vierra tersedak mendengar ucapan frontal Kala. Ia merasa senang dan malu secara bersamaan.

"Hati-hati, Sayang."

Kala mengambilkan segelas air putih dan memberikannya pada Vierra.

"Terima kasih."

"Aku yang harusnya berterima kasih padamu. Jadi, bisakah kamu menceritakan padaku, apa alasan kamu menerima pernikahan kontrak ini?"

Vierra terdiam sejenak. "Aku boleh habiskan makanan ini dulu?"

"Tentu saja."

***
Setelah makan dan membersihkan diri. Vierra dan Kala menuju taman belakang rumah untuk duduk bersantai di gazebo panggung yang di terangi oleh lilin dan di hiasi beberapa tirai putih.

Suasana yang romantis dan cocok bagi pasangan pengantin baru seperti mereka.

"Vierra, kamu belum menjawab pertanyaan aku tadi."

Kala merebahkan tubuhnya di gazebo itu dan mengulurkan tangannya supaya Vierra ikut bergabung.

Mereka tiduran dengan posisi berpelukan dan kepala Vierra bertumpu pada dada bidang milik Kala.

"Aku rasa, kamu pasti sudah paham."

"Hutang?"

"Ya. Aku memiliki banyak hutang dan aku harus segera melunasinya. Jika tidak, rumah orangtuaku akan di sita."

"Aku akan melunasinya. Kita besok pagi berkunjung ke rumah orangtuamu."

Vierra langsung melepaskan pelukannya dan duduk. Ia belum siap jika harus jujur pada orangtuanya. Pasti ia akan di berondong dengan ribuan pertanyaan yang pastinya tidak akan bisa ia jawab dengan mudah.

"Kenapa?"

"Kita tidak mungkin mengatakan pada mereka kalau kita sudah menikah?"

"Memangnya kenapa?"

Kala ikut duduk dan mengamati wajah Vierra yang terlihat gelisah.

"Kita akan berpisah setelah tiga bulan."

"Kamu cukup katakan jika sudah tidak ada kecocokan lagi diantara kita."

"Andaikan semudah itu."

Mata Vierra berkaca-kaca, ia tak mungkin bisa melakukannya. Ibunya pasti akan terkejut. Ia tak mau ibunya jatuh sakit lagi saat mendengar perpisahan dirinya dan Kala.

"Kalau begitu. Kamu bisa mengakui diriku sebagai suamimu selama yang kamu mau."

Vierra hanya tersenyum miris, hal itu juga bukan perkara mudah. Ia tak mungkin bisa melakukannya saat hatinya sudah tertawan. Ia justru akan semakin menderita dengan mengingat pria itu tanpa bisa menyentuhnya lagi atau melihat pria itu bersama wanita lain.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top