Bab 3

TATTO WAJAH PEREMPUAN DI PUNGGUNG SUAMIKU 3

Esoknya di ruang makan, seperti biasa aku sebagai ibu sekaligus seorang istri menyiapkan sarapan dan bekal anak sekolah.

Biasanya yang mengantarkan anak-anak adalah papanya, hari ini sepertinya Mas Dandy tidak masuk kerja. Dia mengeluh meriang, entah efek dari tatto yang dia buat atau karena pusing mikirin tagihan kartu kreditnya.

Jadi, aku sejak pagi sudah bersiap semuanya.

Sarapn juga sudah tersaji di meja, sayur SOP bakso kegemaran anak-anak, ayam goreng juga tahu tempe bacem kesukaan Mama.

“Dy, kamu ngantor lagi?” tanya Mama.

“Oh, nggak deh kayanya, Ma. Soalnya Mas Dandy bilang kalau dia izin nggak masuk hari ini. Si Andre nggak ada syuting kan, Mas?” tanyaku.

“Oh, eum. Nggak ada, tapi kalau kamu kamu ke kantor nggak apa-apa ko, aku di rumah aja sama Mama. Aku bisa sendiri, kan ada anak-anak juga.” Dia tersenyum kecil.

Aku hany menghela napas, ya kamu bisa bebas nanti chatan atau malah telponan sama selingkuhan kamu, Mas. Memangnya aku nggak tahu.

Alasanmu anak-anak, padahal hari ini Nasya full sekolah sampai sore karena ada eskul renang. Sedangkan Aries, pulang sekolah juga sudah biasa sama Omanya, siang tidur sampai sore.

“Tenang saja, Mas. Kerjaanku bisa dihandle dari rumah ko. Atau kamu mau aku antar ke dokter?”

“Nggak yah, kasihan kamu capek nanti.”

“Papa sakit?” tanya Nasya menatap papanya dengan pandangan cemas.

Nasya memang begitu perhatian pada papanya, malah dibanding ke aku. Nasya lebih sering bertanya ke mana papanya pergi, dan kapan pulang.

“Iya, Sayang. Badan Papa meriang.”

“Oh. Berarti yang nganterin aku sama adek, Mama dong.”

“Iya, buruan makannya, nanti Mama yang antar ya,” sahutku.

“Okey, Ma. Eum, memangnya Papa masang tatto ya?” tanya Nasya dengan pandangan mendelik.

“Uhuk.” Mama mertuaku sampai tersedak, kulihat Mama mengambil minum dan menatap putra semata wayangnya itu. “Kamu tattoan?”

Wajah Mas Dandy seketika memucat, dia menggeleng cepat. “Enggak, Ma. Tuh mana ada tatto,” ucapnya menunjukkan bagian lengan.

Iyalah nggak ada tattomu di lengan, Mas. Tapi di punggung udah kaya foto keluarga lebarnya.

“Kamu kata siapa, Sya, kalau Papa tattoan?” tanya Mama.

“Nebak aja, udah yuk, Ma. Keburu aku terlambat.” Nasya beranjak dari duduknya lalu menyalami sang papa juga Omanya.

Aku pun ikut beranjak, mengambil kunci mobil dan menenteng tas anak-anak.

Sampai di dalam mobil, Nasya tampak cemberut setelah memasang seatbelt. Aku yang hendak menghidupkan mesin mobil menatap aneh.

“Kamu kenapa, Sya?” tanyaku.

“Papa selingkuh ya, Ma?”

Nasya menatapku, aku mengalihkan pandang karena mobil sudah mulai melaju untuk keluar halaman rumah.

“Jawab, Ma.”

“Kamu tahu-tahuan selingkuh, memang kamu ngerti?”

“Ma, Mama semalam nangis kan? Aku tahu ko, Ma. Diam-diam Mama di kamar Mbak, Mama nangis, Mama bilang kalau Papa udah tega khianatin Mama pasang tatto cewek lain di punggungnya.”

Ya Tuhan, ternyata Nasya putriku melihat dan mendengarkan curahan hatiku semalam?

Aku terdiam, ya malam tadi aku memang ke kamar belakang. Kamar kosong yang biasa dipakai untuk assisten rumah tangga kami. Tapi, semenjak aku pernah kehilangan barang berhargaku yang dicuri oleh mantan asisten rumah tanggaku kala itu, aku jadi trauma.

“Ma, jawab, siapa perempuan yang jadi selingkuhannya Papa.”

“Mama nggak tahu, Mama juga hanya menduga-duga kok. Sudah ya, kamu jangan bahas itu di depan Papa atau Oma. Mama takut nanti Mama yang disalahkan karena memfitnah Papa tanpa bukti.”

Aku tidak ingin Nasya memikirkan masalah kedua orang tuanya. Biar dia fokus dengan sekolahnya saja, aku takut nanti akan mengganggu pikirannya.

“Ya udah, tapi Mama janji jangan nangis lagi,” ujar Nasya memandang wajahku.

Aku menatapnya sekilas, mengusap lembut kepalanya. “Iya, Sayang. Maafin Mama ya, mungkin Mama lelah, Mama ingin diperhatikan sama Papa, tapi Papa selalu sibuk. Bahkan sekarang kita udah jarang jalan-jalan kan?”

“Iya, Ma. Besok kan Minggu, aku mau ngajak Papa jalan ya, Ma. Ke pantai kaya dulu, aku mau berenang di pantai.”

“Tapi papamu kan lagi sakit.”

“Papa nggak usah berenang, ngantar kita aja.”

“Iya ya.”

Boleh juga idenya Nasya, coba deh kita lihat besok, apakah Mas Dandy akan memilih anaknya atau perempuan itu?

“Selingkuh tuh apa, Ma?” tanya Aries tiba-tiba.

Kulihat anak laki-lakiku yang duduk di belakang memandang kami sekilas, lalu fokus kembali pada ponselnya.

“Apa ya, selingkuh adalah selingan, cemilan.”

“Oowh.”

Aku dan Nasya tertawa karena pertanyaan Aries barusan dan jawaban asal yang dikeluarkan oleh sang kakak.

Ya Tuhan, aku nggak mau kebahagiaan kami harus lenyap karena perempuan itu. Aku masih bimbang, apa aku harus bertahan atau berpisah dari Mas Dandy setelah semuanya terungkap.

.

Siangnya.

“Sibuk ya, Mas?” tanyaku menatap Mas Dandy yang sejak tadi tak lepas dari ponselnya.

“Eum, iya nih, lagi buat jadwal sebulan ke depan.”

“Badan kamu masih meriang?”

“Udah mendingan, tadi pagi dibuatin jamu sama Mama.”

“Owh.”

“Kamu nggak ke kantor?”

“Enggak, mantau online aja. Oh iya, Mas. Besok kamu ada acara?”

“Padat, Sayang. Pagi si Andre ada syuting habis subuh. Palingan kan aku balik sore, itu juga kalau nggak disuruh ini itu.”

“Besok anak-anak libur loh, masa kamu nggak ada waktu?”

“Yah gimana ya, masa aku izin lagi?”

“Ya terserah kamu deh.”

Aku mengambil ponselku dari atas meja, tak mempedulikan lagi dia yang katanya sedang membuat jadwal, atau chat-an sama selingkuhannya itu.

Aku jadi penasaran, gimana sih rumah tangga itu perempuan. Sampai-sampai dia menggoda suamiku dan membuat Mas Dandy tergila-gila.

Halaman profil Instagram milik model ternama itu pun langsung terpampang di layar ponselku. Foto dan video kemesraan dia bersama keluarga kecilnya selalu diabadikan setiap kali mereka ada acara.

Tak hanya itu, keluarga besarnya pun tak luput dari postingannya. Mereka tampak seperti keluarga yang harmonis. Suaminya ganteng loh, tinggi dan tegap, anak-anaknya juga lucu-lucu, mungkin seumuran Aries dan yang satu masih bayi.

Ko tega ya ibunya sampai menjadi simpanan suami orang. Aku hanya bisa menghela napas.

“Mas kenal Sarah?” tanyaku pura-pura.

“Sarah? Sarah teman SMA kamu?”

“Bukan, emangnya SMA aku punya teman namanya Sarah apa? Itu loh model yang lagi naik daun. Masa kamu nggak tahu, kamu kan dikelilingi artis aktor kerjanya.”

“Oh, kenal sih enggak, tau aja.”

“Cantik ya dia.”

“Iya. Badannya bagus, wangi.”

Aku mengernyit. “Maksud kamu? Tau dari mana dia wangi? Emang kamu pernah meluk dia?” Kali ini suaraku menunggi, aku yang mulai, aku juga yang terpancing.

“Eum, bukan itu maksudku, Sayang. Ya maksudku, dikelilingi artis sama aktor itu mereka wangi-wangi. Bukan si Sarah.”

“Yakin bukan Sarah?”

“Yakinlah.”

“Kemarin dia ke tokoku loh, dan kayanya mulai sekarang dia bakalan jadi pelanggan setia produk aku.”

“Masa sih?”

Mas Dandy yang tadi fokus dengan handphone, kini langsung melihat ke arahku.

“Kenapa mukanya kaget gitu?”

“Nggak apa-apa sih, nggak nyangka aja, ada model yang mau pakai produk kamu.”

“Kamu ko ngomong gitu? Kamu nggak ngehargain usaha aku ya, Mas?”

“Bukan, duh, kan kalau model biasanya pakai kosmetik yang di mol mol gitu.”

“Ya baguskan, aku mau pakai dia jadi BA produk aku, kayanya cocok deh.” Aku tersenyum miring, melihat ekspresi wajah suamiku yang menegang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top