30. Hari Perpisahan Akhirnya Benar-Benar Datang
Begitu Aisyah sampai di depan sekolah semua sahabatnya sudah menunggu. Mereka sempat bosan setengah mati menunggu kehadirannya.
"Kamu lama banget si, Sa?" ucap Jesica seolah meminta penjelasan.
"Udah jelasinnya nanti aja di mobil. Kita nggak punya banyak waktu. Satu setengah jam lagi pesawat Kak Jovan take off," ucap Shanum mengingatkan. Akhirnya tanpa membuang waktu Alan beru-buru menancap gas menuju bandara.
Setelah terjebak macet hampir satu jam, mobil yang ditumpangi tujuh remaja itu sampai juga di depan bandara Soekarno-Hatta
"Lo semua mending langsung aja turun di sini. Biar gue markirin mobil." Ucapan Alan disetujui oleh yang lain.
Dari runaway satu mereka berlari menuju termenal tiga di mana keberangkatan Internasional berada. Para remaja itu berlarian untuk mengejar waktu. Membuat perhatian beberapa orang teralihkan pada mereka. Shanum dan yang lain terus mengedarkan pandangan ke seluruh sudut bandara berharap dapat menemukan keberadaan Jovan. Dengan napas terengah akhirnya mereka sepakat untuk berpencar.
"Cha, itu bukannya Kak Jovan?" ucap Aisyah menepuk bahu Shanum. Otomatis yang lain pun urung berpencar lalu bergegas mendatangi Jovan. Cowok yang kini tampak gagah dengan setelan jeans hitam, dipadukan jaket bomber berwarna army itu hampir saja memasuki gate andaikan tak mendengar namanya dipanggil.
"Kak Jovan!" seru Shanum. Jovan memutar tubuhnya, begitu pula Kayla dan Adit. Mereka lumayan terkejut dengan kehadiran semua remaja itu. Shanum bahkan langsung menubruk tubuh Jovan hingga terhuyung.
"Kakak jahat banget ,sih, sama aku! Mau pergi nggak pamit dulu. Nyebelin!" rajuk Shanum manja, tanpa melepas pelukannya pada sang kakak. Gadis itu bahkan menangis.
Jovan tersenyum simpul sembari menepuk punggung adiknya.
"Maaf, Kakak sengaja nggak ngasih tahu kalian, karena Kakak nggak mau kamu kayak gini."
"Tapi seenggaknya kan bisa ngomong, ngeselin!" rajuk Shanum mengerucutkan bibir sebal.
"Udah, sayang, kamu juga bisa kok jenguk Kakakmu ke sana kalo liburan," ucap Adit menenangkan. Laki-laki paruh baya itu pun terlihat tengah menenangkan Kayla yang menangis.
Jovan mengurai pelukannya pada Shanum. Lalu menatap sahabatnya satu persatu.
Cowok itu berjalan menghampiri semua orang untuk mengucap salam perpisahan. Hingga tibalah giliran Aisyah.
Langkahnya terhenti tepat di depan gadis pemilik mata bulat itu, yang kini tengah menundukkan kepala dalam-dalam. Jovan tahu Aisyah kini menangis. Ini yang paling ia khawatirkan, ini lah alasannya tak ingin berpamitan pada Aisyah. Karena saat melihat gadis itu menangis ia semakin ingin tinggal dan terus berada di disisinya. Melindungi gadis rapuh ini sekuat tenaganya.
Sakit, rasanya amat sakit mencintai tapi tak bisa memiliki, itu yang dirasakan Jovan saat ini. Begitupun perasaan Aisyah. Ingin sekali ia menarik Aisyah dalam dekapan dan mengatakan pada gadis itu betapa ia sangat menyayanginya. Andai Jovan tahu masa depan, ia pasti akan menyuruh Aisyah untuk menunggunya. Tapi, Jovan tak dapat memberikan janji itu. Ia tak akan membuat Aisyah tersiksa karena menunggunya. Sedang masa depan tak ada yang bisa menebak akhirnya akan bagaimana.
Seperti kata Imam Syafi'i "Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang. Maka Allah timpakan ke atas mu pedihnya sebuah pengharapan. Supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangi kamu daripada perkara tersebut. Agar kamu kembali berharap hanya kepadaNya."
Maka dari itu, Jovan tak akan pernah membiarkan Allah 'Azza wa jalla' cemburu pada Aisyah. Bagaimanapun juga Jovan ingin Allah mendengar semua harapan Aisyah tentang dirinya.
Jovan tahu, bahwa melepas gadis itu adalah cara terbaik untuk mencintainya. Ia tetap akan berdoa tanpa lelah, agar kelak Allah mengizinkan mereka berjodoh. Bukannya doa adalah cara terbaik untuk mencintai? Ia tak akan lelah mendekati pemilik cinta itu, agar kelak cinta yang ia miliki bermuara pada seseorang yang tepat, yang ia harap adalah Aisyah. Setidaknya hanya itu cara satu-satunya yang Jovan bisa usahakan.
Cowok berwajah oriental khas korea itu mengangkat tangannya ragu-ragu. Lalu menepuk lembut kepala Aisyah yang masih tertunduk. Semua orang yang melihat itu ikut merasakan kesedihan. Bagaimana cinta diam-diam Jovan dan Aisyah begitu menyentuh. Ketika sebagian remaja lain memilih terlena dengan 'Pacaran' maka Jovan dan Aisyah memilih jalan lain. Bahwa saling menyanyangi bukan berarti harus 'pacaran' karena akan ada jawaban indah dari setiap hati yang tulus hanya mengharapkan keridhoan Allah.
"Jangan menangis," ucap Jovan lembut. Aisyah tak kunjung mengangkat wajahnya. Gadis itu masih setia menyelami perasaan sakitnya karena perpisahan mereka.
"Jangan pernah menunggu aku, atau pun terlalu berharap sama aku," sambung Jovan. Aisyah memberanikan diri untuk mendongkak, menatap Jovan dengan berurai air mata. Ia seakan tekejut karena ucapan laki-laki yang paling ia sayangi itu. Jovan tersenyum lembut sebelum menjelaskan maksud perkataannya pada Aisyah.
"Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah 'azza wa jalla (HR. Bukhari dan Muslim)."
Mendengar kata-kata itu Aisyah tersenyum. Untuk kesekian kalinya Jovan selalu berhasil menyadarkan Aisyah tentang hal tak terduga, harusnya ia selalu ingat perkataan Imam Syafi'i. Harusnya ia ingat, bahwa sejak awal ia sendiri yang berjanji tak akan berharap lebih tentang perasaannya untuk Jovan. Harusnya ia tau konsekuensinya mencintai cowok itu.
"Aku pun cemburu setiap kali membayangkan kelak jodohmu bukanlah aku. Tapi berulangkali pula aku coba mengingatkan diri sendiri bahwa jika "Seorang mukmin itu merasa cemburu, sedangkan Allah lebih besar rasa cemburunya -daripada dirinya-." (HR. Bukhari dan Muslim) Rasanya nggak adil kalau aku pun terlalu berharap sama kamu. Sementara kita justru palingkan hati kita untuk mengingat ciptaan-Nya dan bukan Dia. Aku hanya ingin Allah nggak cemburu, agar Dia mendengar doamu tentang aku. Doa kita. Jadi, tolong jangan berharap sama aku."
Aisyah mengangguk yakin dengan air mata berlinang. Gadis itu tak mengucap sepatah kata pun. Karena ia yakin Jovan tahu isi hatinya tanpa harus ia bicara. Tanpa harus ia berteriak bahwa ia begitu mencintainya.
Tak berapa lama, suara boarding pesawat terdengar dari kejauhan. Jovan merogoh sesuatu di dalam tasnya.
"Ini, aku kembalikan saputangan kesayangan kamu," ucap Jovan mengulurkan tangannya. Aisyah menerima benda itu dengan bingung. Ia masih belum ingat tentang pertemuan pertama mereka.
"Nggak usah bingung, cukup satu hal yang harus kamu inggat," Jovan menatap Aisyah serius sebelum melanjutkan ucapannya.
"biarkan takdir ini bergerak sesuai rencan-Nya. Jika kamu dan aku berjodoh, maka Allah akan mempertemukan kita di lain waktu." Jovan mengusap lembut kepala Aisyah. Kemudian mengusap air mata gadis itu.
Aisyah hanya memilih diam dengan perlakuan Jovan. Ia sibuk menata hatinya yang remuk redam.
"Jaga diri kamu baik-baik. Ingat, berharaplah selalu pada Allah. Agar Dia menjawab semua doamu tentang aku, dan insyaallah aku pun akan begitu." Sebelum benar-benar berlalu Jovan meletakkan dua jarinya pada bibir, lalu menempelkannya pada kening Aisyah.
Di depannya tangis Aisyah makin menjadi. Bulir bening dipelupuk matanya semakin deras mengalir. Gadis itu tak bisa lagi mengontrol rasa sakit. Berulangkali ia menepuk-nepuk dadanya yang terasa sangat sesak.
"Selamat tinggal," sambung Jovan. Ia berjalan mundur dengan tatapan sendu ke arah Aisyah. Sebelum punggungnya berbalik dan semakin menjauh. Jovan menyeka kasar air matanya tanpa seorang pun tahu. Bahwa perpisahan itu pun begitu menyayat hatinya. Ia abaikan kesedihan di belakang sana dan tetap melangkah dengan pasti ke dalam boarding pesawat. Andaikan mereka dipertemukan di waktu yang tepat, mungkin Jovan akan lebih berani mengambil keputusan. Sekarang yang bisa ia harapkan hanya kemurahan hati Allah agar kelak mereka dipertemukan lagi.
Tak jarang isi kepala kita hanya memikirkan seseorang, yang belum tentu memikirkan kita. Tak jarang pula kita memikirkan dunia serta isinya yang membuat kita terlena. Bahkan di sela-sela ibadah sholat kita yang membuat kita tak khusyuk benar-benar ingin mendekatkan diri kepada Allah. Padahal jelas, Allah sangat sayang kepada kita, dia yang memberikan rasa cinta itu kepada kita. Memberikan rezeki sebagaimana yang kita minta, bahkan tak sekedar yang kita minta. Allah lebih memilihkan yang benar-benar kita butuhkan dan terbaik. Lupa kita dengan segala rahmat itu semua, sejak dari lahir sampai sekarang ini.
Lalu apa yang kita bisa lakukan? Menjaga hati. Mungkin menjaga hati ini bukan untuk mendapatkan seorang pasangan ataupun rizki semata. Tetapi lebih pada keridhaan Allah terhadap kita. Kita sadar bahwa Allah lah sang maha pembolak balik hati. Terkadang iman kita di atas dan di bawah. Dengan menjaga hati kita untuk Allah, semoga iman kita berada diantaranya dan cenderung meningkat setiap waktu. Itu pula yang Jovan harapkan untuk dirinya dan Aisyah.
*****
Hai haii assalamualaikuuum pembaca. Apa udah ada yang bangun sepagi ini?
Alhamdulillaah akhirnya bisa mrnuju ending juga. Lega rasanya.
Makasyih untuk kalian yang tetap setia menanti cerita Jovan-Aisyah dari awal meski sering digantungin. Tanpa kalian aku nggak yakin bisa selesaikan cerita ini. Karena mood nulisku yang suka naik turun. Juga kadang suka down hanya karena hal kecil. Beruntung bgt ada kalian yang suka neror aku updet. Kalian tuh seolah pengingat banget buat aku. Makasyiih ya semua. Sayang bgt sama kalian. #PelukAtu-atu.
Jangan bosan baca karyaku. squel Jovan-Aisyah fersi dewasanya bisa kalian baca di Bestory ya. Silakan download app nya dan cari Takdir cinta Aisyah
Btw ini ada yang mau ekstra part nggak? Apa cukup sampe sini? Barangkali kan ya aku ada gambaran bikin hubungan LDR mereka kek apa hihihi. Komen ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top