Chapter 8: Serangan di Mall
Desember 2010
Jakarta Pusat
Suara-suara pengunjung mall malam itu terdengar seperti biasanya, ramai sekali, orang-orang belanja di sana. Beberapa orang ada yang duduk-duduk di kafe, di dalam mall, ada juga yang berbelanja di toko-toko.
Tak ada yang mengira bahwa sang maut sedang terbang meluncur ke udara ingin menyentuh langit-langit mall.
Dari sejak tadi, sesosok incaran Alfa, sedang tertawa bersama keluarganya yang habis berbelanja. Lawannya itu mempunyai senyum yang merekah. Alfa terdiam dahulu, lalu ia bisikkan kepada pengikutnya.
"Pukul sasaran, nanti dari luar mall, sepasukan lainnya akan masuk ke dalam lalu melibas para pengunjung," ucap Alfa dengan tenang.
Pengikutnya mengangguk, Alfa tersenyum, perlahan pengikutnya yang menjadi eksekutor target menuju kepada sasaran, ketika sudah dekat, pukulan menghantam mulut sasarannya. Bibir sasaran mengeluarkan darah, disertai teriakkan istri dan kedua putrinya.
Sontak, sebuah pasukkan memakai celurit merangsek masuk ke dalam mall memecahkan kaca pintu otomatis.
Di balik pintu otomatis terlihat sesosok mayat petugas keamanan yang biasa menjaga untuk memeriksa tas pengunjung. Lehernya penuh dengan sayatan dan cairan merah segar keluar dari mulutnya.
Ketakutan bersuara, para pengunjung menjeritkan suara-suara mereka dari tenggorokkan.
Korban yang menjadi eksekutornya Alfa ditarik bersama para pengikut Alfa yang lainnya, dirinya ketakutan melihat beberapa pengunjung yang puncak kepalanya sudah bertengger celurit yang menancap di sana.
Para pemuja setan yang menyerang mall tersebar di sudut-sudut mall, ada yang masuk ke dalam toko roti, sebilah celurit membacok beberapa roti yang ada di etalase, si pemilik celurit berteriak keras-keras kepada para pengunjung.
"Angkat tangan kalian!" bentaknya keras kepada para pengunjung. Gigi beberapa pengunjung bergemeretak, ada beberapa dari mereka lari ketakutan, tetapi dihadang para penyerang itu.
Seorang bapak berusia sekitar 48 tahun mencoba melawan salah satu dari mereka, celurit yang dipegang oleh salah satu dari mereka dicoba direbutnya, ia memukul lawannya, celurit berhasil direbut lalu dibacokkan celurit yang ia rebut ke leher lawannya hingga kepalanya lepas.
Pemuja setan yang meneriakki para pengunjung langsung melemparkan celuritnya ke ltubuh si bapak itu. Ujung celurit itu menembus badan korbannya, seketika bapak itu jatuh, jeritan-jeritan para pengunjung terdengar.
Salah satu karyawan toko roti memberikan sebuah uang kepada salah satu pemuja setan, ia meminta tolong agar mereka tidak membunuh para pengunjung. Para pemuja setan itu pun pergi dari toko roti.
***
"Jaangaaan.... jaangaan...." bibirnya bergetar.
Tetapi ucapannya tidak dihiraukan, dirinya dibawa ke lantai atas, oleh eksekutor milik Alfa ke supermarket yang ada di tingkat atas.
"Ini akibatnya kalau kau membelot menjadi pemuja malaikat!" teriak si eksekutor.
Para pengunjung ditodong celurit, salah satu dari pengikut Alfa meminta kursi. "Mana kursi! Kami butuh kursi!" bentak salah satu dari mereka.
Seorang pengunjung supermarket ketakutan, salah satu petugas kasir di sana memberikan yang diminta.
"Duduk!" perintahnya kepada calon korban mereka yang sejak tadi dipisahkan dari keluarganya.
Pria itu menurut, ia duduk. Tanpa terduga, salah satu dari mereka memukulkan sebuah palu ke perutnya. Eksekutor Alfa adalah yang melakukannya. "Kau sakit?"
"Jangan bunuh saya," tangisnya meledak.
Senyum ledekkan menghiasi wajah eksekutor sambil memegang palu di tangannya.
"Saya lapar, saya belum makan, mana keluarga saya?"
"Kau mau makan? Makan ini palu!"
Pukulan demi pukulan dihempaskan ke perut pria itu. Ia menangis sambil memohon-mohon, para pengunjung yang lain kakinya beku karena ketakutan juga.
Sebuah hempasan dari benda tajam yang melengkung mengakhiri penderitaan dan tangis korban mereka.
"Pembunuuuh! Pembuuunuuuh!" teriak salah satu pengunjung.
"Diaam botak!" bentak sang eksekutor. Ia memberikan isyarat kepada temannya, sepucuk pistol ia terima dari tangan lawan bicara di sebelahnya.
Orang yang meneriakkinya menerima desingan peluru, tubuhnya jatuh ke tanah disertai teriakkan, beberapa orang di sana tiarap.
Eksekutor Alfa yang sejak dari tadi membunuh pergi meninggalkan supermarket untuk menemui bosnya yang sejak tadi pura-pura panik.
***
Alfa tertawa-tawa di lorong mall sambil memberikan uang kepada eksekutornya. "Dibagi-bagi ya, jangam dimakan sendiri, oh ya, silahkan kalian ngopi-ngopi, hidup iblis."
"Hidup iblis."
Ketika eksekutor dan anak buahnya itu pergi, barulah polisi datang, tanpa tunggu lama ia langsung kabur mencari angkutan umum untuk pulang ke rumah.
Di perjalanan pulang ia mengusap-usap mukanya karena sedikit tegang, bus yang ia tumpangi berjalan hingga berhenti di halte dekat rumahnya.
Ia membayar sejumlah uang kepada sopir bus lalu ia sedikit loncat ketika keluar dari kendaraan itu. Dirinya menggunakan langkah-langkah panjang, pintu pagar rumah ia buka, ketika sudah sampai, lalu ia membuka pintu depan.
Alfa langsung masuk dan menutup pintu yang menghubungkan teras dengan ruang tamu.
"Dari mana saja Pak?" tanya Sania.
"Bukan urusan kamu, ambilkan makanan untuk Bapak, cepat!"
Alfa menghembuskan napasnya, matanya mengarah ke lemari yang di atasnya ada televisi. Kemudian ia membuka lemari itu mencari-cari rokok di dalamnya.
Alfa membuka bungkusan rokok, dibakarnya ujung rokok tersebut, dihisapnya dengan nikmat puntung berasap itu.
"Pak, ini," ucap anaknya yang menghampiri sambil membawa sepiring nasi disertai lauk-pauk di dalamnya.
Pria itu mengambil piring dari tangan anaknya, lalu ia duduk langsung memakan di piring itu.
"Pelan-pelan Pak," Sania berkata dengan wajah memelas.
"Diaam...." balas Alfa. Ia melanjutkan makannya sambil berbicara. "Heh, gimana kemarin?"
"Kemarin apa Pak?"
"Bagaimana layanan kamu kepada Stefan?"
"Tidak Pak, Aku tidak mau melayani dia,"
"Apa?! Kamu tidak melayani dia?" tanya Alfa, ia menekan dadanya karena terkejut
"Pak, aku nggak cinta sama dia."
Alfa diam, tiba-tiba ia membanting piring di tangannya yang berisi nasi dan lauk-pauk itu ke lantai. Beling-beling piring berserakkan serta makanan yang ia makan. Mulutnya belepotan nasi, sementara matanya melirik tajam kepada putrinya.
"Dasar anak gak tau diuntung!" teriak Alfa sambil menggebrak meja yang terbuat dari kaca di depannya.
"Stefan itu suka sama kamu, kenapa kamu seperti itu? Pak Zomen dulu juga kamu tolak! Pak Zomen itu orang kaya! Mengerti nggak? Kamu mau jadi orang kaya ga? Zomen bisa memberikan kekayaan ke kamu!"
"Aku bukan barang Pak!"
"Tapi kamu anak Bapak! Turuti Bapak!"
Sania masuk ke dalam kamar, ia meninggalkan Alfa karena marah dengan ayahnya, sementara Alfa bertolak pinggang karena kecewa dengan putrinya.
Sesekali ia menggoda putrinya, tetapi tidak bisa, ia juga marah dan ingin rasanya ia membamting barang karena putrinya bercerita tentang dirinya ke Martha.
***
Kates menyalakan televisi di hadapannya, setelah berjam-jam ia belajar untuk ujian dua minggu lagi, dirinya memutuskan untuk rehat.
Televisi menampilkan pecahan-pecahan kaca di sebuah mall, terlihat beberapa petugas medis mengangangkat tubuh yang penuh dengan luka.
Di tulisan berita di televisi, diberitakan bahwa ada sebuah mall yang diserang oleh sekelompok orang tidak dikenal.
Kates langsung berteriak memanggil adiknya yang sedari tadi main gim di laptopnya.
"Ric! Ini ada mall yang diserang." teriaknya.
"Di mana Kak?"
"Di daerah Jakarta Pusat."
Dirinya bergetar, sebuah energi penglihatan menyelimuti dirinya, sebuah gambaran terlihat di dalam mata batinnya.
Ia melihat kejadian sekitar setengah jam yang lalu, ada orang-orang pengunjung di mall yang menjerit kencang karena sekelompok orang yang tidak dikenal merangsek masuk ke dalam mall membawa benda-benda tajam
Mata Kates yang terpejam ketika melihat peristiwa itu langsung membuka matanya, hatinya bergetar kencang, rasa takut menyelimutinya.
Bayangan wajah Alfa terlintas di matanya, ada juga kejadian merah duka di salah satu rumah pemuja malaikat hadir di benaknya.
Alfaa....
Hatinya berdegup kencang, ia mencoba mengatur napasnya.
Layar televisi menampilkan wartawati yang memberitakan kondisi terakhir di sana, di sebelah wartawan itu ada seorang pengunjung yang sedang diwawancarainya.
"Bagaimana Pak kejadiannya?"
"Saya waktu sedang berbelanja dengan istri saya, tiba-tiba ada suara ribut dari lantai bawah, lalu dari atas saya melihat ke bawah, ada banyak orang menjerit-jerit. Di sekitar para pengunjung ada orang-orang yang membawa celurit dan juga palu," jelas narasumber.
"Lalu istri Bapak bagaimana?"
"Istri saya lari turun ke bawah lalu berlari lewat pintu otomatis di samping, karena di pintu otomatis bagian depan, itu banyak para penyerang berjaga-jaga."
"Terima kasih Pak, atas waktunya."
Wartawati lalu mengarah ke pemirsa di rumah, "ya, kami mendapat kabar, bahwa CCTV yang ada di sekitar kafe, sedang diidentifikasi oleh pihak kepolisian, rencananya beberapa jam lagi polisi akan memberikan konferensi pers mengenai penyerangan ini."
Kates menonton sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka kepala sekolahnya melakukan perbuatan itu. Ia harus berbicara kepada Martha.
Kepala Kates tiba-tiba pusing, ia baru sadar bila energinya terkuras karena melihat kejadian dengan mata batinnya. Ia hendak meninggalkan adiknya yang sedang menonton televisi, tiba-tiba ibunya keluar dari kamar.
"Ada apa?"
"Mama coba lihat di berita, energiku mau habis, aku tidur dulu ya."
Ibunya mengangguk, ia kemudian masuk ke dalam kamar dan tiduran di kasurnya sambil mengatur napas miliknya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top