Chapter 14: Tawuran

Mobil Susanti melesat kencang, beberapa menit yang lalu Grasa meneleponnya, mengabarkan kalau Kates sedang istirahat di ruang guru karena ia terluka setelah bertarung dengan Zomen dan Fifi.

Mobilnya masuk ke dalam sekolah, ia memakirkan mobilnya, ia segera turun dari mobil lalu berlari ke ruang guru, Kates sedang tidur, Grasa sedang menjaganya. "Bu, Kates kenapa?"

"Abis bertarung sama Pak Zomen dan Bu Fifi, dia kelelahan, dia tadi membantu ibu ketika Pak Zomen menyerang ibu dalam bentuk genderuwo."

"Saya tadi di mobil hampir panik, saya agak takut," cerita Susanti. Perlahan ia menghampiri Kates, ia menepuk badan sahabatnya itu. "Kates, bangun, ini gue, Susanti," ucap Kates. Kates bangun, dilihatnya Susanti di hadapannya, "Ti...."

"Gue antar lo pulang ya," Susanti membantu Kates berdiri. Mereka berdua pamitan kepada Grasa, Kates masih sanggup untuk berjalan perlahan, ia kemudian masuk ke pintu samping mobil, Kates berbaring karena kelelahan.

"Kat, lo istirahat dulu, muka lo pucat," ucap Susanti yang hendak ke pintu depan mobilnya. Kates menangguk. Susanti masuk ke pintu depan mobilnya lalu pergi mengantar sahabatnya pulang.

Mesin mobil Susanti terdengar di rumah Kates, Susanti melihat Hanita keluar dari rumahnya lalu membuka pintu pagar. Mobil Susanti masuk ke dalam, ketika Susanti mematikan mesin mobilnya, ia keluar.

"Tante, Kates diserang sama gurunya tadi,"

"Ya Tuhan...." Hanita langsung berlari membuka pintu mobil, Susanti dan dirinya membantu Kates berdiri, mereka masuk ke dalam rumah, mereka menuju ke kamar Kates. Sementara di ruang tamu Reza memasang wajah sedih, ia bisa menerawang siapa yang menyakiti anaknya, rasa marah menyebar di hatinya.

Di dalam kamar, Kates dibaringkan oleh Susanti dan ibunya, ia sedikit batuk-batuk, gadis indigo itupun tidur. "Susanti, makasih ya sudah mengantar Kates ke sini."

"Oh ya maaf Tante, ini aku kasih nomor Bu Grasa, dia adalah guru kami," Susanti menunjukkan ponselnya kepada Hanita. Hanita langsung mencatat nomor Grasa.

"Makasih ya...."

"Saran aku Kates istirahat dulu, jangan masuk sekolah dulu, biar nanti urusan di sekolah aku sama teman-teman yang ngurus, aku pamit dulu ya Tante," Susanti mencium tangan Hanita, ketika ia hendak keluar ia mencium tangan Reza juga.

"Salam buat Albert ya," kata Hanita ketika Susanti hendak membuka pintu mobilnya.

"Iya, nanti aku sampaikan," Susanti tersenyum.

Susanti masuk ke mobil, ia menelepon Albert, ia mengabarkan keadaan Kates. "Sayang, Kates...."

"Kates kenapa?"

"Bertarung sama Pak Zomen dan Bu Fifi,"

"Bu Fifi? Bu Fifi kok bisa?"

"Makanya aku gak tau, tadi dia kelelahan, pucat gitu. Tadi aku balik lagi ke sekolah, nganterin dia pulang. Kayaknya, aku perlu ketemu kamu sama Jansi deh,"

"Di mana ya?" tanya Albert.

"Di rumah kamu gimana?" usul Susanti.

"Boleh, kamu hati-hati ya, nyetirnya pelan-pelan," kata Albert.

"Iya, Makasih Sayang, I love you." Susanti mengecup ponselnya.

"Love you too."

Susanti kemudian menelepon Jansi, air matanya keluar, nada sambung terdengar, lalu suara gadis bertato itu menjawab teleponnya. "Halo,"

"Jan,"

"Kenapa?"

"Kates...."

"Lo kok nangis? Kates kenapa?"

"Tadi Bu Grasa minta gue ke kampus, Kates kelelahan karena bertarung sama Pak Zomen sama Bu Fifi, lo bisa gak ke rumah Albert sekarang? Gue perlu ngomong sama kalian hari ini," pinta Susanti.

"Kurang ajar tuh guru, kenapa sih mereka? Gue bakal ke sana," kata Jansi.

"Thanks ya."

"You are welcome."

Mobil Susanti mengarah ke rumah Albert, ia segera masuk ketika pintu pagar rumah kekasihnya dibuka, mobilnya masuk ke dalam rumah mewah bertingkat tiga, mobilnya ia parkirkan di halaman rumah Albert.

Susanti turun dari mobil, ia masuk ke dalam rumah Albert, mereka saling berpelukkan, Albert mencium pipinya lalu memeluknya. Susanti tiba-tiba menangis terisak.

"Aku bikinin kamu susu cokelat ya,"

"Iya,"

"Jangan nangis cantik," goda Albert.

Susanti mencubit lengan Albert sambil menyunggingkan senyumnya, ia menunggu Albert membuat susu cokelat, ketika itu datanglah Jansi, gadis berambut pendek itu lari ke arah Susanti dan memeluknya.

"Gimana?" tanya Jansi khawatir.

"Parah pucat banget, mukanya Kates pucat banget,"

"Pak Zomen keterlaluan banget sih, itu orang maunya apa, Bu Fifi juga, eh Bert, gue ngerokok boleh ya?! Gue ke teras dulu sama Susanti!" teriak Jansi.

"Iya," jawab Albert dari dalam dapur.

Mereka berdua ke teras, Jansi mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya beserta dengan korek gas. Ia menyalakan sebatang rokok lalu mendengarkan Susanti bercerita.

"Gue nggak tahu cerita pastinya, tapi kalau dari lihat mukanya Kates, pucat banget, serangannya pasti parah. Gue rasa kita harus jaga sekolah dulu, karena gue tadi bilang ke Tante Hanita biar Kates istirahat dulu."

"Iya, gue bakal merhatiin Sania terus, gue kecolongan kemarin, gue nekat tuh kemarin, mukul bibirnya si Tina, gue bilang anjing juga nih cewek, berani nyentuh teman gue. Kasihan Sania, anaknya lugu gitu, Kelakuan Stefan sama dua teman-temannya keterlaluan banget. Gue benci banget sama Pak Alfa karena dengar omongannya Stefan, itu orang parah banget, gituin anaknya sendiri." Jansi menghisap rokoknya, ia bersandar ke tembok.

Susanti menggeleng-geleng, "Parah banget sih Jan,"

Lalu tiba-tiba datang Albert ke teras, ia memanggil mereka berdua. "Susu cokelat sama kopi udah jadi,"

"Sebatang dulu Bert!" teriak Jansi.

Jansi menghisap rokoknya dengan nikmat, mereka mengobrol sebentar lalu kembali ke dalam. Jansi dan Susanti duduk bersebelahan di sofa sementara Albert duduk di kursi sebelah sofa mereka.

"Jadi gimana guys?" tanya Albert.

"Kates harus istirahat dulu di rumah," jawab Susanti.

"Ceritanya gimana Ti?"

"Gini, tadi Bu Grasa diserang Pak Zomen, terus berubah jadi genderuwo gitu deh, wujudnya genderuwo katanya Bu Grasa, terus Kates nolongin bu Grasa dari Zomen, kalau Bu Fifi kenapa bisa berantem sama Kates aku nggak tahu," cerita Susanti.

"Itu emang guru suka bikin gara-gara semua dinyinyirin sama dia, lo tahu gak, Gue bukannya gak sopan guru ya, maaf ya. Tapi gue harus buka nih. Masa Bu Martha dibilang rambutnya kayak bayam cokelat, maaf ya gue ngomongin wali kelas lo Bert,"

"Gak apa-apa, gue juga agak sebel sama dia sih," Albert ketawa.

"Dia di kelas lo gimana Bert?"

"Ya, suka ngeledek guru lain kalau di kelas. Pak Fajar dibilang cakep tapi miskin lah."

"Sok kaya banget." Jansi berkata karena reflek.

"Lo tahu nggak Bu Grasa dibilang apa?"

"Bu Grasa dibilang apa sama dia?"

"Mama cantik kayak deterjen,"

"Lah.... Gak jelas, emangnya Bu Grasa udah punya anak?" Susanti penasaran.

"Iya, tapi pisah sama suaminya, katanya sih suaminya boros,"

"Hmm...." Susanti mengangguk

"Awas aja nih kalau guru itu mulai lagi gue pites dia, abisnya bikin masalah mulu," Jansi meminum kopinya. "Urusin diri aja dulu, jangan urusin orang lain, gue kemarin ya lagi ditanya-tanya sama Bu Cecil dia nyeletuk, sumpah gue kesel banget," aku Jansi.

"Terus gimana?" tanya Susanti, ia mengambil susu cokelatnya lalu meminumnya.

"Iya dipotong lah sama Bu Cecil, cekcok mereka berdua, berani-beraninya dia nyela pembicaraan, gak mikir apa orang lagi ngomong! Dia udah gila hormat tuh."

"Oh ya, gue mau cerita Jan. Kita waktu itu ketemu Pak Alfa dipenjara," Susanti yang kali ini giliran bercerita. "Mukanya tuh udah kayak apaan tahu gitu kan, nah dia omelin gue, Albert megang leher kerahnya dia."

"Mampus," ucap Jansi nyengir.

"Dia ngacem Pak Alfa supaya gak macam-macam lagi,"

"Gue rasa gue bukannya gak hormat sama dia, tapi kalo udah urusannya gitu, dia gituin Susanti gue gak terima," Albert berkata dengan tegas.

"Iya dong, lo bener, dia yang salah!" timpal Jansi.

"Lo nyangka gak sih kita punya guru yang muja gituan? Itu Kates yang cerita ke kita pas peristiwa penembakkan di dekat sekolah," cerita Albert.

"Yang pas semester satu kan?"

"Iya, dia yang bikin kata Kates, parah itu orang, kayak ada urusan lain antar guru di luar sekolah ini,"

"Yang gue bingung kok bisa ada ya kelompok-kelompok gitu jadi guru kita?" tanya Jansi bingung.

"Nah itu yang masih gue selidiki, gue masih nggak ngerti," Albert memikirkan hal itu, tetapi belum ada jawaban yang pasti.

"Pokoknya kita harus jagain sekolah, gue yakin mereka bakal bikin ulah lagi sama kita, lota nggak boleh terpancing. Gue kapok nonjok mukanya Tina." Ucap Jansi.

Kedua sejoli itu mengangguk mendengar ucapan Jansi.

***

Stefan mendatangi kedua temannya yang sedang minum bir sambil bermanja-manjaan, ia berteriak keras. "Lo pada apain Sania?!"

Tina dan Refal kaget, mereka menoleh, tatapan Stefan sangat kesal, menahan amarah yang ada. "Gue jujur gak setuju kalian berbuat seperti itu, bahaya kalau ketahuan orang kemarin, lo tau nggak di grup BBM pada kontak gue,"

"Sabar, minum dulu sini bro," ajak Refal baik-baik.

Stefan mengeluarkan bungkus rokok dan korek gas dari sakunya ia merokok lalu kemudian minum bir yang diberikan Refal. "Gila gila...."

"Kita tuh mau balas dendam Stef," ucap Tina.

"Anak-anak ada ngechat lo apa?"

"Ya, bilang yang nggak-nggak lah tentang lo berdua, gue pusing. Gue juga kaget baru tahu nih malam ini," kata Stefan panik.

"Udah sorry sorry, kita nggak tahu bakal gini, tapi banyak loh guru yang berpihak sama kita. Nih, ada chat dari Bu Fifi, kita disuruh bales dendam," terang Refal.

"Lo ada rencana apa lagi emangnya? Lo tahu kan Bu Cecil tuh gimana, dia tegas banget sama peraturan sekolah." Stefan melempar puntun rokoknya.

"Bu Cecil ngancem Bu Fifi tadi." Tina berkata.

"Itu guru maunya apa gue nggak ngerti," Refal menimpali.

"Jansi mukul lo ya?" tanya Stefan.

"Bibir gue masih sakit nih, sedikit. Gue beraniin aja nongkrong, nganggur di rumah," keluh Tina.

"Pancing emosi mereka, gue gak mau tahu, gue kepikiran sama anak-anak di grup itu. Mereka ngomongin gue, ngomongin lo yang nggak-nggak, gak enak. Mereka tuh cuman anak ingusan," ujar Stefan.

"Kita mau apain mereka?" tanya Refal.

"Dipancing, kita bikin rusuh aja, gue mau mukul orang, udah lama. Cowok tuh ada satu."

"Kalau guru marah-marah gimana?"

"Kita lawanlah, mereka siapa? Guru kita ada yang belain Pak Alfa juga loh, Pak Zomen, Bu Fifi. Dimakan genderuwo mereka itu nanti." Stefan mulai kesal.

"Besok siang kita pukulin anak yang belain Grasa. Biar pada terpancing semuanya."

***

Bel sekolah berbunyi, para murid keluar dari kelas karena jam istirahat tiba, Stefan menyunggingkan senyumnya, ia menelepon Refal yang sedang berada di kamar mandi untuk berjaga-jaga.

"Siapkan sapunya, pukul kepala yang nggak suka sama Pak Alfa," perintah Stefan.

"Baik, Tina sekarang lagi ngawasin Jansi, anak tatoan itu lagi makan sama Susanti."

"Gue bakal keluar, gue lagi nyari target. Gue takut gue harus apa," Stefan berkata. Ia kemudian keluar dari kelas lalu dirinya menuju ke salah satu sudut sekolah ia mengambil batu, lalu ia lemparkan batu itu ke jendela ruang guru, lemparan itu membuat pecah jendela kaca ruang guru, membuat beberapa guru-guru di dalam keluar.

Disusul oleh Refal, dengan sebuah sapu ia menerjang seorang anak lelaki yang sedang berjalan, dipukulnya kepala anak itu pakai sapu. Teriakkan-teriakkan dan perkelahian terdengar antara Refal dan anak-anak itu. Pemukulan terkado, Refal mendorong anak itu dengan keras.

Anak-anak murid yang lain mengerubungi mereka berdua. Sementara itu Tina melempar mie ayam yang dimakan Jansi ke muka pemiliknya, Jansi loncat lalu menampar muka Tina.

"Lo cari gara-gara sama gue? Jangan macam-macam lo ya! Lo jangan bikin masalah lagi!" bentak Jansi.

Tina kesal, ia memukul muka Jansi, Susanti maju hendak memisahkan mereka. "Lo jangan cari gara-gara lagi deh Na!" seru Susanti.

"Lo mau apa? Lo mau nampar gue?!" bentak Tina.

Jansi memegang pipinya, ia hendak berbuat kekerasan tetapi ia menahan diri, dilihatnya beberapa orang murid berlari-lari dirinya dan Susanti mengikuti para murid itu, mereka melihat perkelahian Refal dengan salah seorang siswa.

"Maksud lo apa mukul gue?"

"Jangan pernah hina Pak Alfa! HIDUP PAK ALFA!" teriak Refal.

"Hidup Alfa!" teriak Stefan tiba-tiba sambil memegang batu yang lain. Guru-guru kebingungan dengan kejadian yang terjadi di sekolah itu.

"Hidup Pak Alfa! Hidup Pak Alfa!" teriak beberapa murid yang lain.

" Bu Grasa Bu Grasa Bu Grasa Bu Grasa!" sahutan dari beberapa murid terdengar termasuk yang dipukul oleh Refal tadi.

"Bu Grasa!" teriak Albert keras, ia dari tadi mengamati Stefan dari jauh, dirinya tidak makan bersama Susanti dan Jansi untuk mengawasi keadaan sekitar sekolah.

"Ternyata ada antek malaikat di sini!" teriak Stefan.

"Jaga mulut kamu Stefan!" teriak Grasa tiba-tiba.

"Hidup Setan! Hidup Setan!" teriak Fifi tidak menahan diri.

Bentrokkan antar murid pun terjadi, Stefan dan Albert saling memukul, sekolah menjadi tidak karuan, beberapa pendukung Pak Alfa melempar-lempar batu ke kaca-kaca kelas, sementara para pendukung Bu Grasa menahan semua.

"Kita harus jaga sekolah, saatnya kita memukul mundur mereka Bu!" ucap Jansi yang berlari ke arah Grasa.

Grasa mengangguk, ia kemudian menoleh kepada Zomen yang dari tadi mencoba menghentikan perkelahian.

"Menyerahlah genderuwo!"

"Menyerah? Tidak akan! Bu Fifi! Lawan dia!" teriak Zomen.

Bu Fifi segera loncat, pertempuran terjadi, para murid dan guru saling berkelahi karena perbedaan kubu, satpam kewalahan untuk menanganinya, Susanti dan Jansi menghadapi Refal dan Tina, anak yang dipukul oleh Refal kabur menyelamatkan diri keluar dari area sekolah.

"Alfa! Alfa! Alfa!"

"Grasa! Grasa! Grasa!"

Sekolah yang luas itu menjadi arena pertempuran, perang dan pukul-pukulan tak terhindarkan.

Zomen berubah menjadi genderuwo, dengan kekuatannya ia mampu mendorong para murid yang berada di kubu Grasa, tetapi Grasa langsung melawannya. Grasa berkonsentrasi, ia harus melawan dua orang.

Zomen dipukulnya, kali ini tak peduli lagi bila kekuatannya tidak setara dengan Zomen dan juga Fifi, ia kemudian loncat menendang genderuwo itu hingga terkena pot tanaman. Fifi membantu Zomen, ia menggunakan kekuatannya, tetapi Grasa berhasil menghindar.

Beberapa warga dimintai pertolongan satpam, tetapi mereka malah dipukul oleh palu milik genderuwo hingga beberapa dari mereka pingsan.

"Genderuwo-genderuwo datanglah!" seru Zomen yang memecah telinga. Suaranya terdengar sangat keras. Dirinya terbang, tetapi tiba-tiba ada kekuatan yang menghalanginya.

"Aku sudah bangkit lagi, aku datang melawanmu!" teriak Kates yang tiba-tiba datang.

"Lawaaan!" teriak para pendukung Grasa.

Susanti dan Jansi tersenyum melihat Kates berada di sana. Kates lalu berkonsentrasi mengendalikan kekuatannya, ia mengarahkan tangannya kepada Zomen dan Fifi, kedua orang itu terjatuh.

Sesosok genderuwo muncul lagi, disusul oleh genderuwo-genderuwo lain. Sekolah menjadi sangat penuh. Kates tidak gentar, ia menerbangkan energi gaibnya, sebuah keris gaib terbentuk memukul mundur para genderuwo itu.

Fajar menghadapi guru-guru lain yang membela Alfa, mereka bertarung, Fajar yang jago silat itu menerbangkan kekuatannya ke langit. Ia selama ini diam tak mau menunjukkan kemampuannya, tapi kali ini ia menggunakannya. Dirinya terbang ke atas langit lalu menggetarkan isi sekolah. Ia mendarat di sebelah Kates.

"Lawaaan!" teriaknya.

Semangat membara di kubu para pendukung Grasa. Mereka berlari mengejar para pendukung Alfa yang hendak kabur dari pertempuran.

Fifi hendak menyerang Grasa tetapi tiba-tiba sebuah kekuatan dahsyat menerjang ke arahnya. Ia dipukul dari jauh oleh Fajar. "Jangan menyakiti Bu Grasa." Fajar dan Fifi bertarung dengan keras, jurus masing-masing mereka keluarkan.

***

Susanti memukul Refal sementara Jansi bertarung melawan Tina, keduanya melakukan gerakan-gerakan yang sulit. "Gue akan membiarkan orang-orang yang membela pelaku kejahatan!" teriak Susanti tegas.

Susanti memukul Refal sementara Jansi bertarung melawan Tina, keduanya melakukan gerakan-gerakan yang sulit. "Gue akan membiarkan orang-orang yang membela pelaku kejahatan!" teriak Susanti tegas.

"Hahaha! Kalian akan hancur!" tawa Refal.

"Lo yang bakal hancur Fal, lo buat gue muak selama ini!" teriak Susanti.

Api kegelapan membara di langit-langit sekolah mereka saling pukul-pukulan hingga masuk ke dalam kelas. Susanti melempar kursi, sementara Refal mencoba memukul Susanti, tetapi gadis itu loncat.

Refal terus mengejarnya hingga di kantin. Sementara di kantin, beberapa penjaga kantin hanya berjongkok karena berisik mendengar keributan.

"Sini lo!" teriak Refal.

"Lo mau apa?" tiba-tiba suara terdengar. Sosok Sania muncul, ia kali ini berkaos T-Shirt dan memakai celana jeans. "Lo gak bisa nyakitin orang lagi, lo berani-beraninya ngejar teman gue. Gue gak mau jadi cewek lemah, sini lo!" teriak Sania sambil menahan air mata.

"Seminggu ini gue latihan bela diri lewat Youtube. Gue bakal ngehajar orang jahat kayak lo!"

Refal berhenti sementara Susanti pergi menemui Albert, Refal meremehkan Sania, ia tersenyum tapi tiba-tiba tendangan mengenai ulu hatinya membuat mulutnya keluar darah. Refal terjatuh, ia pingsan tak sadarkan diri.

***

Duaaar! Letusan terdengar, ternyata ada yang menelepon para pemuja setan untuk datang ke sekolah. Di balik tembok, dua puluh menit yang lalu Fifi kabur ke kamar mandi menelepon markas pemuja setan.

"Pertempuran akan lebih besar Grasa...." bisiknya ketika di kamar mandi sendirian.

Para pemuja seta nada yang menghancurkan beberapa mobil, dan juga beberapa motor yang mereka gulingkan.

"Panggil pasukan yang lain sekarang," perintah Grasa, ia meneriakki Martha yang sedang menahan beberapa murid yang mencoba menyerangnya.

Di jalan raya penuh dengan mobil dan motor yang berhenti melihat dari luar, beberapa pengguna jalan ada yang nekat masuk ke dalam sekolah tetapi malah terkena sabetan ikat pinggang para murid yang sedang saling bertarung.

Di saat pertarungan, Zomen melihat dari mata batinnya ada Sania, ia tersenyum. Ia selama ini ingin mendapat jabatan dari Alfa tetapi tidak diberikan, ia ingin menjadi ketua sekte. Lalu terbanglah ia dan berhenti tepat di depan Sania.

"Sania! Kamu apakan Refal!" teriaknya yang melihat murid kesayangannya tak sadarkan diri.

Zomen mengeluarkan kekuatannya, ia menerbangkan Sania, gadis itu terbang, tetapi tangannya tidak bisa bergerak. Dirinya langsung dilempar ke tanah oleh Zomen. Tiba-tiba serangan dahsyat mengenai tubuh Zomen, badannya terasa sakit, matanya melotot, ia melihat penyerangnya.

Raja Genderuwo itu menggunakan palunya untuk menyerang Kates yang berada di hadapannya, Kates terjatuh, ia mencoba menyelamatkan Sania, tetapi dirnya dipukul Zomen dengan palu hingga kepalanya berdarah. Zomen langsung membawa Sania ke dalam hutan.

Raja Genderuwo itu kabur dari sekolah. Ia membawa Sania ke dalam hutan lalu mengikatnya.

Sementara itu para pemuja malaikat datang berhamburan dari arah tak terduga, beberapa orang loncat ke pagar, masuk ke dalam sekolah, mereka memburu para pemuja malaikat, area sekolah menjadi arena pertempuran.

Beberapa reporter televisi berdatangan karena warga sekitar memenuhi area depan sekolah, hal itu memancing orang memviralkan hal tersebut ke media sosial. Ada mobil polisi yang hendak mau masuk tetapi mereka tidak bisa karena di dalam penuh dengan sabetan dan benturan.

Beberapa polisi ada yang nekat masuk lalu menembakkan gas air mata kepada mereka, suasana menjadi kacau balau apalagi beberapa orang yang bertempur menggunakan tenaga dalam membuat para polisi terpental.

***

Di dalam penjara Alfa didatangi seseorang, Zomen tersenyum, kepadanya. Alfa kebingungan karena Zomen tersenyum sinis kepadanya. "Anak Anda di tangan saya, berikan jabatan ketua sekte kepada saya, maka anak Anda selamat," ancamnya.

"Anda jangan macam-macam, jangan coba-coba mengancam saya," bisik Alfa.

"Anda mau nanggung akibatnya kalau tidak patuh?"

"Hahaha! Anda mengancam saya? Tidak bisa!" teriak Alfa.

"Saya bisa melakukan apapun Pak Alfa, jangan macam-macam dengan saya." Zomen memperingatkan, orang itu langsung menghilang dari mata Alfa.

***

Para pemuja setan dan pemuja malaikat kabur dari sekolah ketika polisi hendak masuk, Grasa dan Fifi berhadapan, mereka berkelahi dengan tangan kosong, sementara Kates menemui Albert dan Susanti ketika ia sudah sadar, mereka bertiga masuk ke dalam ruang BK dan berdiskusi.

"Mana Jansi?" tanya Kates.

"Dia lagi berantem sama Tina," jawab Susanti.

"Sania dibawa Zomen, sepertinya ke dalam hutan, kali ini kita harus menyelamatkannya," ucap Kates.

"Kita segera ke sana," timpal Albert.

Kates langsung berlari menemui Grasa. "Bu, saya harus ke hutan bersama teman-teman saya," ucap Kates.

"Baik, saya dan Pak Fajar akan menghadapi Bu Fifi, kamu tenang saja. Kalian silahkan pergi," ucap Grasa.

"Terima kasih Bu,"

Kates lalu mencari Jansi, ia sedang berkelahi dengan Tina, mulut mereka berdua berdarah-darah. Jansi memukul Tina hingga anak itu pingsan.

"Jan!" panggil Kates.

"Kenapa?" tanya Jansi.

"Sania diculik Zomen, kita harus ke hutan, Susanti sama Kates lagi di ruang BK." ucap Kates.

"Ayo!"

Mereka berempat langsung pergi ke hutan mengendarai mobil Susanti, mereka berharap bisa menyelamatkan sahabat mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top