Chapter 13: Serangan Dahsyat

Di sebuah tongkrongan, beberapa remaja sedang berdiskusi, Stefan, Refal, Tina, dan teman-teman mereka merencanakan sesuatu untuk Kates dan teman-temannya.

Udara pada malam itu sangat gelap, sebuah rencana dibuat, di tengah-tengah kemeriahan tahun baru, di pinggir jalan.

Kendaraan-kendaraan bermotor lewat tongkrongan itu, malam kemeriahan itu menjadi panas karena gelak tawa kegelapan di dalam jiwa.

"Pokoknya kita harus pukul mundur mereka, kita harus balas dendam karena si Susanti, Pak Alfa dipenjara," tegas Stefan. Mulutnya berbicara, ia menggenggam botol bir di tangannya lalu ia meminum bir itu.

"Gue bakal ngehajar si Jansi, tuh anak berani-beraninya mukul gue, kurang ajar banget tuh anak!" timpal Tina, sementara Refal di samping kirinya merangkul pundaknya, ia menciumi pipi Tina.

"Gue bakal ngasih pelajaran itu anak, seenaknya menjarain Pak Alfa, gue bingung juga, si Jansi mau main lagi sama anak culun kayak Sania," lanjut Tina.

"Gue ada rencana sih, kita jailin aja Sania, kita bawa kemana gitu, biar dia kapok, gak macem-macem gitu, biar nurut sama lo juga. Lo kan udah boleh ngapain-ngapain dia sama bokapnya," sahut Refal.

"Gue pikirin deh nanti, gue butuh merenung, ngomong-ngomong kalian liburan ngapain?" Stefan melanjutkan minum birnya.

"Kita mah di Jakarta aja gak ke mana-mana," jawab Tina sambil meminum bir.

"Oke deh, gue jujur capek gitu, males banget," ucap Stefan, ia melakukan gerakan karena badannya pegal.

"Lo kenapa?" tanya Refal.

"Males aja, agak bosan gitu, mungkin gue butuh jalan-jalan gitu keluar kota, tapi gue lagi gak ada duit, nanti deh gue minta bokap gue buat ngasih duit ke gue,"

"Pinjem aja di bank,"

"Lo kata gampang main pinjem-pinjem di bank, Fal."

"Itu saran gue, gue ada sih duit, tapi buat beliin pacar gue tas." Refal mengedipkan mata ke Tina yang berada di sebelahnya.

"Lo lebih sayang dia daripada gue,"

"Sensi amat lo Stef, minta aja Sania duit," goda Tina.

"Jangan sebut-sebut dia lagi, gue agak kesal sama dia, padahal gue cinta banget sama dia, dasar cewek gak tahu diuntung," ucap Stefan sambil menggeser botol.

"Sabar-sabar," Refal menenangkan.

"Gue bakal mikirin rencana supaya tuh anak kapok, jangan sembarangan sama cowok, gue sakit hati digituin," ungkap Stefan.

"Abis liburan aja kita nyusun rencana lagi," usul Refal.

"Boleh,"

***

Beberapa hari berlalu, Susanti dan Albert memutuskan untuk pergi ke penjara di mana ada Alfa yang mendekam di sana. Tadinya Susanti masih takut untuk menemuinya, tetapi ia mencoba memberanikan diri.

Dirinya dan Albert masuk ke dalam kantor polisi, ia melangkah walaupun kakinya sedikit bergetar, ia dan kekasihnya menemui Alfa yang sedang makan di penjara.

Menyadari keberadaan Susanti, pria itu langsung membanting piring yang ia pakai untuk makan lalu ia memaki-maki Susanti.

"Kamu kurang ajar ya! Berani penjarain saya! Dasar murid sialan kamu!" bentaknya keras. Rasa amarah di dadanya tak samggup ia tahan, ia melempar piring ke tembok hingga piring itu pecah. Susanti kaget.

"Kamu akan membayar perbuatan kamu Susanti! Kamu akan saya hancurkan!" teriaknya.

Susanti tidak sanggup berkata apa-apa ia hanya terdiam. Lalu ia memberanikan diri untuk bicara

"Bapak waktu itu hendak memperkosa saya, sekarang Bapak harus menanggung akibatnya, tuntutan itu tidak akan saya cabut Pak, tapi saya akan menjaga Sania dari pria bejat seperti Anda," ucap Susanti tegas.

Mata Alfa nyalang, ia marah, tetapi ia tidak berani menunjukkannya terlalu berlebihan. "Saya akan membalas perbuatan kamu kalau saya bebas!"teriaknya.

Albert yang tadi hanya melihat perdebatan mereka menuju kepadanya lalu mendekat ke jeruji besi. "Saya tadinya mau memukul Bapak, tapi saya memilih agar hukum yang menjalankannya, bila Anda macam-macam lagi sama Susanti, maka Anda yang berhadapan dengan saya," kata Albert, ia memegang leher baju Alfa. Matanya melotot kepada pria yang hampir memperkosa kekasihnya itu. Ia kemudian melepas leher baju Alfa,

Susanti meninggalkannya, ia tidak bisa berbicara dengan Alfa lagi, ia kemudian pergi bersama Albert.

"Bilang kalau ada yang macam-macam sama kamu," ucap Albert ketika mereka saat di mobil. Susanti hanya mengangguk, lalu mobil Albert jalan.

***

Zomen memperhatikan lukanya, tubuhnya masih sakit karena tusukkan keris yang diberikan oleh muridnya. Ia meraung di dalam hutan, melihat perutnya yang berdarah. Amarahnya membara hingga ke ubun-ubun. Ia berencana membalas dendam ketika saatnya sudah tiba semester baru.

Ia meraung dengan keras, wajahnya penuh dengan bulu, tiba-tiba seseorang datang, sesosok manusia yang datang ke hutan, ia adalah Fifi.

Wanita itu adalah pengikut setia Alfa, ia tidak menunjukkan identitasnya terlalu mencolok hingga peristiwa Zomen yang berubah menjadi genderuwo. Selama ini lawannya yang mengetahui identitas bahwa ia pemuja setan adalah Grasa.

"Zomen," panggilnya. Ia melihat Zomen yang terluka, darahnya sudah sedikit mengiring. Lukanya lama sembuh karena energi Zomen dan Kates setara sehingga luka yang dibuat oleh Kates cukup besar.

Zomen melihat Fifi yang mendekatinya, ia memcoba bangkit, tetapi Fifi memberi isyarat agar ia tetap istirahat. Dilihatnya wanita itu, ia melakukan pemanggilan kepada Mysterious God, agar ia datang membantu mereka berdua.

Udara di sekitar mereka sangat dingin, Fifi membaca mantra untuk memanggil Mysterious God.

Tangan Fifi bergetar ketika membaca mantra, Angin kencang menerpa mereka berdua, pohon-pohon bergerak-gerak. Ia membaca mantra, getaran-getaran terasa ketika ia membaca mantra.

Tiba-tiba terlihat sesosok Mysterious God di hadapan mereka. Ia membawa rantai besi di tangannya.

"Mysterious God, tolonglah kami, kami harus melawan Grasa dan antek-anteknya. Kami harus bagaimana?" tanya Fifi.

"Hai anak-anak iblis! Dengarlah! Kita akan hancurkan mereka, kita akan bantai mereka semua, akan ku berikan kau ilmu hitam terdahsyat!" ucap Mysterious God keras.

"Gunakan ilmu hitam yang kuberikan untuk menyerang rekan-rekan kalian yang tidak membela Alfa!" perintah Mysterious God.

Mereka berdua mengucapkan terima kasih, sebuah gumpalan energi gelap merasuk ke tubuh Fifi, ia mendapat ilmu hitam yang bisa membuatnya terbang. Ia mendapatkan pisau dan rantai besi.

"Kita akan membalas apa yang mereka perbuat kepada Alfa, saya akan mengumpulkan para murid kita yang mendukung Alfa."

Suara raungan Zomen terdengar, "kita akan balas merekaa!" ucap pria itu, mulutnya bergetar, kemarahan melesat dari mulutnya ke udara.

***

Januari 2011

Beberapa minggu setelah libur semester ganjil

Semester baru sudah mulai, di kelasnya, Sania sedang makan roti di kelasnya, tiba-tiba tangannya ditarik oleh Tina, ia merasa sakit. Tina membekap mulutnya, ia ditarik dengan cepat oleh Tina, sementara di dekat kelas sudah ada Refal yang menunggunya, ia membantu kekasihnya menarik Sania lalu membawanya ke gudang, ia didorong.

Ruangan gudang itu gelap, ia berteriak-teriak, sementara Tina mengunci gudang itu. Mereka berdua pergi meninggalkan Sania.

***

Di kelasnya, Kates tertidur karena ia mengantuk saat jam istirahat, ketika ia tertidur, ia mendapat penglihatan tentang Sania. Badan Kates berkeringat, ia tiba-tiba terbangun. Saat ia bangun ia merasa pusing di kepalanya. Kates dengan sigap berlari menuju ke gudang.

Sesampainya di gudang, Kates menggunakan energi miliknya, ia salurkan ke tangannya, lalu terdobralah pintu di depannya, terlihat wajah Sania yang ketakutan karena dikurung di gudang.

"San, ayo keluar," ucap Kates yang langsung memegang pundak Sania, ia menggandeng Sania keluar dari gudang, beberapa pasang mata melihatnya, tidak Tina dan Refal, ia terus menggandeng Sania dan membawanya ke kelas.

"Lo diapain sama mereka San?" tanya Kates khawatir.

"Gue ditarik terus didorong ke gudang," jawab Sanoa sambil menangis.

"Gue bakal hadapi dia, ini udah keterlaluan, siapa orangnya? Jawab gue."

"Tina sama Refal...."

Kates langsung berlari keluar dari kelas, ia mencari Tina dan Refal, dilihatnya kedua orang itu sedang tertawa-tawa di kantin. Ia langsung menggebrak meja di depan mereka. "Lo apain Sania?!" tanyanya sambil berteriak, seisi kantin menoleh, Jansi yang baru dari kamar mandi melihat adegan itu.

"Ada apa ini?" Jansi menghampiri mereka.

"Lo apain Sania?" tanya Kates tanpa mempedulikan Jansi yang kebingungan.

"Santai aja dong, itu hukuman buat dia.... Hahaha!" mereka tertawa.

Sebuah hantaman keras melayang dari tangan gadis bertato yang kebingungan. "Jawab pertanyaan Kates!" pukulan itu mengenai mulut Tina hingga berdarah.

"Gue aduin lo ke Bu Fifi!" Refal bangkit dari tempat duduknya.

"Lo selalu main kekerasan kadang, sekarang giliran gue." Jansi berkata dengan amarah.

"Diam malaikat bertato," tukas Refal.

Perkelahian mereka dilihat oleh Albert dan Susanti yang tidak sengaja lewat, mereka berdua dari taman setelah belajar bersama. Mereka menghampiri kedua kubu yang sedang bersitegang itu.

"Kenapa Kates?" tanya Albert.

"Dia ngurung Sania di gudang," jawab Kates.

Susanti memperhatikan mulut Tina yang ia pegang terus, mulutnya penuh dengan darah, ia berlari sambil menahan sakit.

"Lihat nanti," peringat Refal. Ia menyusul pacarnya, mereka berdua menemui Fifi di ruang guru.

"Bu.... Bu....!!!" Panggil Refal ketika mereka masuk ke ruang guru.

"Tina kenapa?" tanya Fifi yang ada di ruang guru, di sana juga ada Grasa, Martha dan Fajar. Mereka penasaran dengan apa yang terjadi.

"Tina dipukul Jansi Bu," Refal menjawab. Refal lalu melihat Tina yang langsung memeluk Fifi. "Sakit Bu," ucap Tina sambil menangis. Gadis ber-Tshirt pink itu menangis tersedu-sedu di pelukan gurunya.

"Mana itu anak? Bu Martha itu anak Anda bikin ulah!" tegur Fifi, Martha yang ditegur kaget. "Anak murid kesayangan Anda berulah!"

"Bu Fifi, biar saya panggilkan Jansi, silahkan Tina ke UKS dulu, nanti kita ketemu sama Bu Cecil di ruang BK," ucap Martha tenang.

"Tadi ada Kates juga Bu, pokoknya kubu kalian itu bikin ulah," tunjuk Refal ke muka Grasa dan Fajar yang sedang duduk sambil mengerjakan pekerjaan mereka.

"Refal!" seru Grasa.

Anak itu tidak menjawab, Grasa kesal karena anak murid di hadapannya tidak mengenal sopan santun, ia selalu membuat masalah ketika mata pelajarannnya.

"Yang sopan kalau bicara, tidak boleh menunjuk-nunjuk muka, Bu Fifi tolong ajarkan murid Anda ya," Grasa meninggalkan mereka, ia pergi mencari Jansi dan teman-temannya. Ia menemukan mereka sedang berada di kantin.

"Bu.... Maaf," ucap Jansi sambl merunduk, Grasa memeluk Jansi. "Maaf saya belum bisa mengendalikan emosi saya,"

"Iya. gak apa-apa, kamu sekarang ke ruang BK ya, ketemu Bu Cecil, nanti Tina juga ke sana, kamu ceritakan kenapa kamu memukul Tina, tetapi tolong kamu jangan ulangi lagi," pinta Grasa.

"Maaf Bu," Jansi meninggalkan kantin, Grasa melihat wajah Kates, ia mengajak Kates berbicara, "Kita duduk dulu yuk, Albert dan Susanti, kalian boleh ke kelas kalian dahulu, jam masuk sebentar lagi tiba,"

"Kates, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi?"

"Saya memiliki penglihatan di mimpi ketika tadi saya tidur, tadi kan waktu istirahat, saya ngantuk jadi tidur. Lalu, saya melihat Sania ketakutan di mimpi saya, itu yang membangunkan saya. Saya berlari menuju ke gudang, lalu membuka gudang dengan energi saya."

"Saya rasa, kita harus bertindak cepat, ini tidak bisa dibiarkan terus, sangat berbahaya bila keadaan sekolah begini terus. Kita harus melawan mereka Kat,"

"Iya Bu, tapi bagaimana caranya?"

"Begini, kalau situasi darurat kita terpaksa memukul mundur mereka, karena mereka sudah sangat berbahaya,"

"Baik Bu,"

"Kamu boleh kembali ke kelas ya, tolong bilang ke teman-temanmu untuk menjaga emosinya, jangan sampai terpancing, tunggu instruksi dari saya,"

***

Di ruang BK, perdebatan terjadi, kemarahan terdengar di mulut Fifi, ia menceramahi Jansi, sementara Cecil sedikit ingin muntah karena tidak merasa dianggap keberadaannya oleh Fifi.

"Bu Fifi, tolong biarkan saya menengahi mereka, jangan menyela dulu, Bu," pinta Cecil.

"Maaf Bu, saya tadi memukul Tina karena dia mengurung Sania di gudang," ucap Jansi.

"Itu fitnah.... Gak mungkin," tangis Tina sambil menahan tangis.

"Saya muak Bu, saya juga pernah dilempar pake telur," terus Jansi.

"Lalu?"

"Iya, saya tidak mau sahabat saya ditindas oleh Tina sama Refal Bu,"

"Bu Fifi, tolong panggilkan Refal ya,"

"Kenapa Ibu yang jadi menyuruh saya? Harusnya ini anak dihukum karena berbuat kekerasan! Itu nggak baik, dia sudah mencontohkan sesuatu yang gak baik buat yang lain," Fifi ngotot dengan argumennya.

"Kalau begitu, nanti saya akan ke kelas dan saya panggil sendiri dia." Cecil menggeleng-geleng.

"Jansi, kamu silahkan melapor kalau ada apa-apa ke saya, jangan berbuat kekerasan, itu tidak baik, tidak boleh melakukan hal itu di sekolah ini,"

"Kamu mau jadi preman ya?" tanya Fifi sinis.

"Iya Bu," Jansi menjawab pertanyaan Cecil tanpa memedulikan pertanyaan Fifi.

"Minta maaf sekarang sama Tina," perintah Cecil.

Jansi menyalami Tina.

"Kamu silahkan kembali ke kelas," ucap Cecil.

Cecil lalu menoleh kepada Fifi dan Tina, ia kemudian sedikit berkata tegas kepada mereka. "Saya tahu perilaku kalian, jangan pernah berbuat yang tidak-tidak di kampus ini, Bu Fifi, Anda tidak boleh memotong pembicaraan ketika saya sedang menginterogasi atau menanyai salah seorang siswa.

"Gak perlu ceramah,"

"Saya tidak ceramah Bu Fifi, tapi tolong hargai orang lain,"

"Sudahlah saya permisi dulu, sia-sia saya mendengar ocehan Anda,"

"Bu Fifi saya minta Anda tidak berbuat hal itu lagi, itu tidak sopan,"

"Ya udahlah, lupakan, saya mau kembali ke ruang guru,"

Fifi dan Tina meninggalkan Cecil yang menggeleng-geleng sendirian, ia tidak mengerti kenapa Fifi bisa berbuat seperti itu, ia tidak bisa menghargai orang lain yang sedang berbicara.

***

Peristiwa Jansi yang memukul Tina sampai berada di telinga Zomen, di lorong sekolah, ia berjalan, ia tidak bisa mengendalikan diri lagi, Tina adalah murid kesayangannya, ketika Jansi hendak pulangm Zomen menghampirinya.

"Kamu ngapain Tina tadi?"

"Maaf Pak, saya harus pulang, sebelumnya saya minta maaf telah memukul Tina,"

"Kamu tahu nggak?! Dia itu murid saya, kalau kamu macam-macam lagi awas."

"Ada apa ini Pak?" tiba-tiba suara seorang wanita terdengar di sekitar mereka, Grasa menghampiri mereka.

"Anak murid Ibu ini bikin masalah terus ya, pakaian kayak—"

"Kayak apa Pak? Jangan menilai orang dari penampilannya Pak," tegas Grasa.

"Oh ya, nanti saya bakal kasih nilai pelajaran olahraga kamu buruk bila kamu bertindak demikian lagi," ancam Zomen.

"Anda tidak bisa begitu Pak Zomen,"

"Bu Grasa jangan memancing saya." Mulutnya bergetar, ia pergi meninggalkan mereka berdua.

Jansi berterima kasih kepada Grasa yang membelanya, lalu ia pamit pulang.

Ketika Jansi sudah pulang, Grasa hendak kembali ke ruang guru, tetapi tiba-tiba ada serangan dahsyat yang mengenai punggungnya, Grasa berteriak keras, punggungnya sakit.

Sesosok berbulu berjalan ke arahnya, tubuhnya dipental dari jauh oleh genderuwo itu. Sang Raja Genderuwo murka dengannya, matanya merah, taringnya yang tajam jelas memanjang, hendak menerkamnya.

***

Di taman, sebuah energi dahsyat masuk ke diri Kates, tiba-tiba kepalanya menoleh, ketika ia sedang belajar di taman sekolah sendirian, ia langsung loncat dari tempat duduknya berlari ke lapangan yang luas. Ia melihat Grasa sedang didekati oleh sesosok makhluk besar, ia kemudian mengarahkan kekuatannya untuk menghalau genderuwo itu. Pantulan dari cahaya keluar dari tangannya, tubuh Zomen terjatuh.

Zomen marah besar, ia membalas serangan Kates, dibacanya mantra untuk mengeluarkan senjatanya, sebuah palu besar keluar dari tangannya, ia berlari ke arah Kates lalu mengejar gadis itu. Gadis itu terbang lalu mengeluarkan energi dari tangannya, sebuah keris gaib muncul keluar dari tangannya. Keris itu beradu dengan palu milik Zomen.

Hantaman dahsyat karena benturan energi terjadi, sebuaj kekuatan perang energi beradu, kedua makhluk yang sedang bertarung itu terpental, mereka jatuh di lapangan. Rambut Kates diterpa angin, energinya ia keluarkan, gerakan jurus untuk memagari diri ia lakukan, pertahannya sedikit goyah karena ia tidak kuat menahan palu milik lawannya. Zomen masih mencoba menyerangnya, palunya tertahan oleh energi Kates.

Muntahan darah keluar dari mulutnya, dirinya terpental lagi. Ia jatuh ke tanah, Zomen berdiri di hadapannya, tusukkan keris tiba-tiba melesat ke ujung lehernya."

"Kamu pikir gampang mengalahkan saya," ucap Zomen, ia melepas keris yang berada di lehernya. Tiba-tiba tenaga dalam Kates ia rasakan, dirinya terpental, keris kembali ke tangan miliknya, Kates dan Zomen melempar senjata masing-masing. Mereka berkelahi dengan tangan kosong.

"Kamu harus mati Kates!" teriaknya keras.

"Saya tidak akan takut dengan apapun, saya tidak akan tunduk," ucap Kates sambil menahan rasa sakit.

Grasa tiba-tiba bangkit, ia lalu loncat menendang tubuh Zomen. Wanita itu mengeluarkan ilmu bela dirinya. "Saya tidak mau mengeluarkan ilmu bela diri saya, tapi saya akan melawan kamu!" Grasa mengeluarkan jurus ilmu bela dirinya, ia loncat lalu menendang tubuh Zomen. Hantaman dari kepalannya menuju ke taring Zomen. Pria itu mulai kelelahan, ia berubah kembali menjadi manusia.

"Jangan pernah menyakiti guru saya," ucap Kates. Ia menghantam Zomen dari jarak jauh, Pria itu terjatuh.

"Ini giliran saya," Grasa berkata, kedua itu berkelahi saling memukul satu sama lain. Kates menonton mereka di pinggir lapangan. Kedua guru itu menunjukkan ilmu bela diri mereka di hadapan muridnya.

"Hai pengecut!" teriak seseorang, ia adalah Fifi, guru yang meneriaki Kates, ia mengajak Kates bertarung, posisi tangannya mengepal. Ia berlari lalu menerjang Kates, dirinya di tahan oleh pagar gaib yang dibuat oleh gadis itu, dirinya mundur.

Jangan main-main," ucap Fifi.

"Saya tidak main-main Bu,"

Rantai besi keluar dari tangan Fifi, ia mencoba mencekik Kates dengan rantai itu, tetapi ia loncat, rantainya dipegang lalu diarahkan kembali kepada Fifi. Fifi terjatuh.

"Ibunya punya ilmu hitam...." Kates berkata sambi bibirnya bergetar.

"Saya tidak peduli," tembakkan cahaya dari tangannya melesat keluar menyerang tubuh Kates. Kates terjatuh tapi ia tidak menyerah. Ia mencoba bangkit lagi, ia mencoba berdiri tegak. Energinya dan energi Fifi beradu, getaran terasa di sekitar sekolah, Grasa dan Zomen juga merasakannya.

Kekuatan Fifi agak besar, Kates mendorongnya lebih keras, membuat guru itu terjatuh. Fifi langsung kabur ke ruang guru lalu berlari dengan cepat keluar dari sekolah.. Sementara Zomen yang masih berkelahi dengan Grasa melanjutkan pertarungan, tiba-tiba perutnya dipukul dari samping oleh Grasa. Zomen menahan sakit, ia berlari lalu menghilang secara cepat.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Grasa kepada Kates.

"Saya harus pulang," Kates berkata, tiba-tiba tubuhnya hampir roboh, tetapi tubuhnya ditahan oleh Grasa.

"Kamu saya antar pulang ya,"

"Tidak perlu Bu,"

"Kalau begitu kamu istirahat dulu, saya telepon Susanti untuk menjemput kamu di sini,"

"Iya Bu, terima kasih," ucapnya Kates. Dirinya dituntun oleh Grasa ke ruang guru, sementara itu di ruang guru tidak ada siapa-siapa, Kates ia berbaring di sebuah yang ada di ruang guru. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top