BAB 6


BAB 6

***

"Lo marah sama gue ?" tanya Wisnu pada Tria. Tangannya bergerak menggenggam tangan Tria. Namun, Tria sama sekali tidak meresponnya dan malah melepaskan genggaman tangan Wisnu secara kasar. Sama seperti sebelumnya saat ia mengajak Tria berbicara dengannya dan Tria mengabaikannya. Ia tahu Tria pasti marah karena kemarin ia membatalkan rencana ke toko buku bersama.

"Kemarin tuh gue gak bisa banget. Kemaren tuh penting banget." Wisnu mencoba untuk menjelaskan. Akan tetapi, Tria masih bersikap acuh tak acuh. Ia malah menjejalkan headset pada telinganya tidak mau mendengar suara Wisnu lebih lama lagi.

Wisnu berdecak lidah. Melepaskan headset itu dari telinga Tria. Membuat Tria langsung menatapnya dengan tatapan tajam.

"Maaf." ucap Wisnu sedikit takut melihat tatapan Tria. "Bukan maksud gue ganggu lo atau buat mood lo hari ini buruk. Tapi, gue cuma lagi jelasin soal kemaren sama lo tapi lo gak dengerin gue."

"Gak perlu. Lo gak perlu jelasin apa-apa sama gue." tegas Tria setelah itu ia pergi meninggalkan Wisnu di bangkunya.

***

Leon terbangun begitu saja saat ia mendengar suara yang mengusik pendengarannya. Dengan posisinnya yang masih sama—menyimpan kepalanya pada lipatan tangannya—ia bisa melihat Wisnu sedang memohon-mohon pada Tria supaya Tria memaafkannya. Leon juga melihat Wisnu yang menggenggam tangan Tria berkali-kali walaupun Tria berkali-kali juga menghempaskan tangan pria itu keras-keras. Ia juga melihat bagaiman Wisnu mencoba untuk supaya Tria mendengarkannya walaupun Tria tidak mau mendengarkannya.

Entah kenapa, melihat hal itu di depan matanya sendiri membuatnya merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah rasa yang terbersit begitu saja seperti tertiup angin yang memaksa Leon untuk memikirkan rasa apa itu. Sebuah rasa yang sejak lama membuatnya ragu dan bingung sendiri untuk mengartikannya. Sebuah rasa aneh yang membuatnya tidak bisa tidur untuk beberapa malam. Sebuah rasa yang muncul saat ia melihat senyum di wajah gadis itu. Rasa yang berdesir hangat ke seluruh tubuhnya saat ia menggenggam tangan gadis itu. Rasa yang kadang-kadang terasa menyenangkan. Dan tidak bisa di pungkiri rasa ini juga yang membuatnya ketakutan setengah mati setiap saatnya.

Sebuah perasaan tidak suka, tidak terima, ingin menjauhkan. Cemburu kah ? cemburu kah ia melihat Wisnu memperlakukan Tria seperti itu ? tidak, cemburu kah ia dengan hubungan Tria dan Wisnu yang terlihat lebih dekat. Tidak bukan itu. Cemburukah ia dengan status Wisnu sekarang yang menjadi teman gadis itu ? atau cemburu karena hal lain ?

Tunggu, cemburu ? kenapa ia bisa langsung menyimpulkan bahwa perasaan tidak suka ini adalah rasa cemburu. Tapi cemburu karena apa ? karena Wisnu sudah menjadi temannya Tria dan Leon takut Wisnu menggantikan posisinya atau cemburu karena hal lain yang ia sendiri belum yakini sampai saat ini. Tapi, jika benar karena hal itu, apa yang harus ia lakukan ?

Kemudian Leon melihat Tria berjalan melewatinya keluar dari kelas. Saat itu ia langsung berdiri dan mengejar Tria tanpa memperdulikan apapun. Di depan pintu kelas ia bertemu dengan Aneu—sekarang kekasihnya.

"Kamu mau kemana ? buru-buru banget." Kening Aneu berkerut heran kenapa pacarnya terlihat tergesa-gesa seperti ini.

Leon belum menjawab. Matanya terarah pada Tria yang berjalan lumayan jauh dari tempatnya sekarang.

"Kamu mau ngapain ?" tanya Leon masih tergesa-gesa. Matanya juga terus melihat Tria. Supaya ia tidak kehilangan jejak Tria.

Kening Aneu berkerut semakin dalam, "Kamu ini kenapa sih ? bukannya setiap jam istirahat aku selalu kekelas kamu yah ?"

Leon menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal. "Maaf yah tapi aku harus pergi." Tanpa mengucapkan apapun lagi Leon berlari mengejar Tria dan tanpa memperdulikan Aneu di belakangnya yang memanggil-manggilnya.

Tak butuh waktu lama Leon untuk mencari keberadaan Tria. Ia melihat Tria duduk sendirian deret bangku penonton tempat futsal ini. Dari kejauhan ia masih bisa melihat wajah kesal Tria. Sudut bibirnya tertarik membuahkan senyuman tipis sebelum ia melangkahkan kakinya untuk menghampiri Tria.

Leon menggeleng-gelengkan kepalanya melihat headset yang berjejal di kedua telinga Tria. Dengan gerakan perlahan Leon pun melepaskan headset itu membuat Tria menoleh padanya seketika. Merasa terganggu.

"Ngapain lo disini ?" itu pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Tria saat melihat Leon berada di sampingnya. Orang yang baru saja melepaskan headset di telinganya.

Leon tersenyum lebar. "Emang gue harus punya alasan yah buat nyamperin lo kayak gini ?"

Detik berikutnya Tria pun menggelengkan kepalanya.

"Gue gak suka lo deket-deket sama Wisnu." Ujar Leon begitu saja. Pandangannya lurus kedepan. Mengucapkannya seolah-olah ia tidak mempunyai beban sedikitpun. Lebih dari itu, dadanya sekarang berdebar kencang merasa menyesal atas apa yang baru saja ia katakana.

"Maksud lo apaan sih ?" Tria benar-benar kebingungan. Tidak tahu kenapa Leon bisa mengatakan hal itu.

"Gue cuma gak mau lo nantinya lebih kecewa karena dia." lanjut Leon. Pandangannya masih lurus kedepan.

Tria masih belum pelepaskan pandangannya dari Leon. Menatap wajah pria itu dari samping.

Leon tahu, saat ini Tria sedang menatap wajahnya dari samping seperti sedang mencari-cari jawaban dari wajahnya. Namun sebisa mungkin ia bersikap biasa saja. Tidak ingin Tria merasa curiga padanya. Tidak ingin Tria tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya. Tentang perasaannya.

"Kenapa tiba-tiba lo bersikap seperti super hero yang lagi ingin melindungi gue ?"

Leon balas menatap Tria lalu tertawa keras, "Gue bercanda kali."

Hal itu langsung di hadiahi tinjuan dari Tria pada pangkal lengannya. "Gak lucu kali."

"Iya iya maaf."

"Gak ke kantin bareng Aneu ?" tanya Tria.

"Emang kenapa ?"

"Gak cuma aneh aja. Kan akhir-akhir ini lo sering mengabaikan gue dan lebih asyik sama pacar lo itu." Ujar Tria lebih terdengar seperti sebuah sindiran.

"Jangan gitu dong ngomongnya. Jangan buat gue ngerasa udah jadi temen yang suka ninggalin temennya kayak gini dong."

"Emang iya kan akhir-akhir ini lo sering ninggalin gue dan asyik sama Aneu."

"Tapi, kan sekarang gue disini sama lo."

"Iya iya." Tria tertawa kecil. Senang rasanya bersama sahabatnya. Senang rasanya bercanda bersama Leon seperti ini. "Tapi, Aneu gak bakalan marah kan sama gue ?" tanya Tria.

"Marah ? kenapa harus marah kan dia juga tahu lo sahabat gue." Leon.

"Iya emang sih dia tahu kita sahabatan. Tapi, cinta kan buta gak tahu sahabat atau siapa. Kalau cemburu tetep aja cemburu."

"Omongan lo itu kayak yang udah berpengalaman banget." Ledek Leon. Tria sahabatnya ini walaupun cantik tapi tidak pernah sekalipun mencoba untuk menjalin hubungan dengan pria manapun.

***


~Next To BAB 7~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: