BAB 4
BAB 4
***
Sebuah kertas pendaftaran sekarang tergeletak di depan matanya. Wisnu tidak ingin melihatnya, tidak ingin menyentuhnya, tidak ingin membacanya sama sekali. Kertas pendaftaran perlombaan piano SMA se-Jakarta. Kertas ini masih kosong, hanya tulisan-tulisan computer yang tercetak disana. Ia sama sekali belum menyentuhkan pensilnya kesana.
Wisnu tahu seharusnya saat diruangan Pak Dedy tadi ia langsung menolak saja hal ini. Ia menghela nafasnya dalam-dalam, memejamkan matanya untuk waktu yang lumayan lama. Memikirkan apakah ia harus mengisi formulir ini atau mengembalikannya saja pada Pak Dedy. Dan mengatakan padanya bahwa ia tidak bisa mengikuti kompetisi ini.
Tapi, guru laki-laki itu dan semua orang sudah mempercayainya. Dan kalaupun ia mengatakan alasan kenapa ia menolak perlombaan ini karena ia ingin beristirahat, laki-laki itu mungkin akan menangis sambil memohon-mohon padanya seperti anjing yang meminta makanan. Huh, ia mambenci membayangkan hal itu.
Wisnu menggigit bibir bawahnya keras-keras. Merasakan kesedihan dan rasa sakit yang amat sangat di dalam hatinya saat ini. Di bawah meja tangan kirinya menggenggam erat tangan kanannya.
Sampai tanpa disangka-sangka saat ia membuka matanya ia sudah melihat Tria duduk disampingnya sambil mengamati formulir itu.
"Lo kapan duduk disana ?" tanya Wisnu. Nada suaranya biasa-biasa saja. Seolah-olah tidak terbebani oleh apapun. Seolah-olah ia adalah Wisnu yang biasanya. Namun, kali ini senyumnya tidak terlihat sama sekali.
Tidak menjawab pertanyaan darinya. Tria malah mengambil kertas itu dan tersenyum senang melihatnya. "Lo mau ikutan lomba ini ?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas itu.
Wisnu berdecak lidah. Merampas kertas itu dari tangan Tria. "Emangnya seberapa istimewanya kertas ini sih sampai-sampai lo lihatinnya kayak gitu banget."
"Lo harus tahu, gue sebenernya suka banget musik cuma gue gak pernah diizinin orangtua gue buat belajar musik. Mereka lebih suka gue menekuni hukum dan belajar jadi jaksa." Tria mengerucutkan bibirnya.
Tria mengambil kembali formulir perndaftaran itu dari tangan Wisnu. Menatap kertas itu yang masih kosong—Wisnu sama sekali belum menuliskan apapun disana. Tria menoleh dan bertanya, "Kenapa lo belum isi ?"
"Masih mau gue fikir-fikir lagi." jawab Wisnu dengan entengnya.
Saat ia hendak mengambil kertas itu dari Tria, gadis itu lebih cepat menghindarkannya dari jangkauannya.
"Lo kan udah sering ikutan lomba kayak ginian, jadi ngapain lagi lo fikir-fikir." Tria menengadahkan telapak tangannya meminta Wisnu memberikannya sesuatu.
Wisnu tidak tahu apa yang harus ia berikan pada Tria. Ia hanya melihat tangan itu tanpa ekspresi sama sekali. Ia merasa seperti ia akan mengalami hal yang buruk saat ia memutuskan untuk mengikuti lomba ini. Firasatnya jarang sekali salah. Dan ia tidak mau mengecewakan semua orang yang sudah mempercayainya.
"Lo gak ngerti yah ?" Kata Tria menampakan rasa sebalnya. Wisnu masih tidak bereaksi. "Gue minta pulpen." Lanjut Tria dengan nada memaksa.
"Hah, buat apa." baru ia bereaksi setelah mendengarnya. Tidak, jangan dulu. Jangan dulu dia isi.
Belum sempat Wisnu mencegah Tria untuk tidak mengisi formulir itu gadis itu sudah lebih dulu mengisinya. Dan bodohnya ia malah memberikan semua yang dibutuhkan Tria untuk melengkapi data di formulir itu. Mulai dari pulpen, kartu pelajarnya, sampai KTPnya.
"Selesai ! nanti biar gue yang kasihin ini sama Pak Dedy kalau lo males ngasihnya. Emang sih mukanya ngebosenin." Ucap Tria sambil tersenyum memandangi kertas yang sudah rampung ia isi dengan mata berkilat senang.
Yah, setelah melihat Tria berlari keluar dari kelas, Wisnu benar-benar merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi nanti. Sesuatu yang tidak ingin ia lakukan sekalipun dalam hidupnya. Mengecewakan orang yang sudah mempercayainya. Tidak. Ia tidak pernah ingin mengecewakan orang lain.
***
~Next To BAB 5~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top