BAB 3
BAB 3
***
Hari ini Leon harus berlatih lagi. Tidak seperti sebelumnya sekarang hubungan antara Tria dan Wisnu menjadi lebih baik. Tadi saat melihat Tria berjalan masuk sendirian ke ruang putsal dari belakang Wisnu segera mengejarnya.
"Lo suka futsal ?" tanya Wisnu sambil menjatuhkan tubuhnya disamping Tria yang sedang fokus menatap beberapa pria yang sedang bermain di lapangan itu.
Tria menoleh padanya sekejap sebelum kembali memokuskan pandangannya pada permainan.
Tria mengangguk kemudian menjawab, "Iya. Kalau gue cowok, gue pengen banget jadi atlit futsal."
Wisnu yang melihatnya dari samping tersenyum, "Lo emang beda yah. Bikin gue makin suka sama lo." Ucapnya.
Tria menoleh seketika. Menghembuskan nafasnya keras-keras seperti sudah mengerti sikapnya yang selalu bercanda di setiap keadaan.
"Oke, gue gak bakalan GR Cuma karean lo bilang suka. Lo ngerti ?"
Wisnu tertawa kecil mendengarnya. Kali ini ia tidak membuka mulutnya lagi. Saat ia mengatakan bahwa ia menyukai Tria itu memang kebenarannya. Dan kalaupun gadis ini tidak mempercayai ucapannya itu terserah padanya. Baginya itu bukan masalah besar.
"Lo kenapa main piano padahal lo pengen jadi dokter ?" tanya Tria.
"Gue fikir saat gue bilang kayak gitu sama lo waktu itu lo gak percaya." Ucapnya sambil tertawa. Padahal waktu itu ia hanya bergurau saja saat ia mengatakan ingin menjadi dokter saat di perpustakaan.
"Maksud lo ?" sepertinya Tria tidak mengerti dengan apa yang ia katakan. Oke, kalau memang begitu ia akan menjelaskannya.
"Gini yah... bukan karena waktu itu gue lagi baca buku tentang pengobatan terus lo langsung percaya gitu aja sama yang gue bilang sama lo. Lo gampang percayaan banget sih, gimana kalau nanti ada seseorang yang mau nyulik lo dan dia bodohin lo dulu dan lo percaya sama dia." papar Wisnu panjang lebar berharap Tria mengerti apa yang ia ucapkan.
Berharap bahwa Tria akan mengerti bahwa yang sedang dimaksudnya sekarang adalah Tria sendiri yang terlalu gampang percaya pada apa yang orang lain katakan.
"Piano segalanya bagi gue. Sejak gue kecil, sejak gue masih dip anti asuhan gue udah jatuh cinta sama piano dan rasanya gak mudah buat gue ngelepasin piano gue setelah sekian lama. Kenapa ? karena sesuatu yang sudah melekat sangat kuat didalam hati kita sejak lama gak akan mudah tergantikan apapun lagi." ucap Wisnu panjagn lebar. Mengatakan semua perasaannya.
Tria tiba-tiba bertepuk tangan setelah beberapa detik terdiam, "Wah... lo bisa bijak juga yah." Puji Tria sambil tertawa.
"Iyalah, lo fikir yang gue bisa cuma gak serius aja." Ketus Wisnu tidka suka dengan pujian yang Tria berikan padanya.
"Wisnu." Panggil seorang pria bernama Anggi yang diketahui adalah si ketua osis yang sok keren itu.
Wisnu dan Tria meliaht Anggi sedang berjalan menuju kearah mereka. Keduanya sama-sama bertanya-tanya kenapa Anggi menemui Wisnu sekarang ini.
"Pak Dedy manggil lo keruangannya." Ucap Anggi memeberitahu.
Pak dedy, guru seni yang terkenal keras pada semua muridnya. Bukan hanya itu dia juga terkenal dengan kepelitannya saat menilai muridnya. Dan untung saja ia tidak di gurui oleh guru semacam itu. Tapi, sekarang kenapa guru itu memanggilnya ? bukankah ini mengejutkan ?
"Emang ada apa ?" tanya Wisnu.
Anggi mengangkat kedua bahunya pertanda tidak tahu. "Mungkin lo bisa menghadap dan tanya langsung sama dia." setelah mengatakan itu Anggi si ketua osis itu pun menghilang dari pandangan.
Wisnu menatap Tria menyesal, "Maaf karena gue harus ninggalin lo sendiri sama kayak Leon." Ia benar-benar tidak enak kalau harus membuat Tria sendirian.
"Gak apa-apa." kata Tria sambil tersenyum.
Tapi, setelah melihat senyuman itu, Wisnu sedikit merasa lega. Dan akhirnya ia pun melangkahkan kakinya menuju ruangannya Pak Dedy itu. Tidak tahu kenapa tangannya merasa dingin seketika, langkah kakinya terasa berat seketika, seperti ia akan mendapatkan sesuatu yang buruk, atau mendapatkan sesuatu yang selama beberapa bulan ini ia hindari.
Setelah mengetuk pintu ruangan Pak Dedy itu seorang pria dari arah dalam menyahut dan menyuruh Wisnu untuk masuk kedalam. Sempat terdiam persekitan detik disana sebelum ia memutuskan untuk masuk saja.
"Wisnu Hadi Nugraha ?" ujar Dedy terdengar seperti sebuah pertanyaan.
"Iya."
Pria tua itu tersenyum padanya. Senyum yang seolah menjadi penjawab dari apa yang ia khawatirkan sebelumnya.
***
!wbߑ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top