BAB 10
BAB 10
***
Tria merapatkan kedua ujung jaketnya saat angin malam berhembus membuat tubuhnya yang telanjang kedinginan terkena tiupannya. Tria mengambil ponselnya dari saku jaketnya. Sudah pukul delapan dan Wisnu masih belum kelihatan batang hidungnya. Ah, kemana pria itu ? padahal dia paling tidak suka dengan yang namanya terlambat.
"Apa gue telpon aja." Gumamnya pelan. Namun, buru-buru ia menggelengkan kepalanya. Tidak, yang harus ia lakukan hanya menunggunya disini dan seperti ini.
Tunggu ! berdua ? apa ini yang namanya kencan ? ah, kenapa fikirannya tiba-tiba diselimuti hal-hal yang manis-manis dan menyenangkan. Dan tanpa sadar kakinya mengehentak-hentak di atas pemukaan tanah seperti orang tidak waras.
"Lo mau kemana ?" Meisya muncul entah darimana dan menanyainya.
"Lo sendiri dari mana ? jam segini baru pulang."
Meisya menjilat ice cream di tangannya. "Orang tiap hari sabtu gue les 'kan ?"
Tria tesenyum kaku, ia lupa akan hal itu. "Udah sekarang lo masuk sana. Mama sama papa nunggu lo makan malam."
"Terus lo, lo mau kemana ? kenapa gak makan malam di rumah ?" seperti biasa rasa ingin tahunya Meisya muncul.
"Gue... gue... ada janji sama temen." Jawab Tria. "Udah sana lo masuk. Kasian mama sama papa udah kelaperan."
"Janji sama temen ?"
Tria mengangguk.
"Aneh kenapa lo wangi banget." Kata Meisya sambil mengendus kakaknya. "Dan... pake lipstick juga."
"Apaan sih. Enggak !" Tria menggerakkan tangannya untuk menghapus lipstick di bibirnya. Ah, bisa gila ia kalau harus seperti ini.
Mata Meisya memicing. Sepertinya dia menangkap gelagat yang aneh dari kakaknya ini. Detik berikutnya ia pun menatap Tria dengan tatapan yang lebih menyebalkan dari sebelumnya. Membuat Tria yang melihatnya kebingungan harus mengatakan apa pada adiknya ini.
"Ke..kenapa ?"
"Lo mau kencan yah ?" tanya Meisya sambil menunjuk-nunjuk wajah Tria.
"Apaan sih ! kencan apaan ?" sebisa mungkin Tria menyangkal apa yang Meisya katakan. Ini bukan kencan. Sekali lagi ia mengatakan dan meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa ini bukan kencan melainkan sebuah perayaan kecil yang ingin Wisnu lakukan bersamanya. Bukan kencan. Ya. Bukan kencan.
"Tapi lo mau pergi sama Kak Wisnu 'kan ?"
"Iya emang gue pergi sama Wisnu tapi kita cuma mau ngerayain keberhasilan dia hari ini."
"Tapi berdua 'kan ? gak sama yang lain ?"
"Iya, emang cuma berdua. Emang apa salahnya kalau cuma berdua ?" Tria masih belum menyerah untuk menyangkalnya.
"Cie... yang mau kencan." Goda Meisya. Sesekali dia mencolek dagu Tria membuat Tria sebal.
"Bukan kencan, oke !" Kata Tria dengan intonasi suara yang lebih keras dari sebelumnya.
"Itu siapa ?" tanya Meisya sambil menunjuk sebuah motor yang sedang melaju menuju kearah mereka berdua. Beberapa detik kemudian motor itu berhenti tepat di hadapan mereka berdua.
Tria menggigit bibir bawahnya. Ini Wisnu, jelas ia sangat mengenali pria ini.
Wisnu membuka helmnya dan meletakkannya di depan tubuhnya. "Maaf lama, tadi gue di suruh mama dulu." Ucap Wisnu.
"Iya gak apa-apa." Kata Tria. Lalu mendorong tubuh Meisya supaya segera masuk ke dalam rumah.
"Ih apaan sih !" protes Meisya tidak suka di dorong-dorong seperti itu oleh kakaknya.
"Ini siapa ? adik lo ?" tanya Wisnu pandangannya terarah pada Meisya.
Tria menggaruk tengkuknya. "Iya ini adik gue Meisya."
Meisya mengulurkan tangannya pada Wisnu. "Aku Meisya kak. Kakak pasti Kak Wisnu 'kan ?" ujar Meisya memperkenalkan dirinya diakhiri dengan pertanyaannya.
"Iya. Dari mana kamu tahu ?" tanya Wisnu dengan kening berkerut.
"Kakak sering cerita tentang kakak makanya aku tahu." Ucap Meisya membuat Tria kesal. Segera saja ia mendorong adiknya itu masuk ke dalam rumah. Tidak memperdulikan teriakan tidak terima Meisya dan makian-makiannya.
Tria tersenyum malu pada Wisnu. Malu karena Wisnu harus melihat pertengkaran kecilnya dengan adiknya.
"Gak apa-apa kok. Kakak beradik emang kayak gitu. Gue maklumin kok." Kata Wisnu seolah mengetahui apa yang ada di dalam kepala Tria saat ini. "Udah ayo nanti telat."
"I..iya." Tria pun menaiki motor Wisnu. Dengan sekejap Wisu menarik gas membuat Tria lagi-lagi hampir terjengkang.
***
"Kita gak telat kan ?" tanya Tria sambil memperhatikan sekeliling.
"Enggak. Filmnya mungkin baru mulai." Jawab Wisnu sambil menyunggingkan sebuah senyuman pada Tria. "Ayo !" Wisnu menjejalkan jari-jari tangannya pada jari-jari tangan Tria. Menarik gadis itu memasuki bioskop.
Tria melirik tangannya dan tangan Wisnu yang saling bertautan. Perasaan aneh itu muncul lagi. Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan sekarang sementara deberan jantungnya semakin lama semakin cepat saja dan tidak bisa ia kontrol sama sekali.
Dan entah sejak kapan Tria dan Wisnu sudah duduk pada deret bangku di bagian tengah. Duduk berdampingan dengan perasaan yang masih sama. Bercampur aduk tidak karuan.
Tria masih merasakan perasaan itu walaupun kejadian saat Wisnu menggenggam tangannya sudah berakhir beberapa waktu yang lalu. Namun, sisa-sisa kegugupan itu masih Tria rasakan sampai saat ini.
"Filmnya seru." Komentar Wisnu terhadap film action yang sedang mereka tonton. Saat ini adegan yang sedang berlangsung di layar besar itu adalah si tokoh utama yang sedang bergelantungan pada seutas tali yang membentang dari gedung yang satu ke gedung yang lainnya.
"Mmm... ya." Balas Tria.
Entahlah sejak tadi Tria sama sekali tidak tertarik dengan film yang sedang mereka tonton itu. Ia lebih tertarik dengan perasaannya. Lebih tertarik untuk menstabilkan debaran jantungnya.
Tak lama film yang mereka tonton pun selesai. Perlahan tapi pasti lampu ruangan besar ini mulai menyala. Tria dan Wisnu pun beranjak dari tempat duduk mereka dan berjalan menuju pintu keluar.
"Wisnu." Seseorang entah siapa memanggil Wisnu dari belakang. Membuat Wisnu dan Tria yang mendengarnya menoleh secara bersamaan.
Dilihatnya Amanda sedang tersenyum pada mereka berdua. Gadis itu lalu berjalan menghampiri Tria dan Wisnu.
"Gak nyangka yah kita bisa ketemu disini." Ujar Amanda senang.
"Ya." Jawab Tria terdengar jutek. Kentara bahwa ia tidak suka melihat Amanda saat ini.
"Lo kesini sama siapa ?" tanya Wisnu sambil celingak-celinguk mencari seseorang yang mungkin datang kesini bersama dengan Amanda.
"Oh, gue dateng sama sepupu gue. Sekarang dia lagi ke toilet makanya gue sendiri." Jelas Amanda tanpa diminta.
"Oh." Singkat Tria.
"Kalian dateng berdua ?" tanya Amanda terlihat sedikit kaget. Atau pura-pura kaget.
"Mmm... ya." Kata Wisnu sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kita cuma berdua."
"Kalian pacaran ?" tanya Amanda lagi. Kali ini nada suaranya tidak memungkinkan.
Mata Tria membulat seketika. Tangannya dengan cepat bergerak-gerak di depan wajahnya menukas apa yang ada di pikiran Amanda saat ini. "Enggak kok, kita gak pacaran. Kita cuma temenan aja, gak lebih. Iya gak lebih dari temenan. Lagian mana mungkin kita pacaran." Tukas Tria mati-matian. Ia tidak mau membuat orang salah faham melihatnya.
Amanda tersenyum lega. "Ya ampun santai aja kali." Katanya sambil tersenyum manis. "Syukur deh kalau kalian gak pacaran. Oh ya, kalian udah mau pulang yah ?"
"Iya." Jawab Tria cepat tanpa jeda sama sekali.
"Yah, sayang kalau habis nonton langsung pulang." Keluh Amanda. "Gue tahu tempat makan enak di sekitar sini. Gimana kalau kita makan dulu ?" tanya Amanda. Pandangan gadis itu terlihat jelas sekali hanya terarah pada Wisnu, pertanyaan itu hanya tertuju pada Wisnu saja.
Wisnu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Tapi ini udah agak malem, gue harus anter Tria pulang."
"Yah... sayang padahal disana sate sapinya terkenal enak banget." Kata Amanda.
"Hah, sate sapi ?" tanya Wisnu tak percaya.
"Iya sate sapi. Lo yakin mau langsung pulang ?" kali ini tatapan Amanda tertuju pada Tria. "Lo gak keberatan kan kalau lo pulang naik taxi. Lo harus tahu Wisnu itu pecinta sate sapi. Bakalan sayang banget kalau malem ini dia gak ikut gue makan dulu."
"Tapi...." Wisnu baru saja akan menolak saat tiba-tiba saja Tria memotong apa yang akan ia katakan.
"Yaudah ayo." Potong Tria nyaris berteriak. Sadar nada suaranya berlebihan ia pun berdeham dan melanjutkan kalimatnya dengan intonasi yang lebih pelan dari sebelumnya. "Lagian tiba-tiba gue ngerasa laper banget. Mungkin gue bisa ikut kalian makan dulu baru pulang."
"Ini udah malem. Mama sama papa lo..."
"Gak apa-apa. Mereka juga gak bakal biarin gue mati kelaperan." Potong Tria. Matanya menatapa tajam pada Amanda yang berada di hadapannya.
Dalam hari Tria mengutuk gadis yang berada di hadapannya ini. Gadis yang baru saja ia tahu berhati licik. Oke, rupanya gadis ini baru saja mengibarkan bendera peperangan padanya. Kalau begitu dengan senang hati. Dengan senang hati Tria akan meladeni Amanda di medan pertempuran dan akan ia menangkan pertempuran itu.
***
Tria baru saja pulang dengan wajah kusut hal itu membuat mama, papa, dan adiknya Meisya bertanya-tanya tentang kenapa Tria yang berwajah seperti itu. Padahal sebelum berangkat untuk main bersama temannya Tria masih terlihat baik-baik saja bahkan terlihat sangat senang. Tapi sekarang...
Ah, entahlah. Tria sama sekali tidak memiliki minat untuk tersenyum sama sekali untuk saat ini. Tria mendorong pintu kamarnya dengan gerakan tidak santai tak lupa juga ia membanting pintu kamarnya itu sehingga menimbulkan suara yang nyaring.
"Tria kenapa ?!" teriak mamanya yang sedang menonton televisi bersama papa dan adiknya di lantai bawah.
Tria tidak menjawabnya ia malah mambanting tas selempangnya di susul dengan membanting tubuhnya pada ranjangnya. Rasanya marah sekali dirinya saat ini. Kenapa harus ada gadis itu ? kenapa gadis itu harus ada tadi ? padahal ia tadi sudah membayangkan akan bersenang-senang bersama Wisnu.
Dan secara sadar Tria mengehentak-hentakkan kakinya pada ranjangnya seperti orang kesetenan. Membuat ranjangnya yang sebelumnya rapi berubah menjadi sangat berantakan dalam sekejap saja.
Marah, benci, kesal, sebal, dan juga sedih kini merayapi perasaannya. Membuatnya tidak bisa mengontrol emosinya sendiri. Ini sungguh-sungguh membuatnya tidak nyaman sehingga ia hanya bisa melampiaskan emosinya dengan cara seperti ini.
"Lo kenapa sih ?" tanya Meisya keheranan sambil menutup pintu kamar kakaknya itu.
"Gak tahu !" jawab Tria dengan nada yang tidak bersahabat.
"Lo kenapa sih jadi marah-marahnya sama gue ?"
"Gue gak marah sama lo." Bantah Tria namun nada suaranya masih saja sama. Terdengar marah.
"Ya terus kenapa lo bentak-bentak gue kayak gini ?" Meisya menatap sebal kakaknya yang berada di atas ranjang yang terlihat seperti orang kerasukan.
"Gue gak marah sama lo." Lagi-lagi Tria membantah anggapan adiknya bahwa ia tidak marah padanya. Karena memang benar, emosinya saat ini bukan karena Meisya dan tidak ada hubungannya dengan Meisya sama sekali.
"Yaterus kenapa. Seenggaknya bilang satu kalimat aja yang bisa buat gue gak nganggap lo marah sama gue."
Keras kepala, dengus Tria dalam hati. Ia tidak mau menjawabnya lagi. Tidak ingin. Dan sangat enggan. Dan entah sejak kapan air matanya sudah membasahi sebagian wajahnya. Tria emosi dan penuh kemarahan namun ia sama sekali tidak tahu bagaimana ia harus melampiaskan kemarahannya itu.
Kening Meisya berkerut dalam melihat kakaknya yang tiba-tiba saja menangis diatas ranjangnya itu. Secara perlahan ia pun mendekati kakaknya dan duduk di tepian ranjang.
"Lo....lo gak apa-apa kan ?" tanya Meisya sambil mengusap puncak kepala Tria dengan lembut.
Hal yang tidak pernah Meisya lakukan pada Tria dan yang paling mustahil Meisya lakukan padanya. Akan tetapi merasakan usapan-usapan lembut dari adiknya ini membuat perasaannya sedikit tenang.
"Lo bisa cerita sama gue." Ucap Meisya kali ini terdengar sangat lembut. "Jangan balik badan lo gue malu." Ucap Meisya karena sebelumnya ia tidak pernah seperti ini terhadap kakaknya.
Mendengar perkataan itu Tria pun hendak membalikan badannya menghadap Meisya akan tetapi Meisya menahannya.
"Jangan balik badan."
"Sebenernya ini bukan masalah besar seperti yang lo fikir."
"Besar atau enggaknya yang penting sekarang lo cerita sama gue." Tegas Meisya.
Setelah itu Tria pun menceritakan apa yang terjadi padanya.
FLASHBACK ON
Wisnu melirik Tria yang duduk dibelakangnya. Menghela nafas lalu menghembuskannya secara kasar. "Lo gak mau turun, ha ?"
Tria mengerjap beberapa kali mendengar apa yang baru saja Wisnu katakan.
"Lo gak mau turun ? kita udah nyampe dari tadi." Ulang Wisnu kali ini suaranya terdengar lebih tegas dari sebelumnya.
"I..iya." jawab Tria sambil menuruni motor Wisnu secepat yang dia bisa.
Tria tidak bisa melepaskan pandangannya dari sebuah bangunan yang lumayan besar di hadapannya. Sebuah gedung yang rupanya lumayan ramai pada hari ini. Terbukti dengan banyaknya kendaraan yang berjejer di halaman depan gedung ini. Seperti ada sebuah acara sakral yang sedang terjadi di dalam sana. Kening Tria berkerut samar bertanya-tanya sendiri kenapa Wisnu membawanya ketempat seperti ini.
"Mau ngapain kia kesini ? bukannya tadi lo bilang sama gue buat temenin lo latihan yah ?" tanya Tria mengutarakan apa yang menjadi keheranannya sejak tadi. Sejak Wisnu membelokkan motornya ketempat ini.
Bukannya menjawab, Tria malah melihat Wisnu yang malah tersenyum tidak jelas seperti itu. Membuat Tria semakin heran kenapa Wisnu membawanya ketempat ini. Tidak menjawab, pria itu malah menariknya masuk kedalam.
Dan saat mereka berdua masuk kedalam gedung ini. Yang pertama kali Tria lihat adalah sebuah pelaminan berwarna merah yang terletak di bagian tengah panggung kecil yang biasa digunakan untuk menyalami tamu undangan di acara pernikahan. Dan yang lain yang ia lihat adalah beberapa orang yang lalu lalang di hadapannya dan beberapa lagi tampak sedang duduk menikmati hidangan yang disediakan. Siapa yang menikah ? Tria melirik Wisnu yang berjalan dengan santai disampingnya.
Tiba-tiba saja Wisnu menghentikan langkahnya dan menatap Tria masih dengan senyumnya yang tadi. "Ini acara pernikahan sepupu gue." Ujar Wisnu seolah tahu apa yang berkelebat di dalam benak Tria sejak tadi.
Tria meng'oh'kan apa yang baru saja Wisnu katakan padanya.
"Lo pasti kesel karena gue gak bilang dulu sama lo mau kesini."
Tria tersenyum tipis. "Enggak kok. Cuma... sempet kaget waktu lo berhentiin motor lo disini." Kata Tria jujur.
Tria melihat sepasang pengantin yang sedang berjalan menuju panggung kecil itu. Keduanya mengenakan baju adat Jawa Tengah lengkap dengan pernak perniknya. Tria kemudian menoleh kesekeliling. Ia baru saja menyadari bahwa pernikahan ini bernuansa Jawa.
"Itu Samuel sepupu gue." Ucap Wisnu sambil menunjuk pengantin pria yang saat ini sudah berdiri di atas panggung kecil itu.
"Istrinya asli Jawa ?" tanya Tria.
"Yap !" Wisnu mengangguk. "Ayo." Kata Wisnu sambil menyelipkan jari-jarinya diantara jari tangan Tria dan menggenggamnya sangat erat seolah tidak ingin kehilangan.
Menyadari genggaman tangan Wisnu padanya, Tria lagi-lagi menolehkan pendangannya pada Wisnu. Namun rupanya pria ini tampak tidak terganggu sama sekali. Tidak terganggu dengan perasaannya yang saat ini tidak karuan lagi. Seluruh tubuhnya menengang berbarengan dengan meningkatnya detak jantungnya. Dan entah kenapa tiba-tiba ia merasa sangat gerah. Seperti mau mati saja.
"Lo keringetan." Wisnu menoleh.
"Ha ?" Tria mengerjap beberapa kali. Otaknya masih tidak mampu untuk berfikir secara cepat dalam keadaan yang seperti ini. Keadaan yang menjebaknya berbuat seperti orang paling bego di dunia ini. Lagi-lagi seperti itu.
Wisnu mengangkat genggaman tangannya. "Tangan lo licin banget."
Tria menatap jari tangannya dan jari Wisnu. Saat itu juga detak jantungnya bertambah tiga kali lipat dari biasanya.
"Mau dilepas aja ?" tanya Tria.
"Ah, gak apa-apa." Jawab Wisnu disertai senyumannya.
***
Mereka berdua pun menaiki panggung kecil itu. Tria merasa agak canggung. Pasalnya sebelumnya ia tidak pernah bertemu dengan sepupu Wisnu dan sekarang tiba-tiba saja Wisnu mengajaknya datang keacara pernikahannya tanpa persiapan terlebih dahulu.
"Maaf Sam karena gue gak dateng keacara akadnya." Kata Wisnu pada sepupunya Samuel.
"Gak apa-apa kok. Yang penting kan sekarang lo dateng." Balas Samuel yang selanjutnya keduanya pun saling berpelukan.
"Gue gak nyangka lo udah nikah. Berarti gue gak bakalan bisa main lagi sama lo." Ucap Wisnu masih dalam posisi berpelukan.
Tria yang melihat hal itu hanya tersenyum. Sama halnya dengan perempuan yang sekarang menjadi istrinya Samuel.
"Hey ! bukan berarti karena gue udah nikah jadi gue gak bisa main lagi sama lo ya.." ujar Samuel sambil melepaskan pelukannya.
"Iya iya." Wisnu lalu beralih pada perempuan disamping sepupunya itu. "Istri lo cantik banget."
"Iya dong. Lo kapan nikahnya ?" tanya Samuel pada Wisnu.
Semuanya tertawa terkecuali Wisnu yang tampak kesal dengan pertanyaan yang baru saja Samuel lontarkan padanya.
"Apaan nikah. Orang gue masih SMA." Dengus Wisnu.
"Mmm... nanti pacar kamu keburu diambil orang lagi." Kali ini istri Samuel yang angkat bicara.
Alis Wisnu saling bertautan bertanya-tanya sendiri maksud dari apa yang perempuan ini katakan. "Ap...apa pacar ? siapa orang gue gak punya pacar kok."
"Yang ini bukan pacar lo ?" tanya Samuel sambil melirik jahil pada Tria yang berdiri dihadapannya. Memberi kode pada Wisnu.
Wisnu tertawa sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Mendengar itu Tria berusaha membantah. Dia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya. "Kita cuma temenan. Gak lebih."
Istri Samuel menyipitkan kedua matanya. "Temenan ? Gak lebih ? dibalik kata gak lebih itu ada pengharapan akan adanya hubungan yang lebih dari sekedar temen." Goda perempuan itu pada Tria membuat Tria kebingungan untuk membantah anggapan itu kali ini. Mendadak ia menjadi gagu seperti ini.
Perempuan itu menyikut rusuk Wisnu lalu berkata sambil berbisik. "Gak baik lho biarin cewek nunggu lama."
Wisnu hanya membalasnya dengan senyuman. "Tadi Amanda dateng ?"
"Iya tadi dia dateng. Emang kenapa ?" tanya perempuan itu.
"Ah enggak cuma nanya aja kok." Jawab Wisnu sambil tersenyum dengan dikulum serta tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Hal itu langsung membuat Samuel dan istrinya merasa curiga. Terkecuali dengan Tria yang tidak menyukai Wisnu yang baru saja menanyakan Amanda itu.
"Lo balikan lagi sama Amanda ?" tanya Samuel hamper berteriak saking kagetnya.
Wisnu lagi-lagi menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil tersenyum-senyum tidak jelas. "Ya gitu."
"Tadi katanya gak punya pacar." Kata istri Samuel dengan nada menyindir.
"Ya ampun kirain kalian gak bakalan balikan lagi." Kata Samuel sambil menepuk pelan bahu Wisnu.
"Oh ya. Panggung udah nunggu lo." Kata perempuan itu sambil menunjuk panggung yang berisi beberapa alat musik dengan dagunya.
Wisnu tersenyum lalu menuruni panggung kecil itu diikuti oleh Tria di belakangnya.
***
'Lo balikan lagi sama Amanda ? Ya, gitu.' Pertanyaan dan jawaban itu terus terngiang-ngiang di kepala Tria. Ada apa ini ? kenapa mendengar kabar itu ia menjadi seperti ini. Seperti tidak bisa berpijak pada bumi dibawahnya. Terasa pening begitu saja saat mendengarnya. Seakan-akan apa yang baru saja ia dengar adalah berita terburuk yang pernah ia dengar.
Cemburu ? pertanyaan itu baru saja terlintas di dalam benak Tria saat itu juga. Dengan segera Tria menggelengkan kepalanya mencoba menukas apa yang ada dalam benaknya itu. Tidak mungkin ia cemburu pada Wisnu, maksudnya pada hubungan Wisnu dengan Amanda. Tidak, pada Amanda yang sekarang menjadi pacarnya Wisnu. Tidak, marah. Tria mungkin marah tahu bahwa sekarang Wisnu seudah menjadi kekasih Amanda.
Tapi, kenapa ia harus berperasaan yang sedemikian itu. Ia dan Wisnu hanya bertman, tidak lebih. Dan untuk dirinya tidak ada hak sama sekali untuk marah atau cemburu dengan hubungan mereka berdua.
Tiba-tiba saja ia teringat akan kejadian beberapa menit yang lalu saat Wisnu menggenggam tangannya sangat erat seolah-olah tidak ingin kehilangan. Mendadak Tria merasa sangat kesal dan marah pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia membiarkan saja Wisnu menggenggamnya seperti itu.
Alunan gitar terdengar di seluruh penjuru gedung ini. Perhatian semua orang yang ada disini langsung terfokus pada seorang pria yang saat ini sedang berada diatas panggung.
Itu adalah Wisnu. Pria yang saat ini sedang menyanyikan lagu Tulus yang berjudul sepatu diatas panggung. Tria sama sekali tidak bisa melepaskan pandangannya dari Wisnu apalagi setelah seorang gadis secara tiba-tiba naik keatas panggung dan berdiri disamping Wisnu yang duduk di kursi. Itu Amanda.
Tria memejamkan matanya saat rasa pedih itu secara tiba-tiba menjalar keseluruh tubuhnya. Ah... Tria hampir frustasi sendiri dengan dirinya yang tak menentu seperti ini.
~Kita sadar ingin bersama.~
~Tapi tak bisa apa-apa.~
~Kita sadar ingin bersama.~
~Tapi tak bisa apa-apa.~
~Terasa lengkap bila kita berdua.~
~Terasa sedih bila kita tidak berbeda.~
Beberapa menit kemudian Wisnu pun menghentikan lagunya dan turun dari panggung bersama dengan Amanda disampingnya. Tria melihat Wisnu dan Amanda yang saat ini sedang mengamit lengan Wisnu dengan mesranya sedang berjalan menuju kearahnya.
"Gue kira lo cuma bisa main piano." Ujar Tria disertai senyum tipisnya. Senyum yang terlihat jelas sekali bahwa itu dipaksakan. Tria tidak bisa berbohong bahwa saat ini ia melihat Amanda sedang memandanginya dengan tatapan yang tidak biasa. Seperti tidak suka melihatnya ada disini.
"Lo belum tahu gue juga jago main sexophone." Ucap Wisnu dengan penuh kebanggaan.
"Kamu dateng kesini sama Tria ?" tanya Amanda yang sejak tadi memandangi Tria dengan tatapan tajamnya.
"Mm... ya." Jawab Wisnu.
"Suara lo bagus juga." Puji Tria masih dengan senyum tipisnya. "Kayaknya sekarang lo punya seseorang buat nemenin lo latihan." Kata Tria sambil melirik Amanda.
Kening Wisnu berkerut samar. "Tapi kan...."
Belum sempat Wisnu menyelesaikan perkataannya Amanda sudah terlebih dulu menyela. "Aku bisa kok nemenin kamu."
Tria lagi-lagi tersenyum. "Yaudah kalau gitu gue pulang duluan. Gue lupa kalau mama nyuruh gue buat bantuin dia buat kue."
FLASHBACK OFF
"Jadi Kak Wisnu udah punya pacar ?" tanya Meisya kaget. Tak lama ia pun tersenyum pahit kepada kakaknya. "Gue ikut berduka cita yah." Kata Meisya.
"Apa gue ngejauh aja dari Wisnu ?" tanya Tria. "Seenggakknya buat saat ini aja." Lanjutnya.
"Jangan !" ucap Meisya cepat. Membuat Tria mengerutkan keningnya keheranan.
"Kenapa ?" tanya Tria.
Meisya menghembuskan nafasnya. "Kalau lo ngejauh entar dia curiga kalau lo suka sama dia."
"Tapi gue kan gak suka sama dia." Bantah Tria.
"Ya. Terus aja lo menyangkal perasaan lo. Padahal udah jelas dari sikap lo yang sekarang kalau lo itu emang beneran suka sama dia." Meisya melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa lo mau ngomong kalau kalian temenan." Ucap Meisya cepat saat ia melihat kakaknya hendak berkata sesuatu.
"Gini yah. Lo itu kurang gerak makanya Kak Wisnu keburu sama orang lain."
"Emang harusnya gue kayak gimana. Nembak dia duluan ?"
"Tuh kan !" Meisya menunjuk wajah Tria sambil tertawa terbahak-bahak. "Dari pertanyaan lo barusan cukup buat gue yakin kalau lo emang suka sama Kak Wisnu."
"Apaan sih !"
"Iya terus aja lo nyangkal tentang perasaan lo. Terus aja lo lari dari kenyataan kalau lo emang suka sama Kak Wisnu. Hati itu gak bisa bohong. Kalaupun lo terus lari hati itu gak pernah berhenti buat ngejar apa yang dia mau."
***
~Next To BAB 11~
Happy reading :* jangan lupa vote sama coment nya guys ;)
maaf buat typo yang pastinya banyak banget. Maklumin aja yaaa....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top