7. Ohhh Iya Bener

*Gue mendadak merasa senang
Gak tau seneng kenapa
Jadi pengin dobel apdet*

***

Lima hari empat malam di kepulauan seribu, akhirnya gue balik lagi ke daratan beneran.

"Zid, lo yang nyetir ya! Gue mau leyeh-leyeh di belakang." Kata gue sambil memberi kunci mobil ke Zidny.

"Siap boss!"

"Ada yang ketinggalan di kapal gak?"

"Gak ada boss, aman!" Sahut Merida.

"Good! Ayok ah!"

Begitu pintu mobil terbuka gue langsung ambil posisi paling belakang, biar gak keganggu anak-anak yang riweh ini.

5 hari sama mereka, gue tau gimana sifat mereka. Doyan banget ngoceh, gak laki gak cewek, sama aja. Demen banget ngomongin orang. Si A begini lah, si X begitulah si Z begunu lah, semua dibahas.

"Eh? Haris aja yang di depan, biar Tante di tengah bareng Mia sama Intan. Cewek-cewek gitu." Terdengar suara Merida ketika anak-anak berdebat siapa duduk di mana. Kan, duduk aja rumpi bener.

"Duh gak enak ah Tante." Ujar Haris.

"Ih gak apa, kan kalian juga nyetirnya gantian, biar gampang."

"Tante di belakang aja geh, sama Pak Tara, biar yang muda di depan, hehehe!" Itu bacotnya si Intan kampret. Dia selama 5 hari ini ciye-ciyein gue sama Merida mulu. Songong tu anak. Katanya ngeri tytyd gue bulukan udah kepala 3 belum nikah.

Belum tahu dia...

"Naah iyaa, tetua di belakang dah, gimana?" Ujar Fitra.

"Tara?" Merida meminta persetujuan gue.

"Lha gue mah bebas siapa yang di samping gue. Orang gue cuma mau tidur."

"Yaudah deh."

Akhirnya Merida masuk ke belakang dan duduk bareng gue sementara 5 anak coro di depan langsung haha-hihi bisa gosip sepuasnya.

Mobil udah jalan dan gue bersandar lalu memejamkan mata. Capek gue tuh. Kangen Missy, kangen Ibu juga. Plus Bi Isma deh, kangen masakannya. Gue pengin buru-buru sampe rumah, udah itu aja. LDR 5 hari sama kasur kesayangan itu menyiksa.

"Tar, kalo mau bantal lo taro sini aja, terus kakinya lipet. Kok gue liatnya gak nyaman banget." Gue membuka mata ketika mendengar itu.

"Apa?" Tanya gue, takut tadi tuh mimpi gitu.

"Sini aja, gue ngeri leher lo keplitek." Merida menunjuk pangkuannya.

Gak pake nolak, gue mengambil bantal tweety dari belakang kepala gue lalu memindahkannya ke paha Merida. Gue melepas sendal kemudian melipat kaki, bergelung di kursi mobil yang gedenya gak seberapa ini.

Terasa Merida memijat kepala gue, sedikit menarik-narik rambut gue, bikin gue nyaman.

"Gue merem ya?"

"Yaudah tidur aja." Sahut Merida.

Dan gue pun terlelap.

****

"Bangun woy!"

Gue tersentak, langsung membuka mata dan merubah posisi jadi duduk.

"Apaan dah lo kaya ada kebakaran aja Tan!" Seru gue ke Intan.

"Hehe laper Pak, kita di restarea ini. Mamam atuh mamam."

Busetdah ni bocah, gue sawer duit juga dah biar gue viral kaya Bu Dendy. Ya ampun, gue jadi inget video-nya, tajir banget dah tuh si Ibu, gue rasa, samsung galaxy bisa sampe S9 dia yang kuliahin tuh. Sakti si Ibu.

"Gue mau tidur, lo jajan aja gih!"

"Padahal tadi gue udah bilang pada beli aja pake duit gue, mereka gak mau." Merida buka suara ketika gue mencari tas di bawah kursi untuk ambil duit.

"Maunya dari Papah, Mamah mah diem aja, kelonin Papah." Ujar Intan.

"Mulut lo lama-lama gue jual deh Tan." Gue memberinya, entah berapa lembar uang ratusan ribu.

"Yang lain pada kemana?" Tanya gue pas Intan mau turun.

"Toilet!" Jawabnya lalu menutup pintu. Untung AC masih nyala, kalo gak, gue bakar deh 5 bocah itu.

Asli kepala gue pusing banget. Ya bayangin aja lagi tidur nyenyak terus dibanguin kaya bangsat sama si Intan.

"Mau tidur lagi?" Tanya Merida.

Gue mengangguk. Tapi gak balik ke pangkuannya, gue mengambil bantal lalu gue tempelin di kaca.

"Lo kalo mau makan, makan aja. Kalo mau bawa aja tas gue, ada duit tuh. Takut kurang, gue gak ngikut dulu. Sakit kepala."

"Ya wajar sih, lo tiga malem gak tidur, pacaran terus sama laptop, gitu deh jadinya badan lo."

"Berisik, Tante Mer. Gue mau tidur."

Kemudian dia diam. Entah dia keluar atau masih di dalem mobil, gue gak tau. Gue gak tertarik ngapa-ngapain dulu sekarang, cuma mau bobo.

*

Merida membangunkan gue dengan lembut, kami sudah di gerbang tol Bogor. Haris yang bawa mobil langsung ngarahin ke kampus karena kendaraan anak-anak sengaja diparkirkan di kampus.

"Beliin gue kopiko 78 degrees dong!" Pinta gue, entah siapa yang mau denger.

"Iya Pak, entar gue beliin." Sahut Fitra.

"Thanks boy!" Jawab gue sambil mengurut kepala gue sendiri.

"Pak ini sample bawa ke mana?" Tanya Zidny.

"Ke fakultas dulu kita. Lab Bio buka kok, gue udah kabarin Pak Yudi buat dateng."

"Okee Pak!" Sahut mereka.

Kami sampai di parkiran, kampus lumayan sepi karena musim libur. Nyisa anak-anak yang panen remedial aja yang dateng.

Gue sama anak-anak mengangkut semua sample, berjalan pelan menuju gedung FMIPA, langsung mengarah ke Laboratorium Biologi di samping kebun percobaan.

"Wihhh pada gosong nih!" Seru Pak Yudi ketika kami masuk.

"Esdan lah Pak sama si Pak Tara mah, kerja rodi kita." ujar Haris.

"Emang gue engkang-engkang kaki? Kan kaga, ikut bareng kalian!"

"Hahaha lagi sensi si Tara!" Sahut Pak Yudi.

"Udah yaa, ini amankan Pak Yud, lusa gue sama anak-anak baru mulai lagi."

"Pak, nih!" Fitra yang tadi ngilang muncul bawain minuman pesanan gue.

"Thanks Fit!"

"Jadi lusa nih Pak, gak besok?" Tanya Mia.

"Besok gue ada kencan. Jadi lusa."

"Ciyeee, laku akhirnya Pak?" Ujar Intan.

"Kencan sama kasur! Capek gue ngurus bocah kampret kaya lo Tan!"

"Yailaaah!!" Mereka serempak meledek gue.

"Udah yaa, cabut gue. Pak Yud, makasih loh!"

"Santai boss!"

Gue langsung menuju pintu untuk keluar, sambil membuka minuman, gue berjalan ke mobil gue, udah pengin cepet pulang aja rasanya.

***

Entah angin apa, sore ini Daru ngajak gue nongkrong di kedai kopi, katanya sih usaha punya adeknya. Lagi soft opening gitu.

Gue mengiyakan akan datang selepas maghrib, sambil bawa laptop tentunya, mayan kalo ada wifi gratis.

Beres mandi sore kemudian makan malem sama Ibu dan Bi Isma, gue main dulu sebentar sama Missy, biar dia gak merasa terabaikan.


Pukul tujuh malam baru gue izin keluar, Ibu seperti biasa iya-iya aja. Ibu memang gak pernah melarang gue.

Kedai kopi punya adeknya Daru ini buka di daerah Panduraya, pusat jajanan paling ngehitz di Bogor. Rumah gue itu di daerah Pondok Rumput, jadi lumayan juga nyetir ke sana.

Saat gue tiba, tempatnya terlihat ramai, bahkan parkiran aja udah penuh. Gue sama abang-abang disuruh parkir di pinggir jalan.

Kedai kopi punya adeknya Daru ini dua lantai, lighting-nya remang-remang bikin syahdu gitu. Begitu gue masuk, gue merasa tenang, meskipun banyak orang, gue gak ngerasain yang namanya sesak atau gak nyaman.

Tempat ini namanya কফি চমত্কার, jangan tanya gue itu apaan, dibacanya apa, artinya apa? Gak tau gue, biar aja itu jadi rahasia ilahi.

"Tara!!" Gue menoleh ke arah suara yang memanggil gue. Daru. Langsung saja gue menghampirinya.

"Asik nih rame!" Kata gue.

"Thanks udah dateng! Ayok ketemu adek gue." Daru mengajak gue ke sebuah meja, rame banget dan gue gak kenal.

"Dra, temen gue nih!" Seru Daru.

"Akhirnya kakakku punya temen!" Seru anak lelaki muda bertato. Wah, ini adeknya Daru? Gila, beda banget!

"Ardra!" Dia menjulurkan lengannya yang penuh tato itu.

"Tara!" Sahut gue.

"Duduk, Kak. Tamu kehormatan banget dah ini, Daru bawa temen." Ujarnya.

"Sinting!" Maki Daru.

"Daruu!" Seru seseorang dengan nada menegur. Nah kalo ini agak mirip Daru, muka emang mirip si Andra tadi, tapi tampilan plek si Daru.

Gue duduk di samping Andra, ia langsung menawari gue minuman. Pas gue liat menu, ternyata gak cuma jualan kopi dan cemilan, ada minuman jahat juga. Saik!

"Americano aja." Kata gue.

"Tunggu ya Kak." Kata Andra dan gue mengangguk.

Gue rasa yang satu meja bareng gue ini keluarganya Daru semua. Total di meja ini ada 9 orang, sama gue, sama Andra juga.

"Pak, kenal aku gak?" Gue menoleh ketika cewek yang berjarak satu kursi dari gue mencolek lengan gue, cantik.

"Engga, kenapa emang?"

"Ih, aku alumni tauk!" Katanya.

"Ohh, Biologi?" Tanya gue. Rasa-rasanya gue gak pernah ngajar mahasiswi cantik plus sexy kaya gini deh.

Kalo ada sejarahnya Akatara yang godain mahasiswi di kampus, dia kayanya yang gue godain. Cakep parah!

"Engga, teknik lingkungan."

"Ngambil Bioremediasi gak?" Tanya gue.

"Ambilnya Remediasi aja, abis kata orang-orang dosen Bioremediasi pelit nilai."

Asli dah, neng. Kalo muridnya elo mah gue kaga bakal pelit. UAS soal cuma sebiji aja gue iyain demi bisa pokpok bareng elo! Batin gue.

"Hey Kak, nih!" Andra datang dan duduk di kursi kosong antara gue dan cewek itu.

"Udah kenalan? My fiancee, panggil aja Estu." Andra memperkenalkan cewe cantik tadi.

Ah sial. Punya orang!

"Tara." Gue mengucapkan nama dan Si Estu tersenyum manis.

"Itu, Dra, Papa sama Mama mau mentahan kopinya. Buat nyeduh di rumah." Ujar si Estu kepada Andra.

"Iya bey, udah disiapin kok, kalo pulang tinggal ambil." Sahut Andra.

Lalu, si Estu ngobrol ke cowok di samping kirinya. Gelendotan manja gitu. Buset, di depan tunangannya sendiri masa gitu ke cowok lain?

"Kenapa lo Kak?" Tanya Andra.

"Tunangan lo, gitu ke cowok lain, lo selow?"

"Hahaha itu bapaknya!"

Gue syok liatnya. Buset, waah ni cowok goals gue berarti. Gue mau terlihat sekeren itu ahh kalo udah tua. Kece parah! Asli ini sih, gue laki aja mengakui, apalagi cewe-cewe?

"Ada smoking area gak?" Tanya gue.

"Yuk, gue temenin."

"Thank you, Andra."

"It's Ardra. A R D R A!" Dia mengejakan namanya untuk gue.

"Oh sorry!"

"Yuk, ke atas!"

Gue pamit ke Daru untuk pindah ke smoking area, Daru mengangguk lalu gue mengikuti Ardra ke lantai dua.

Lantai dua, sama ramenya kaya lantai satu. Tapi di sini banyakan yang berdiri daripada duduk. Ardra membawa gue ke balkon dan dia memberi sebungkus rokok ke gue.

"Gue bawa kok!" Kata gue, mengeluarkan rokok dari saku jaket gue.

"Lo kenal Daru gimana ceritanya? Kakak gue tuh semacam menolak orang untuk jadi teman, loh." Tanya Ardra.

"Kita sama-sama dosen, meja dia di seberang meja gue. Gak sedeket yang lo pikir. Kita cuma sering say hay dan sering ngobrol keluh kesah jadi dosen aja."

"Tapi Kakak gue nganggep lo temen." Ardra mulai membakar rokoknya, begitupun gue.

"Iya, gue juga nganggep Daru temen kok. Dia baik."

Ardra mengangguk, kami sama-sama diam sambil menghisap asap rokok dalam-dalam. Sebenernya, gue nih temennya Daru apa adeknya sih? Gue jadi nongkrong berdua adeknya gini.

"Taraa!" Gue menoleh ketika nama gue dipanggil.

Merida, tampil cantik dengan kaus hitam tanpa lengan yang dipadu celana gober, entah apa namanya, lalu dia juga pakai topi fedora, dandanannya santai banget.

"Hey! Mer!" Seru gue.

"Bisa-bisanya lo nyasar di sini?" Tanyanya.

"Nih, sebelah gue yang punya. Namanya Ardra." Kata gue.

"Hey! Merida!" Serunya menjabat lengan Ardra.

"Ardra!"

"Sama siapa lo?" Tanya gue.

"Temen kantor, udah ya gue gabung sana lagi, dari toilet nih!" Serunya.

Ya, tempat ini memang toiletnya ada di luar, bukan dibagian dalam gedung.

"Siapa lo Kak?" Tanya Ardra.

"Kenapa?"

"Kok kaya kenal di mana gitu."

Lha? Bukan cuma gue dong yang merasa kenal sama Merida. Eh serius dah ini, gue penasaran Merida tuh siapa.

"Tadi namanya siapa?" Tanya Ardra.

"Merida." Jawab gue.

Ardra terlihat berfikir, gak lama, seperti ada bola lampu menyala di atas kepalanya, ia menjentikan jari. Mungkin dia sudah tau jawabannya.

"Rida, dia Rida Ani, Kak! Tau gak lo??!" Seru Ardra.

"Hah? Kayanya gue kenal deh sama nama itu."

"Gila, dia langganan jadi cover FHM kali Kak, Maxim juga deh kayanya. Taudeh kalo Playboy!"

OH IYAAAA BENER HAHAH ANJIRRRRR!!

Gue ngakak, bego banget gak nyadar padahal hubungan FWB gue sama dia udah sebulan lebih.

"Kenapa lo, Kak?"

"Gak, keren juga berarti gue."

"Cewek lo?" Tanya Ardra.

"Just friends with benefit!" Jawab gue.

Ardra langsung meninju bahu gue pelan, ngakak.

"Asli, keren lo, Kak. Asli! Aseli!" Serunya.

Gue masih tak percaya, hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala.

"Disaat cowok-cowok se-Indonesia cuma bisa mandang badan seksinya di majalah atau akun instagram official, cewek itu bisa lo tidurin. Keren lo Kak!" Lagi-lagi Ardra meninju bahu gue.

"Lo udah punya tunangan, masih aja liat majalah gituan." Omel gue, gemes asli, kurang sexy apa coba ceweknya si Ardra itu? Kalo boleh tuker, mau deh, sama martabak aja tapi tukernya, jangan sama Merida. Gue masih mau soalnya.

"Itu majalah jadi temen gue pas gue belum ketemu cewek gue Kak. Pas punya cewek mah, mending bayangin cewek gue." Ardra nyengir.

"Kayanya malem ini gue text dia deh, buat temenin."

"Mantep! Duuh gue jadi pengin buru-buru balik deh!"

Gantian gue yang nyengir.

Oh lord, bener-bener deh, gue dapet rejeki anak soleh. Ternyata Merida, teman tidur gue adalah model majalah pria dewasa. Bener kata Ardra, beruntung banget gue, disaat cowok-cowok lain cuma membayangkan, gue bisa praktek beneran sama dia.

Thank God!

****

TBC

Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xx

Ps: Adakah yang tebakannya bener?

***

Nih deh foto Tante Mer 😂

Menang banyak tuh si Tara kampret

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top