1. Bosen
Pernah gak sih kalian bosen idup? Gue sering! Bosen gini-gini mulu. Bukannya gak mensyukuri apa yang gue miliki, cuma yaa gimana dong? Idup gue lempeng banget. Jalan tol aja kalah mulus sama idup gue. Seriusan.
"Woy Tar, gak ada kelas lo?" Tanya Daru, teman sesama dosen yang mejanya berseberangan sama gue.
"Gak ada, nanti jam 3. Lo ada ngajar?"
"Gak ada juga, tapi meriksa tugas nih, abis itu baru dah balik!"
"Yailah, suruh aja mahasiswa." Sahut gue.
"Itu mah kerjaan elo, nyuruh-nyuruh orang, kerjaan gue, ya gue yang kerjain."
"Dar, gue mau tanya dong?" Ujar gue, sementara Daru sibuk sama tugas-tugas mahasiswa yang bertumpuk di mejanya.
"Nanya apa sih lo?"
"Nikah tuh gimana sih?"
"Kenapa? Kepikiran juga buat nikah? Katanya nikah itu jebakan, terkurung cuma sama satu orang, selamanya, kalo nyeleweng langsung viral?" Ledeknya.
"Gue cuma nanya, Daruprada!!"
"Nikah tuh enak, udah."
"Duhh, yang enaena mah kaga pake nikah juga bisa." Kata gue, huh, jawabannya biasa banget.
"Bukan masalah sex, Tara! Keseluruhan." Serunya. Buset dah ni orang, untung ruangan dosen siang ini kosong.
"Apaan tuh?"
"Ya lo gak tidur sendiri, lo makan gak sendiri, lo gak harus bawa baju ke laundry, lo gak repot mikir hari ini pake baju apa."
"Lha, itu mah gue juga begitu. Gue tidur sama guling dan kucing, gue makan sama Ibu gue, baju yang bawa ke laundry ada tuh si Bibi. Terus, tibang milih baju doang, elah, mandiri dong!" Seru gue.
"Halah! Gak ngerti lo, gak sampe otaknya!"
Gue memilih diam. Daru nih emang lempeng banget jadi manusia. Pas masih single dan digodain mahasiswi cantik-cantik haus belaian, eh dia sok cool gak lirik mereka. Mending gue, memanfaatkan setiap kesempatan dengan baik.
Sama-sama senang dan enak mah gak salah ya kan?
"Permisi, Pak Tara??" Gue menoleh ketika mendengar nama gue di sebut. Di ambang pintu ruangan ini, muncul seorang mahasiswi, terlihat cantik dan manis.
"Masuk, kenapa Gia?" Tanya gue.
Gia, mahasiswi semester akhir, anak bimbingan gue dalam menyusun skripsi.
Giana, duduk di hadapan gue, mengeluarkan beberapa lembar kertas yang dijepit paperclip, lalu menyerahkannya.
"Ini revisi kamu keberapa?" Tanya gue.
"Ketiga, Pak Tara "
"Mau langsung diperiksa siang ini apa nginep draftnya?"
"Bapak sibuk gak?"
"Free sampe jam 3, sekarang aja ya? Biar saya gak banyak kerjaan. Kamu perhatiin aja, oke?"
"Siap Pak!" Serunya.
Gue menerima draft Gia, membacanya sedikit lalu membuka draft lama untuk memastikan dia sudah merevisi bagian yang sebelumnya gue corat-coret.
"Nih, Gi, superkripnya kayanya kamu kebalik deh ini, mangkanya hasilnya jadi begini." Gue menyodorkan berkas ke arahnya.
"Pusing Pak baca kebalik, saya ke situ ya?"
Gue mengangguk, Gia bangkit dari kursi dan ia langsung pindah tempat jadi berdiri di samping gue. Kembali gue menjelaskan kesalahannya dalam meneliti hasil.
Gue tersenyum saat si Gia ini menunduk untuk melihat jari gue menunjuk bagian-bagian yang salah.
"Ngerti?" Tanya gue setelah selesai.
"Iya Pak, makasih yaa."
"Okay!"
Gia pamit ke gue dan Daru yang masih asik sama tugas-tugasnya itu. Kemudian, saat Gia keluar dan menutup kembali pintu ruangan, Daru tertawa. Keras.
"Kenape lo?" Tanya gue.
"Lo harus tau gimana dia ngegodain lo banget, Tar!"
"Tau gue, udah pernah, hehehe!"
"Bangsat emang lo!"
Aku nyengir.
"Gak lo lanjut?" Tanyanya.
"Lo tau? Hubungan sama mahasiswi itu cukup one night stand, jangan dibaperin." Kata gue.
"Brengsek!" Ujar Daru.
"Dia yang godain gue, dia lempar bangke, sebagai buaya kelaperan, ya gue sikat dong?"
Daru hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Gue senyum ke dia, seandainya dia tau berapa banyak mahasiswi yang berakhir di kamar hotel bareng gue, mungkin kepalanya lepas karena saking kencengnya gelengan.
"Jadi, cewe kaya Gia itu bangke?" Tanya Daru.
"Yaps!"
"Sakit lo!"
"Udah ah, jam 3 nih, gue ada ngajar Sex Reversal." Kata gue.
"Aquaculture? Kudunya gak cuma ikan yang kelaminnya lo ganti, lo juga sana gih! Biar tau rasanya jadi cewe-cewe."
"Males! Enakan gue, enakan jadi cowok!" Gue mengambil laptop, pointer dan hardisk berisi materi kuliah gue lalu berjalan ke pintu.
"Enjoy it!" Seru Daru ketika gue keluar, gue sedikit berbalik dan mengedip jahil padanya.
****
Adzan maghrib berkumandang ketika gue sampai di depan rumah orang tua gue. Ya, 33 tahun dan masih tinggal sama orang tua adalah aib terbesar gue.
"Udah makan, Tar?" Tanya Ibu ketika gue mencium punggung tangannya.
"Belum, Bi Isma masak?"
"Masak, kamu mandi, Ibu minta Bi Isma angetin masakan, kita makan bareng yaa!"
"Iya, Bu."
Gue berjalan ke kamar, melepas semua pakaian gue lalu melilitkan handuk di pinggang, setelah itu barulah gue keluar kamar dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Terilihat Ibu dan Bi Isma sedang mengobrol ringan di dapur saat gue masuk ke kamar mandi.
Makan malam sudah tertata di meja, gue udah ganti pake baju rumah, di seberang gue, Ibu lagi ngambilin nasi buat gue.
"Bu, Ibu gak ada check up lagi kan? Kaki Ibu sakit lagi gak?" Tanya gue saat Ibu mengulurkan piring berisi aneka jenis lauk.
"Engga, Ibu sehat. Kamu sabtu ini ngajar gak, Tar?"
"Kenapa Bu?"
"Ke rumah Kak Mega yuk? Ibu kangen Fitri sama Nanda."
Gue mengerti, Ibu pasti kangen cucu-cucunya yang udah pada sibuk sama urusan sekolah itu.
"Tara ngajar malem kok, Bu. Kalo mau ke Gunung Putri paling bolak-balik ya? Atau Tara jemput Ibu pas beres ngajar."
"Ngajar malem tuh ngajar apa?"
Seribu kali gue jelaskan, seribu kali juga kayanya Ibu lupa. Dan gue akan tetep menjawab pertanyaan ini dengan senyuman.
"Ngajar mahasiswa pasca sarjana Bu, kebanyakan mahasiswanya udah pada kerja, jadi bisa kuliahnya ya lewat maghrib. Kan Ibu tahu, tiap Senin, Rabu sama Sabtu Tara gak pulang karena ngajarnya sampe jam 11 malem. Di kampus Tara kan udah gak ada perkuliahan hari minggu, jadi ya malem."
"Ohh gitu!"
Gue tersenyum sambil menyantap makan malam gue, Ibu juga mulai memakan makanannya.
"Jadi sabtu gimana?" Tanya Ibu.
"Pagi, kita ke Gunung Putri, sorenya Tara pulang, terserah Ibu mau ikut pulang atau nginep, kalo gak ikut pulang, besoknya Tara jemput, oke?"
"Kamu baik, Akatara."
Gue tersenyum kalem.
"Mau bawa apa buat Kak Mega? Biar besok Tara siapin, jadi Sabtu pagi langsung berangkat."
"Ibu mau bikin kue aja." Sahut Ibu.
"Oke Bu, Tara juga mau ya?!"
Ibu mengangguk lalu kami melanjutkan makan dengan dalam diam.
*****
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xx
****
Hay!
Iya, cerita baru.
Maaf yang nungguin aku nepatin janji di buku BAD dan HTD, feel menulis untuk 'mereka' belum kudapatkan. Jadi daripada gak produktif, aku memilih menyalurkan hal lain yang ada di kepala.
Semoga cerita ini bisa memicu aku menulis mereka yaa. Jujur sih sebenernya, nulis RUSH-UH dan BERBURU R-ESTU juga trigger untuk mancing nulis mereka, tapi gak tau kenapa kok gak muncul-muncul #qusedih
Jadi ya, biarin ngalir aja yaa. Aku gak mau maksa-maksa soalnya, takut hasilnya gak dari hati gitu~~~ (njir dari hati, emang lagu club 80's) 😂😂😂
Oh iya, AKATARA ini temennya si Daru di kampus (Mas Daru babangnya Ardra di Berburu R-Estu)
Ini cerita baru kok, gak harus baca cerita apapun untuk paham jalan cerita ini. Gue bikin temenan ama Daru biar gak kudu bikin new universe, gitu aja sih.
Ps: gue nulis note di atas 6 hari yg lalu, jadi CONSCIENCE-nya Gara belum terbit. Gue publish ini sengaja, ingin mem-push diri gue supaya gak mager ngetik (biar merasa ada tanggung jawab yg harus diselesaikan gitu), dan pengin tau aja, bisakah gue menyelesaikan 2 cerita yang sedang on going??
Jujur, di cerita2 sebelumnya gue pasti punya 'simpenan' chapter. Nyang artinya kalo gue publish sampe chapter 4, berarti draft gue minimal udah ada di chapter 7. Tapi khusus untuk cerita ini dan CONSCIENCE, gue tumbuh bersama kalian gengs, kita sama2 tahu 😂
Jadi chapter yang gue post itu bab terakhir di draft gue (Lilah tuh lg pemalesan nulis bgt)
Dan ya, pasti penasaran sama cast Bapak Dosen kampret ini???
Here you go!
Lo punya dosen gini mau lo godain gak sih? 😂😂😂
Ini sama Daru, mereka satu tongkrongan tapi beda pergaulan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top