Renjana

Gadis sinting yang meminta maaf setelah dia ancam. Apa yang sebenarnya ada di dalam otak Nisrin. Aidan berjalan terus sampai di kamarnya, membanting pintu dan terduduk, mengusap wajahnya yang berpeluh, sembari mengatur napasnya yang menderu. 

Aidan merasa kebingungan, entah bagaimana dia mendekati Nisrin tanpa tremor. Dadanya terasa sakit sekali hingga dia memeganginya. Telinganya berdengung dengan suara feminim wanita itu, bahkan bau wewangian mawar masih melekat dari cuping hidungnya.

Dia merasa hampir mati saat dengan nekat mendekati wanita itu.

Ai Nisrin, wanita aneh yang berbahaya. Dia perlu segera menjauh darinya. Tidak mungkin Aidan bisa hidup di dalam rumah yang sama.

Selain menyuruhnya mencari wanita lain seolah itu adalah usaha terakhirnya, wanita itu juga meminta maaf. Dia memang tidak melihat ekspresi yang ditunjukkan, tetapi nadanya terdengar sendu dan tulus.

Heran Aidan mengapa dia harus memikirkan perkataan wanita itu sekarang?

Benar, dia membenci Nisrin, semata-mata hanya karena dia seorang wanita, tapi kenapa sekarang dia merasakan perasaan simpatik yang dia sendiri tidak bisa menjelaskan. Apakah karena ini pertama kalinya dia mendapatkan maaf dari seseorang dengan tulus?

Jangan lagi terbuai, Aidan!

Hanya karena wanita itu terlihat rapuh bukan berarti dia lemah. Ai Nisrin mungkin sedang mempermainkannya saat ini. Jangan pernah tertipu dengan tampang polosnya!

Benar  benar, dia manggut-manggut sendiri. Mencoba membenarkan sikapnya.

Dan tanpa dinaya, sekelebat memori tentang tangisan Nisrin yang membuatnya kalang kabut bermunculan. Ingatan itu membuatnya menggigit bibir, Aish dia sudah tidak tahan lagi.

Tengah malam Aidan keluar menyangka Nisrin mungkin telah tertidur. Tidak mungkin juga wanita itu masih terbangun. Yang dia tahu Ai Nisrin selalu konsisten mengatur pola tidurnya dengan teratur, meski kadang jadwalnya hancur karena tangisan Muhammad.

Keputusannya sudah bulat.  Dia akan pergi lagi hari ini. Lebih lama bersama Nisrin hanya membuat mood dan perasaannya jadi tak menentu. Sejauh ini Aidan  selalu dibuatnya terpojok dengan permintaan-permintaan tidak relevan yang mengganggu kehidupan pribadinya. saat Nisrin mengatakan akan merelakannya, Aidan lebih menganggapnya sindiran yang mengekang privasinya. Nisrin justru seolah mengoloknya pria bejat yang senang berselingkuh. Itulah mengapa amarahnya timbul tanpa dia duga, padahal jika seandainya Aidan hanya diam dan mengiyakan entah bagaimana reaksi Nisrin.  Dia juga tidak terlalu peduli dengan semua keluhan Nisrin. Memikirkannya saja hanya membuang-buang waktu.

*

Di kamarnya, Nisrin mendengar suara pintu dibuka dan ditutup, dia tidak akan mencegah kepergian Aidan, seolah terbiasa setiap kali ada pertengkaran, Aidan akan tiba-tiba menghilang dan kali ini mungkin tak berbeda.

Nisrin membuka jendela membiarkan angin mempermainkan gorden yang berayun. Sejak tadi dia ada di balkon kamarnya menatap langit yang dinaungi purnama. Nyala sinarnya menghipnotis Nisrin, tapi tidak mampu mengenyahkan rasa bersalahnya. Tanpa sadar dia jadi menghela napas panjang. Dia merasa bersalah karena telah menyulut amarah Aidan. Ucapannya tentang membiarkan Aidan berkeliaran bersama wanita lain membuat tenggorokannya kering dan sakit seolah menelan duri. Mana mungkin ada wanita yang tidak sakit hati, ketika seseorang yang telah memiliki status sebagai suaminya mengatakan akan mencari wanita lain tanpa sempat mengenalnya sedikitpun.

Sebenarnya apa yang dia harapkan.

Dulu dia mengira Aidan bukan pria berengsek seperti yang dia kira, tapi pria itu sama sekali enggan menjelaskan kedekatan bersama wanita lain yang pernah Nisrin pertanyakan. Rumor yang didengarnya tentang Aidan agak meragukan kesimpulannya sendiri, dan hari ini dia yakin Aidan mungkin tidak seburuk yang dia pikir.

Siapa sebenarnya wanita itu?

Aidan pasti punya alasan. Mungkin dia masih kerabat, atau bahkan adik yang tidak pernah dia tahu? Harusnya Nisrin memikirkan lebih lanjut dan tidak menarik kesimpulan terburu-buru, dia justru menciptakan jarak baru di tengah hubungan mereka yang baru tumbuh.

Aidan memang sengaja melewati bagian tembok belakang rumah berharap suara motornya tidak terlalu menggangu, dan sialnya justru mendapati Nisrin berada di balkon kamar. Itu bukan kamarnya tapi kamar anaknya, kenapa dia ada di sana?

Nisrin berdiri memandang langit mengenakan piyama satin putih yang nyaman tanpa kerudung dan penutup wajah yang biasa dia kenakan. Wajahnya yang polos tanpa riasan, rambutnya yang digerai dipermainkan angin malam, di latari pemandangan bulan yang sempurna.

Aidan terpana. Hanya satu kata yang mampu mendefinisikan pemandangan majestic itu, "indah".  Aidan  jarang memuji apalagi menunjukkan ketertarikan. Siluet anggun bak jelmaan peri bulan itu menariknya, netranya melukis pemandangan itu dalam ingatan yang terdalam dan mungkin tidak akan pernah dia lupakan.

Entah sejak kapan dia mengamatinya dalam keheningan, ada sesuatu yang berdesir di dalam dadanya. Terasa menyakitkan seperti tadi saat dia mencoba mendekati wanita itu. Dadanya memang terasa sakit bak diremas, tapi matanya seolah tersihir hingga tidak bisa lepas darinya. 

Aneh. Dia tidak lagi tremor, tidak ada lagi perasaan takut dan cemas yang selama ini menggerogotinya, dan dia merasa lebih... ringan. Bayangan berhadapan dengan wanita itu tidak lagi membuatnya bergidik.

Apa yang terjadi padanya?

Dia adalah wanita! Aidan mengingatkan dirinya sendiri. Tanpa lepas memandang keindahan itu dia mengingatkan untuk segera menjauh. Nisrin adalah sesuatu yang berbahaya, mendekatinya hanya mendatangkan masalah. Namun, keterpanaannya tak juga surut. Baru ketika dia mulai merasa pegal di tangannya yang menopang Rocky, Aidan sedikit termundur.  Dan saat dia kembali memusatkan pandangannya, kedua netra mereka bertubrukan tanpa sengaja.

Nisrin agak salah tingkah mendapat perhatian intens dari Aidan, dan dengan malu berlari kembali ke dalam kamar.

Dia malu Aidan melihatnya dalam keadaan tidak rapi, apalagi baju tidur yang dikenakannnya terbilang tipis. Nisrin merasa pipinya memanas. Tidak apa-apa, Nisrin. Bukankah mereka memang suami istri? Wajar saja Aidan pernah melihat penampilan memalukannya itu. Nisrin mengeleng sanksi tidak mungkin tadi Aidan memperhatikannya, pasti dia hanya mengawasi, takut terpergok karena diam-diam hendak per-- ya, ampun jadi begitu!

Nisrin beranjak dari tempatnya setelah menyadari ada yang lebih penting dari rasa malunya. Dja baru sadar bahwa Aidan hendak pergi lagi, jadi dia kembali ke balkon untuk mengintip. Sayangnya, Aidan sudah tidak berada di sana. Yah seperti yang dia duga, Aidan pasti sangat marah karena tingkah labilnya.

*

Keesokannya dia melihat tidak ada yang berubah, mungkin hanya tersisa Nisrin yang ada di rumah bersama bayi kecilnya. Mbak Noni sedang cuti dan Muhammad masih terlelap, jadi hanya ada dia sendiri yang menyantap sarapan.

Tapi yang tak disangka Nisrin akan melihat orang ketiga di pagi itu. Aidan keluar dari dalam kamarnya, telah siap dengan pakaian rapi tengah berjalan menuju counter dapur sepagi ini. Seperti melihat keajaiban dunia.

Nisrin yang menyadarkan diri dari kebingungannya lekas mendekat dan mengambil alih apa yang hendak dilakukan Aidan.

"Biar Nisrin yang buatkan kopinya."

Keajaiban kedua adalah, Aidan menatapnya sebentar lalu membiarkan tanpa sepatah kata pun. Dia duduk di meja makan yang telah tersedia berbagai macam roti dan pendamping dengan tenang.

Nisrin  benar-benar tercengang, pasalnya Aidan selalu menolak setiap Nisrin buatkan kopi kecuali saat kopi itu sudah tersedia. Hanya saja kejadian kemarin masih menghantuinya, dan hari ini dia bersikap seolah tidak berbekas sama sekali.

Sekalipun rasa penasaran menguasainya, Nisrin tidak bertanya apapun. Dia pikir kemarahan Aidan mungkin sudah reda, sambil memasukkan biji kopi di coffe maker, bibir Nisrin terangkat sedikit. Dia senang karena Aidan tidak menghilang seperti kebiasaannya.

"Saya minta maaf soal kemarin, saya sudah keterlaluan."

Lagi-lagi Aidan membuatnya terperanjat saat dia meletakkan mug kopi permintaan Aidan. Aidan mulai berbicara lebih dulu meski dengan nada datar dan raut yang sama. Nisrin hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia semakin senang. Kendati menurut Aidan mungkin hal yang biasa saja, baginya  ini suatu perubahan besar dalam hubungan keduanya.

"Bagaiman keadaan ayah kamu?"

Nisrin semakin tidak menyangka mendapat pertanyaan lain dari Aidan. Dia sontak mendongak dan mendapati Aidan yang tidak nyaman dengan tatapannya, jadi Nisrin mengalihkan ke arah mug kopinya untuk menghindar. "Alhamdulillah Abi sudah lebih baik dan sudah bisa beraktifitas ringan."

"Syukurlah kalau begitu."

Aidan hanya berbasa-basi atau dia memang mengkhawatirkan ayahnya, Nisrin tidak tahu. Tetapi satu hal yang dia tahu, pria ini sedang dalam mood yang baik, dan entah angin apa dia menunjukkan simpati yang sangat jarang dia tunjukkan.

Ada apa sebenarnya?

Apakah perkataannya kemarin sedikit berdampak pada keputusan Aidan sekarang. Nisrin enggan mengusiknya lebih jauh,  sebaiknya dia memperhatikan saja bagaimana respon Aidan ke depannya.

Dan seterusnya hanya ada suara sesapan kopi, mereka tidak melanjutkan perbincangan canggung itu dan hanya menikmati kopi pagi hari dengan damai.

Sejujurnya Aidan merasakan perasaan lega yang tidak bisa didefinisikan. Semalam dia kembali meletakkan Rocky ke garasi. Kemudian duduk cukup lama di taman depan dan tidak dapat tidur hingga dini hari.

Sekarang dia tidak merasa terlalu takut berhadapan dengan Nisrin. Nirsin yang sudah memaksa masuk ke dalam kesehariannya sehingga dia merasa mulai terbiasa dengan kehadiran wanita itu. Dia sudah merasa lebih baik dan sedikit menyesal mengancam Nisrin dengan omong kosong, jadi pagi itu dia memberanikan diri untuk berbicara dan dia masih merasa tidak nyaman jika berlama-lama dengan Nisrin, hanya saja kali ini dia bisa menahannya dengan baik.

Di antara keheningan yang nyaman itu, sesekali Aidan memperhatikan tampak samping Nisrin. Belakangan ini Nisrin tidak lagi mengenakan kerudungnya di depan Aidan, berbeda dari sebulan lalu. Wanita itu sepertinya sudah merasa lebih nyaman disekitarnya. Dia tidak mempermasalahkan. Nisrin justru menegaskan kesan feminimnya dengan memperlihatakan rambut panjang  kecoklatan miliknya--hari ini dia menguncirnya ke belakang dan menunjukkan tengkuknya yang putih.

Agak lama dia memandang, entah bagaimana Aidan merasakan nyeri di dadanya kembali. Apa dia sedang terserang penyakit?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top