"Abang, Nisrin izin untuk pulang ke rumah seharian ini." Nisrin meletakkan mug kopi ke meja di depan Aidan yang tengah serius membaca sesuatu dari tabletnya.
Suara Nisrin memecah perhatian Aidan yang tengah serius mengoreksi tugas dari Prof. Wiryawan. Semenjak Nisrin datang, Aidan merasa tidak terlalu nyaman dan fokus, pekerjaannya jadi menumpuk karena selalu terganggu dengan tangis Muhammad, ditambah dengan kecerewetan Nisrin. Dia berniat serius sewaktu lagi-lagi perempuan itu mengganggunya.
"Kenapa harus izin segala?" Aidan menatap Nisrin sangsi, wanita itu mendapat atensinya sekarang.
"Sampeyan kan suami. Jadi, istri izinnya ke suami." Nisrin menjelaskan seolah hal itu begitu penting untuk Aidan ketahui.
Aidan mendengkus, meletakkan tab dalam genggamnya ke atas meja. Benar-benar menghadap Nisrin. "Pemikiran yang tidak praktis," lugas Aidan. "Maksud saya, kamu mau pergi kemana pun terserah. Tidak membutuhkan izin dari saya."
Nisrin hendak mengkritik perkataannya barusan, soal... bukankah seharusnya Aidan yang mengantarkannya? Bertepatan dengan ponsel Aidan berbunyi, jadi dia mengurungkan niatnya dan pergi setelah mengucap salam.
*
Rumah Nisrin adalah rumah milik pamannya sebelum wafat dua tahun lalu. Rumah itu lebih minimalis dan modern, sangat berbeda dengan arsitektur rumah Joglo Jawa Timur milik almarhum nenek dan kakeknya di Situbondo.
Nisrin melihat siluet ayahnya tengah menikmati sinar matahari pagi setibanya dia di sana. Dia tersenyum karena keadaan ayahnya yang jauh lebih baik dibandingkan tiga hari yang lalu.
Nisrin walaupun sempat khawatir kehadirannya tidak diinginkan Ikhsan, memberanikan diri untuk setidaknya mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam." Ikhsan tergemap melihat keberadaan Nisrin yang tiba-tiba.
"Abi...."
Nisrin hendak menyalami ayahnya, namun Ikhsan menolak dan malah berjalan cepat ke dalam rumah.
"Abi, tunggu!" Nisrin mengikuti langkah cepat ayahnya yang kemudian duduk di teras depan.
"Nisrin minta maaf, Abi. Tolong jangan perlakukan Nisrin seperti ini."
Abinya hanya diam tidak menanggapi, wajahnya masam dan enggan melihat ke arah putrinya yang wajahnya mulai memerah karena tangis.
"Mana suami kamu? Kamu sendirian?" tanya Ikhsan, agak nyaring untuk menunjukkan ketidaksukaannya.
Nisrin ragu-ragu mengiyakan. Ayahnya mencibir Aidan sangat bertanggung jawab.
"Abi ini karena Nisrin yang minta, Nisrin takut Abi akan marah kalau Bang Aidan ikut."
"Alasan saja! Jangan terus membela lelaki kurang ajar itu!"
Nisrin menunduk semakin dalam. Bagaimana cara dia memadamkan api yang tersulut. Lirih Nisrin menjawab. "Abi... laki-laki itu sudah menjadi suami Nisrin."
Itulah kenyataannya. Kalimat itu menohok Ikhsan dengan telak. Ikhsan mengepalkan sebelah tangannya hingga buku-bukunya memutih. Percakapan itu terinterupsi dengan kehadiran sang ibu yang menyuruh Nisrin bangkit dari bersimpuh di lantai.
"Sampai kapanpun, Aku tidak akan mengakuinya!" getas Ikhsan sebelum masuk ke dalam rumah meninggalkan keduanya.
Aisyah menenangkan Nisrin, berucap semua akan baik-baik saja. Abi pasti akan memaafkan Aidan cepat atau lambat.
Nisrin masih menetap di rumahnya, meski ayahnya sama sekali tidak ingin berbicara padanya.
Dia merasa mendamaikan Abi-nya dengan kenyataan tidak lagi semudah yang dia kira. Ikhsan tidak mentolerir Aidan sebagai bagian keluarga dan dia menganggap kebencian itu akan bersarang lebih lama
*
Nisrin pulang sore harinya. Sebelum mengambil Muhammad dia akan memenuhi janji bertemu kenalannya di Grand City Mall.
Greeta baru saja pulang dari Inggris dan bermaksud menemuinya sebentar untuk mengucapkan selamat atas pernikahannya.
"Aaah, Nisrin. Lama enggak ketemu," Greeta memeluk Nisrin dan melakukan kebiasaan wanita mencium pipi kanan dan kiri.
"Kamu apa kabar? Kangennya." Nisrin menggenggam tangan Greeta dengan bersahabat. Walau sepelik apapun permasalahan yang dimilikinya kini, dia tidak boleh mengecewakan orang lain.
Selpas menuntaskan rindu, Greeta mengajaknya membeli minum di Starbuck sebelum mengisi perut di Kedai si Mbok langganannya.
Di saat itulah Nisrin melihat Aidan. Dia yakin itu Aidan karena pria itu sempat menampakkan muka. Tengah berdiri menanti sesuatu, atau mencari-cari seseorang?
Jantung Nisrin serasa disepuh dengan bara menyaksikan seorang wanita tiba-tiba muncul menggelayut di lengan Aidan dengan manja. Nisrin tidak tahu bagaimana ekspresi Aidan karena pria itu memunggunginya.
Padahal dia menyangka Aidan menghindarinya karena tidak menyukai wanita, tetapi tampaknya Aidan hanya tidak menyukai dirinya.
Nisrin tidak tahu mengapa dia begitu kesal. Dia merasa Aidan benar-benar buruk seperti yang dia sangka dan kini kebenaran itu terbuka di depannya.
Nisrin mengingat saat-saat kelam yang harus dilalui karena kesalahan Aidan, berpikir Aidan memang palyboy yang menjijikkan.
Dan kini Nisrin benar-benar membencinya.
________
Hayoloh. Siapa dia?!
Tenang aja. Aku orang yang paling enggak bisa bikin cinta segitiga kok. wkwk
Kalau mau tau siapa, ikuti terus ceritanya!
//Digeplak pembaca.
See you Next Week!
Wassalamu'alaikum.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top