6
"Kak, aku kos aja ya, aku ...," Ranti menunduk saat melihat mata sembab kakaknya, ada sedikit rasa tak tega dan bersalah tapi sebulan sudah dia merasakan nikmatnya bersama Agus, ia mulai merasakan kenyamanan yang tak ia dapatkan dari Gandi sekalipun selalu mendapatkan uang berlebih dan apartemen mewah yang bisa ia tempati kapan saja, meski itu bukan miliknya. Ranti merasa bahwa ia semakin tak bisa lepas dari Agus dan ingin ke luar dari rumah Liana agar lebih bebas bertemu Agus kapan saja.
"Nggak, Ranti, nggak boleh, kamu tanggung jawab kakak, kamu harus tinggal di sini." Suara Liana terdengar tegas.
"Aku hanya ngga ingin kakak merasa terganggu."
"Aku nggak terganggu, aku tahu kamu merasakan jika Mas Agus kayak nggak suka sama kamu, tapi nggak usah kamu hiraukan, rumah ini kan milikku yang aku beli dengan cara angsuran dan sudah lunas, jadi tetap di sini kamu Ranti."
"Justru aku ingin pindah karena ingin bebas bersama Agus, Kak, maaf jika aku harus mengambilnya darimu, karena dia satu-satunya tempat aku menghilangkan kepenatan hidup."
.
.
.
"Kita harus cari cara menangkap mereka berdua Liana, kamu jangan mau dibodohi oleh laki-laki macam Agus yang sudah numpang hidup malah bikin kamu sengsara."
Lagi-lagi Bram menemui Liana di kantornya, mereka duduk di lobi berdua, namun menjauh dari keramaian. Duduk di pojok dekat beberapa bunga hidup yang menghiasi lobi.
"Aku nggak tahu harus gimana lagi, sejak dia nampar aku kapan hari dia semakin jarang pulang, kalaupun pulang semakin tak ingin bertemu muka denganku, aku bingung Mas, mana ini Ranti juga ingin pindah ke tempat kos apa dia merasakan kami sedang bertengkar?"
"Eeemm, maaf, kapan hari Agus minta ijin pulang awal karena Ranti sakit katanya dan kamu minta tolong suamimu untuk mengantar ke dokter, apa betul itu Liana?"
Liana terlihat kaget karena ia tak pernah merasa meminta tolong suaminya untuk melakukan itu karena tahu bagaimana tak sukanya Agus pada Ranti.
"Nggaaak, nggak mungkin lah aku minta tolong Mas Agus, sejak awal Ranti di rumah dia sudah nggak suka."
"Awal, lalu selanjutnya gimana?"
"Ya biasa aja, nggak pernah ada komunikasi."
"Kalau pagi?"
"Ya kadang mereka memang berdua tapi kan ada Bi Ica, dan maaf Mas ya nggak mungkin lah mereka macam-macam aku percaya pada Ranti, lagian apa iya mereka akan tega padaku? Ah terlalu jauh pikiran Mas Bram."
"Kamu tahu kan jika setan itu nggak pandang bulu, dia nggak akan pilih orang untuk diikutkan ke dalam neraka."
"Tapi aku nggak mikir sampe ke sana, karena aku tahu itu nggak mungkin."
"Semoga perkiraanmu tepat."
.
.
.
"Bantu aku untuk pindah dari sini, aku rasanya nggak tega juga kayak gini sama kamu di rumah kakak aku sendiri sementara aku nggak bisa lepas dari kamu, aku nggak mau pisah sama kamu." Ranti semakin merengek pada Agus.
Ranti dan Agus masih saling memeluk, keringat mereka masih basah. Agus masih sibuk dengan dada Ranti hingga Ranti mendorong mulut Agus agar menjauh dari dadanya.
"Lepaskan dulu, kita bahas ini gimana enaknya."
"Udahlah di sini aja dulu, aku juga nggak ada duit buat ngekosin kamu kan gaji aku dah dihabisin sama kamu." Lagi-lagi Agus mendekatkan mulutnya ke dada Ranti.
"Ck, serius napa, aku beneran ini, aku mikir kita agar lebih serius, pingin tinggal berdua, biar aku tetap nyari uang lewat Gandi, tapi kamu jangan ninggalin aku."
Agus akhirnya memeluk Ranti dengan erat.
"Nggak, nggak akan pernah aku lepasin kamu, meski taruhannya aku harus ninggalin anak-anak dan Liana."
.
.
.
Tok! Tok! Tok!
"Paaak, Pak Agus! Dik Ranti, ibuk datang, ibuk ada di depan!"
Dan Agus segera ke kamar mandi, sementara Ranti segera menutup lalu mengunci kamarnya.
Terdengar langkah tergesa Liana.
"Assalamualaikum, Biiii, Bi Icaa!"
"Iya Ibu, wa Alaikum salam."
Dan Liana terlihat masuk ke kamarnya lalu ke luar lagi. Ia menemui Bi Ica yang terlihat ketakutan dan gelisah.
"Ada apa Bi Ica kayak gugup?" Liana menatap Bi Ica yang menunduk di depannya.
"Kaget saja dengar ibu memanggil saya tadi."
"Mas Agus mana Bi? Dia sudah datang?"
"Barusan Bu, masih mandi Bapak."
"Oh iya, dan Ranti?"
"Baru datang juga tapi langsung tidur kayaknya."
"Ya sudah Bi, aku berangkat lagi, kalo ada apa-apa kasi tahu aku Bi."
"Iya Bu."
Bi Ica mengantar Liana sampai ke pintu depan, lalu hendak kembali ke dapur, saat di depan kamar Ranti, ia dicegat Agus.
"Makasih Bi, ini uang, bisa untuk bibi jajan."
"Makasih Pak, kalau pun saya tidak lapor Ibu, semua hanya agar anak-anak Bapak masih punya bapak, tidak kayak cucu saya yang bapaknya minggat entah ke mana, dan jadi bahan olok-olokan teman-temannya."
Agus terdiam beberapa saat, namun rengekan manja Ranti kembali membuatnya melupakan anak-anaknya.
.
.
.
"Jika bukan Ranti wanitanya lalu siapa?"
Bram bertanya-tanya dalam hati, karena ia ingat betul jika suara wanita yang sempat ia dengar dari ponsel Agus saat ia tanpa sengaja berada di belakang kursi yang diduduki Agus, sayup-sayup suaranya mengingatkannya pada suara Ranti, tapi sekali lagi bisa saja bukan Ranti kadang suara seseorang saat menelepon kadang agak berbeda.
Baru saja Bram bersandar di kursi ruangannya, ponselnya berdering. Ia lihat ternyata nama Liana yang ada di sana, ia sambar ponselnya.
"Iya?"
"Aku baru saja dari rumah, betul kan kataku nggak akan macam-macam mereka, tadi aku sengaja pulang mendadak, suamiku baru datang dari kantormu masih di kamar mandi dan adikku juga baru pulang dari kampusnya ya masih tidur dia."
"Kata siapa itu? Kamu kok kayak percaya banget."
"Kata pembantuku, aku percaya dia nggak mungkin bohong."
"Semoga."
"Lalu siapa ya Mas?"
"Ya sudah kita cari pelan-pelan."
.
.
.
Sementara di dapur, Bi Ica terlihat mengusap air mata yang tanpa ia minta tiba-tiba saja mengalir, ia teringat anaknya yang mengalami nasib serupa dengan Liana, meski perebutnya bukan orang dalam tapi namanya pengkhianatan tetaplah sangat menyakitkan. Ia merasa berdosa karena seolah menjadi pelindung bagi dua orang setan di rumah itu. Ingin rasanya ia segera berhenti bekerja dari rumah Liana tanpa berkabar tapi lagi-lagi ia khawatir semuanya terbengkalai jika ia menghilang tiba-tiba tanpa kabar. Dan kembali ia merasa sakit dadanya saat mendengar suara-suara aneh berasal dari dalam rumah, entah mereka telah melakukan lagi hal laknat itu di mana yang jelas ia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan pergi dari rumah itu secepat mungkin.
🔥🔥🔥
7 Januari 2023 (00.25)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top